"Sudahlah jangan banyak tanya, kamu kan hanya penasaran sama aku dan Ayah mau pergi kemana nanti sore, sudah sana pergi, jangan menganggu hidupku ini!" usir Dirga.
"Dih, jahat banget. Gimana cewek gak luluh hatinya, kalau tidak kamu seperti ini terus. Palingan yang luluh nanti juga jauh," cibir Martin lalu pergi keluar dari kamar Dirga.
"Dasar anak aneh, keponya gak ketolongan setiap saat," gerutu Dirga sambil melanjutkan kembali mengerjakan tugasnya.
***
"Bibi aku sudah selesai makannya, hal apa yang ingin kasih tahu sama aku?" tanya Carissa dengan mata bulat berbinar-binar seperti lampu.
"Ah soal itu ya ... Jadi begini, bibi ingin kamu jangan sedih ya untuk hari ini," ujar Rani tersenyum.
"Soal apa itu Bi? Katakan kepada Rissa."
"Hari ini jam 5, keluarga dari Pak Santoso akan datang ke rumah, buat jemput kamu hari ini."
"Apa? Kok bisa? Kenapa harus secepat itu?" tanya Carissa kaget setengah mati.
"Ya begitulah, maafkan Bibi ya Carissa."
"Tidak, Bibi tidak salah kok. Justru Carissa yang harus banyak berterima kasih kepada Bibi karena sudah merawat Carissa selama ini." Carissa bangkit dari kursi dan memeluk Bibi Rani erat-erat. "Iya Nak, kamu adalah harta kecil kesayangan Bibi selamanya." Tangis kesedihan pun pecah terjalin diantara duanya.
***
Jam berlalu cepat dan sudah menunjukkan pukul 5 sore. Rumah Carissa sudah nampak sangat bersih sekali, begitupula dengan Carissa sendiri yang sudah bersih dan wangi. Tangannya mulai gemetaran, detak jantungnya juga mulai tidak beraturan sama sekali, sesekali dadanya merasa sesak karena akan menghadapi sebuah perubahan yang begitu cepat untuk dirinya. Mobil sedan mewah terparkir di depan rumah Carissa.
Sehingga membuat Carissa langsung melompat dari tempat tidur. Dirinya benar-benar panik sekarang, karena ia takut orang yang dijodohkan dengannya bukanlah orang yang baik dan juga dengan keluarga dari jodohnya itu, sangat mengerikan jika sesuai yang Carissa harapkan. Bibi Rani menyambut baik kedatangan keluarga Pak Santoso itu.
"Ayo silahkan diminum teh manis dan kuenya," tawar Rani.
"Terima kasih, kira-kira dimana Carissa?" tanya Santoso penasaran.
"Ah dia pasti sedang di dalam, sebentar akan saya panggilkan." Bibi Rani berjalan masuk ke dalam rumah dan menghampiri Carissa. "Carissa keluarlah, calon mertuamu ingin bertemu denganmu, ayo salam dan sambut mereka dengan hangat," ujar Rani.
Dengan tidak energik, Carissa memaksakan dirinya untuk menemui keluarga Pak Santoso. Saat ia keluar dari kamar dan berjalan menuju ruang tamu betapa terkejutnya melihat sosok seorang cowok yang tampak familiar sekali. Seketika tubuhnya mematung dan bertemu dengan manik mata cokelat terang. Bibi Rani dan Pak Santoso melihat satu sama lain dan kebingungan.
"Ekhem ... apa kalian berdua saling kenal?" tanya Santoso untuk mencairkan suasana.
"T-tidak," jawab Carissa langsung sadar dan menyalami tangan Pak Santoso. Carissa lalu duduk di sebuah kursi kosong dan tidak berani menatap cowok di depannya sekarang. "Kok kayak kenal ya?" gumam Dirga.
"Kamu kuliah atau sudah kerja Carissa?" tanya Santoso mencoba untuk akrab.
"Kuliah, Pak," jawab Carissa.
"Kuliahnya dimana?"
"Di Universitas Bunda Mulia, jurusan psikologi," jawab Carissa lengkap.
"Wah satu jurusan dong sama Dirga. Kenalin ini Dirga," ujar Santoso memperkenalkan anaknya. Dirga mengulurkan tangannya dan Carissa menjabat tangan Dirga. "Carissa."
"Dirga."
"Kalau begini kalian berdua bisa berangkat kuliah sama-sama, iya kan?"
"Iya Pak," jawab Carissa malu.
"Sumpah tadi tangannya dingin banget, kayak es batu," gumam Dirga.
"Ah, ngomong Paman kamu dimana?" tanya Santoso.
"Dia belum pulang kerja," jawab Rani.
"Jadi begitu ya," ujar Santoso. Tidak lama kemudian datang sebuah mobil berwarna silver yang mewah terparkir di depan rumah Carissa. Carissa menduga pasti itu adalah seorang pengacara yang datang ke rumahnya waktu itu. "Silahkan masuk," sambut Rani ramah.
"Terima kasih," ujar Pak pengacara yang bernama Bimo.
"Ini pasti akan menjadi sesuatu yang mengerikan," gumam Carissa.
Pak Bimo membuka map yang ia bawa dan mengeluarkan beberapa surat penting, yang jelas sudah ada surat perjanjian itu di dalamnya. "Baiklah, maksud kedatangan saya kemari untuk memperlihatkan kembali surat perjanjian antara Pak Rotno dengan Pak Santoso. Diharapkan kedua pihak orang yang bersangkutan menyetujui perjanjian ini. Silahkan dibaca surat ini," ujar Bimo memberikan dua lembar surat, satu untuk Carissa dan satu untuk Dirga.
Awalnya mungkin ini adalah hal berat untuk Dirga, begitupula dengan Carissa. Yang sama-sama belum siap. Tapi karena Dirga sudah merencanakan sesuatu, tanpa waktu lama ia pun menandatangani surat perjanjian itu lalu memberikan surat itu kepada Pak Bimo lagi. Mata Carissa terkejut, karena ia tidak menyangka bahwa cowok yang bernama Dirga ini langsung menandatangannya dengan begitu saja.
"Apa yang harus aku lakukan, dari dulu aku tidak setuju. Tapi perjanjian ini bersifat sangat memaksa sekali. Dilihat baik-baik juga, orang yang bernama Dirga ini bukanlah orang yang menyenangkan," gumam Carissa.
"Tapi apa boleh buat juga, karena ini adalah permintaan yang dikhususkan oleh mediang Ayahku, mau tidak mau juga aku harus melaksanakannya, kalau pun takdir memang tidak mengijinkan kami berdua bersama, pasti juga suatu saat kami akan dipertemukan lagi dengan orang lain nanti," sambungnya.
Carissa mengambil pulpen dan ikut menandatanganinya. "Baiklah, terima kasih atas kerja samanya. Kalau begitu saya harus pamit, karena ada beberapa pekerjaan yang harus saya selesaikan," pamit Pak Bimo.
"Baiklah Pak, terima kasih," ujar Carissa.
"Baik, apa kamu siap Carissa untuk tinggal bersama kami?" tanya Santoso.
"Tinggal?" ulang Carissa sambil mengerjapkan matanya.
"Iya, apa kamu siap?" tanya Santoso lagi.
Carissa menatap kearah Bibinya dan memberi tatapan penuh kebingungan. "Tidak apa Carissa," ujar Rani tersenyum. Carissa menoleh kearah Pak Santoso, lalu mengangguk pelan. "Baguslah kalau begitu, jadi kamu dan Dirga bisa saling mengenal lebih dekat. Apa kamu sudah membereskan bajumu?" tanya Santoso tersenyum.
"Belum."
"Ya sudah, ayo Bibi kamu bersiap-siap," ajak Rani.
"Baiklah Bibi," jawab Carissa.
"Tidak apa kan jika kami tinggal sebentar?" tanya Rani kepada Santoso.
"Iya tidak apa, silahkan berkemas dulu," ujar Santoso.
Carissa dan Bibi Rani pun pergi meninggalkan Santoso dan Dirga. "Bibi sebenarnya aku tidak mau tidak bersama mereka. Aku ingin tinggal bersama Paman dan Bibi disini," ujar Carissa.
"Tidak apa sayang, Pak Santoso itu adalah orang yang baik, lagipula juga ini untuk mendekatkan kamu kepada Dirga, mungkin saja kalian tidak saling suka saat ini, namun jika takdir mengijinkan, kan bisa jadi kalian punya cerita berakhir bahagia. Nikmati masa mudamu, Carissa," ucap Rani.
"Iya Bibi, aku harus menikmati masa mudaku, tapi bagaimana jika aku tidak bisa kembali kesini?" tanya Carissa.
"Rumah ini akan selalu terbuka untuk kamu dan juga pasti kamu akan diijinkan untuk pulang, tenang saja. Nanti juga Bibi akan kirimkan makanan kesukaan kamu kapan-kapan, ya. Jangan sedih lagi, masa keponakan Bibi yang cantik dan pintar ini menangis, senyum dong," hibur Rani. Carissa memeluk Bibinya dengan erat sekali dan tersenyum. "Iya Bi, tenang saja. Carissa yakin semua ini akan baik-baik saja."