Mistral Blessed.
Seperti namanya, Mistral Blessed adalah orang-orang yang memiliki berkah dari Dewa atau Astral setingkat Dewa. Mistral Blessed adalah jenis Mistral yang sangat langka, kenapa? Karena secara resmi hanya ada 7 jenis Astral tingkat Dewa yang diijinkan disembah.
Disembah? Yah, untuk menjadi Mistral Blessed seseorang haruslah menyembah Astral tingkat Dewa. Barulah pada saat itu Astral dapat memberikan berkah padanya.
Asosiasi Mistral sendiri membatasi sampai tujuh bukan hanya karena sulit untuk menemukan Astral tingkat Dewa, tapi juga karena banyak Astral tingkat Dewa yang akan mengendalikan dan mengacaukan para penyembahnya.
Mereka disebut Dewa liar. Astral setingkat Dewa yang membahayakan bagi manusia. Setiap penyembahnya akan dicap sebagai penjahat.
Dari semua Astral tingkat Dewa yang liar, Cthullu adalah yang paling berbahaya. Setiap penyembahnya yang berhasil menjadi Mistral Blessed akan menjadi gila dan kurang akal sehat. Bukan hanya itu, mereka secara aktif mengorbankan orang lain pada Cthullu setiap ada kesempatan.
Fanatik, gila, pembunuh, setan. Ada berbagai jenis panggilan bagi mereka yang menyembah Cthullu.
Ronald yang tahu simbol Cthullu di buku harian langsung merasa tidak enak. Ia merasa sesuatu yang buruk mungkin terjadi pada Miura.
Ronald terus membuka buku harian Miura namun dari halaman ini sampai seterusnya buku harian itu hanya diisi coretan-coretan acak yang sangat kacau.
"Miura menghilang sendirian saat di area pemakaman, aku tidak bisa memastikan apakah dia benar-benar diculik kelompok penyembah Cthullu atau tidak," gumam Ronald dengan ekspresi pasrah.
"Semoga teman-temanku bisa menemukan petunjuk lainnya."
***
Dibawah sinar matahari yang menyorot. Dua orang remaja berdiri di dekat gerbang sekolah. Salah satu remaja tersebut bertubuh gempal sementara yang lain memiliki tubuh proporsional. Mereka adalah James dan Dust. Keduanya berada di dekat gerbang sekolah menunggu waktu sekolah berakhir agar bisa bertemu teman-teman Miura dan mencari petunjuk.
"Ck, membosankan. Berapa lama lagi aku harus menunggu?" kata Dust kesal. Ia menendang krikil melampiaskan amarahnya.
James yang berada di sampingnya malah dengan santai memakan roti. "Sebentar lagi waktu sekolah juga habis. Tunggu saja dengan sabar."
Dust menatap sinis remaja gempal di sampingnya, "Apa kau tak punya hobi lain selain makan? Tubuhmu sudah menyerupai Kuda nil."
James mengabaikan tatapan sinis Dust dan lanjut menggigit rotinya, "Makan bagian dari latihanku, semakin banyak lemak semakin kuat kekuatan tempurku. Kau juga sudah melakukan persiapan menghadapi Ujian Masuk Akademi Mistral Vandrechia bukan?"
Dust tiba-tiba mengingat latihannya.
"Hmph, aku telah melatih Ring Tail Viperku. Dengan tingkat toksisitas racunnya sekarang, sekali gigit habis lah kau gendut!" ucap Dust bangga. Mulutnya menyeringai melebar menampakkan ekspresi sombong.
Namun, James termasuk orang yang santai. Dia tak mudah terprovokasi Dust apalagi marah mendengar ucapannya.
"Kalau begitu selamat ya," ujar James tak peduli sambil tetap fokus pada rotinya yang tinggal satu gigit lagi.
Bel sekolah berbunyi menandakan akhir waktu belajar. Para siswa bergerombolan keluar dari kelas seolah tidak sabar hendak pulang. James dan Dust mulai mencari sahabat Miura di sekolah. Sherly Adama.
Menurut poto yang ditunjukan Ronald pada James dan Dust, Sherly Adama adalah gadis berusia sepuluh tahun dengan wajah cantik dan rambut biru twintail. Jadi mereka menghentikan setiap gadis yang memiliki rambut biru berjaga-jaga apabila Sherly mengubah gaya rambutnya.
Tak lama setelah itu akhirnya mereka berdua menemukan sosok gadis yang dimaksud.
"Apa kau Sherly teman dari Miura?" tanya James dengan seramah mungkin.
Sayangnya senyum besar pada wajah bulatnya membuat James terlihat seperti penculik daripada orang yang bertanya saja.
"Iya kakak gendut sama kakak wajah jelek ini siapa ya?" tanya Sherly dengan ekspresi merendahkan.
"Apa maksudmu jelek! Dasar kau loli alaska!" Dengan teriakan marah Dust melotot pada gadis kecil itu.
"Ck, sudah besar tak tahu diri. Kakak ini emang garis wajahnya mirip lambang Arsenal ditambah bibir kakak tebal gitu, tidak jelek gimana. Coba tanya ke kakak gendut ini ... Dia juga pasti bilang kakak jelek ini jelek!" ejek Sherly pada Dust.
"Kau da–"
"Dust hentikan! Kita disini bukan untuk beradu mulut sama gadis ini," ujar James mengingatkan tujuan utama mereka. Dust yang mendengarnya membuang mukanya marah.
James berjongkok sampai tingginya sama dengan Sherly. "Kami cuma mau membicarakan sesuatu sama kamu. Ikut kami dulu yuk sebentar."
Sherly yang mendengarnya malah memasang wajah jijik, "Ikut dengan kakak gendut ini? Mau ngapain? Mau nyulik aku? Kalau mau nyulik aku ... Aku maunya di culik di hotel sama makannya tiga kali sehari full terus uang jajan dan yang lainnya siapkan dulu."
Kata-kata Sherly membuat James hampir terjungkal. James bertanya-tanya penculikan macam apa yang gadis kecil ini bicarakan.
"B-bukan ... Kakak ini mau tanya soal Miura. Kamu teman Miura bukan?" kata James memberitahukan tujuan mereka.
Ekspresi wajah Sherly berubah menjadi serius, "Mimi ... Oke, kakak mau bicarakan dimana?"
James berpikir sebentar sebelum berkata, "Ikut aja dulu yuk."
James mengajak Sherly, gadis cilik itu ke kafe terdekat. Mereka bertiga duduk di sebuah meja kosong. Suasana dingin kafe tersebut membuat Dust dan James yang sebelumnya berjemur di bawah sinar matahari merasa lega.
James mulai bertanya, "Apa kau tahu sesuatu soal hilangnya Miura ini?"
Sherly memasang wajah,"Sebenarnya.... "
"Sebenarnya?"
"....aku haus dan lapar sekarang, tolong pesan minuman sama makan siang dulu."
James menatap gadis pasrah di hadapannya. Ia kemudian mengeluarkan dompetnya lalu merogoh sejumlah uang. Ia menyodorkannya pada Dust yang sedari tadi diam.
"Apa?" tanya Dust yang seolah tak mengerti arti dari James.
"Pesan minuman sama makanan tiga porsi," ucap James yang bermaksud meneraktir Sherly dan Dust.
"Kau menyuruhku?" ucap Dust yang seolah tak senang.
"Apa kau mau bayar sendiri?"
Dust langsung mengalah setelah mendengar ucapan James. Ia merebut uang dari James lalu pergi untuk memesan makanan.
"Sepertinya Kakak gendut sama Kakak jelek itu bukan teman," tebak Sherly.
"Kami teman sekelas tapi bukan teman dekat. Juga ... Panggil saja aku Kak James, Aku teman dari Kakak Miura, Ronald," ucap James menjelaskan identitasnya pada Sherly.
"Ooh teman Kak Ronald. Tetapi, bukannya kasus Miura ditangani polisi? Aku dan semua teman sekelas Mimi kemarin juga di datangin polisi."
Sherly ingat dia pernah berkunjung ke rumah Miura dan bertemu kakaknya Miura, Ronald.
"Polisi memutuskan menghentikan investigasi dan menunggu keberadaan Miura dari laporan warga karena itu kami mencoba mencari sendiri keberadaannya."
Setelah mendengar itu, Sherly agak sedih. Bagaimanapun Miura adalah sahabatnya. Ia ingin Miura segera ditemukan secepat mungkin.
Sherly lalu berkata, "Aku selalu ketemu Mimi di sekolah. Selama ini sebenarnya tidak ada yang janggal dengan sikap atau prilaku Mimi. Namun, Sembilan hari sebelum Miura menghilang, tepat pada hari minggu. Aku sama Mimi dan teman lainnya pergi ke bioskop, tapi kami salah film."
James mengerutkan dahinya, "Salah film? Film apa yang kamu tonton?"
"The Birth of Hell, tadinya kami mau nonton The Breath of Heart."
James langsung memasang wajah kaget, "Bukannya itu film kategori R? Anak dibawah umur tidak boleh nonton bukan?"
Sherly menggelengkan, "Tidak tahu, tapi sejak itu Miura sendiri jadi suka gambar bintang yang dilingkari atau simbol Cthullu."
"Simbol Cthullu," James mengerutkan dahinya.
"Oh iya, tiga hari sebelum Miura menghilang, ia mengajak aku pergi membeli parfum tapi aku tolak, sepertinya ia membeli parfum sendiri," ucap Sherly yang mengingat sesuatu.
"Parfum?"
***
"Jejaknya sampai ke sini," ucap Yuna pelan. Di hadapannya, sebuah toko parfum yang agak tua dan kumuh. Sementara itu di sampingnya berdiri sosok gadis asal benua timur, Xiao Ning'er.
"Kalau begitu ayo kita masuk," ucap Xiao Ning'er sambil berjalan mempimpin.
"Permisi, apa ada orang di dalam?" ucap Xiao Ning'er sambil mengetuk pintu.
Beberapa saat kemudian pintu di buka. Sosok pria paruh baya dengan rambut putih beruban dan kacamata membuka pintu itu. Ia menatap heran kedua gadis di depannya. "Maaf pelanggan tapi kami sudah tutup," ucap kakek itu.
"Oh begitu ... Kalau begitu maaf," setelah mengucapkan itu Xiao Ning'er tiba-tiba menusuk leher kakek itu menggunakan jarinya tanpa melukai leher itu, ia lalu menusukkan jarinya pada beberapa bagian tubuh si kakek.
Kakek itu langsung roboh karena pingsan.
Yuna menatap kaget aksi Xiao Ning'er, "I-ini aksi kriminal kan?"
"Tidak, kita hanya berkunjung ke toko parfum. Ayo cepat bantu aku," seru Ning'er yang mengangkat tubuh bagian atas kakek itu lalu menyeretnya ke dalam.
"Tidak, ini memang aksi kriminal kan?! Membuat pingsan warga tak berdaya lalu menerobos masuk paksa ke sebuah toko ... Kita telah menjadi penjahat kan?!" ucap Yuna panik.
"Tak ada kejahatan apabila tak ada bukti," ucap Xiao Ning'er santai.
"Bukankah itu prinsip penjahat?!" kata Yuna yang masih panik.
Setelah membereskan sang Kakek. Kedua gadis itu menggeledah toko parfum tersebut.
"Miura hanya kesini sebentar, tak ada yang mencurigakan disini ayo kita pergi! Aku rasa jika kita disini terus kita akan jadi kriminal!" ucap Yuna yang sudah gelisah karena aksi Xiao Ning'er.
"Tunggu! Ada yang mencurigakan!"
"Apa?" tanya Yuna was was.
"Parfum ini sangat mahal ... Aku akan menyitanya."
"Tolong jangan libatkan aku dalam aksi kriminalmu!" ucap Yuna yang hampir menangis.
"Tunggu! Yang ini benar-benar mengejutkan kemarilah," ucap Xiao Ning'er sambil menatap ke pojok.
"Apa? Apa kau ingin mencuri lagi?" tanya Yuna.
"Cepatlah kemari," ucap Xiao Ning'er pelan.
Yuna dengan terpaksa mendekati Xiao Ning'er. Namun ia juga terkejut melihat ke arah yang dimaksud.
"Bukankah ini ... Sebuah altar persembahan?" ucap Yuna heran.
Tepat pada saat itu, sebuah asap hitam meledak. Asap itu memenuhi setiap ruangan toko membuat Yuna dan Xiao Ning'er kehilangan pandangan.
Xiao Ning'er merasakan seseorang disampingnya. Ia menganggap orang itu Yuna.
"Yuna, bersiaplah ... Ada bahaya yang mendekat," ucap Ning'er memperingati teman barunya.
Namun, seketika Ning'er merasakan cengkraman pada bahunya.
"Ning'er itu bukan aku! Aku disini," ucap Yuna yang sepertinya agak jauh dari Ning'er.
"Ap–" tepat sebelum itu Ning'er merasakan sebuah tangan membekam mulutnya. Kesadarannya perlahan mulai kabur.
"K-kau.... " Sebelum Ning'er menyelesaikan kalimatnya, ia pingsan.