Ivana memberitahu mereka untuk segera pulang dari Bar karena Marvel kini sedang dalam pengaruh obat. Kini mereka semua berada dalam Masion Marvel.
Sedangkan Marvel kini tengah kesakitan akibat pengaruh obat Yang diberika Alena. Dan, obat yang di berikan Tasya dan Gibrella membuat Marvel sadar tapi mengalami sakit di kepalanya.
"Kenapa kepalaku sakit?!! Agh!". Teriak Marvel sambil memegangi kepala-Nya.
Ivana lalu mendekati Marvel dan menyuruhnya untuk beristirahat. "Istirahatlah". Suruh Ivana dengan memasang wajah datar.
Sebenarnya ia sedikit kesal dengan-Nya. Meski Marvel tidak melakukan kesalahan. Tapi bagaimana bisa Marvel tidak kuat dengan alkohol. Sedangkan Ivana sendiri bisa menahan sampai kadar alkohol itu mencapai 55persen.
"Oh Ya van. Tadi kami mendapatkan bekas tempat obat yang diberikan Alena kepadanya. Dan, itu bukan alkohol. Tapi, bubuk yang membuat siapa saja yang meminumnya akan merasa kepalanya berputar dengan cepat. Dan membuat sedikit hilangan ingatan". Jelas Tasya.
"Tapi tenang. Karena obat kita. Marvel tidak akan kehilangan apapun. Hanya saja, dia tidak akan mengingat tentang kejadian tadi".
Ivana lalu menatap Marvel dalam. Tidak tau apa yang ia fikirkan sekarang. "Kita pulang". Gumam Ivana.
"Kalian jagalah dia. Ada yang harus ku lakukan". Ucap Ivana.
"Kau mau kemana?". Tanya Arkan penasaran.
"Rawat saja dia. Berikan pereda nyeri padanya". Jawab Ivana lalu meninggalkan mereka disusul yang lain-Nya.
Ivana kini menuju tempat restoran dimana Alena dan Marvel sedang makan. Ia mendatangi tempat itu dan meletakan sebuah Bom ditempat itu.
"Apa yang kau lakukan Van?".
"Menurutmu?". Jawab Ivana sambil tersenyum Smrik.
-
-
-
-
Skip
Alena kembali ke Rusia untuk menanyakan apa yang dikatakan Wanita itu tentang ayah-Nya. Ia lalu memesan tiket saat malam itu untuk bisa segera pulang ke rusia.
Alena lalu mendatangi sang kakak yang tengah bersantai di samping kolam berenang sambil menikmati Minuman.
"Ka Ducsha!!". Panggil Alena.
Ducsha lalu menoleh ke arah samping dan mendapati sang adik kini berada di hadapan-Nya. Ia lalu membuka kacamata hitamnya dan menatapnya bingung.
"Kenapa? Bisakah kau tidak berteriak!".
"Cepat jelaskan apa yang kakak bicarakan kemarin! Apa yang di lakukan ayah!".
"Kau benar ingin mengetahuinya adik?". Tanya Duscha lalu sambi meminumnya.
"Cepat katakan!! Apa benar ayah menghabisi seseorang wanita dulu?!". Tanya Alena membuat Duscha tersedak.
"Darimana kau tau itu?!".
"Kakak tidak perlu tauu! Jawab saja pertanyaanku ini!".
Duscha tampak berfikir. Bagaimana bisa sang adik mengetahui fakta ini. Apa ia juga mengetahui bahwa sang ayah membunuh ibu mereka. Dan berselingkuh?.
"Jawab kaa!". Teriak Alena kini menahan tangisnya.
Duscha lalu menarik nafas dalam. "Benar. Bukan 1orang saja yang ia bunuh. Tetapi, sudah ratusan orang yang ia habisi". Jawab Duscha.
Alena yang mendengar itu sontak membeku. Jadi selama ini sang ayah adalah pembunuh? Alena tidak menyangka dengan fakta mengejutkan ini.
Alena langsung ambruk dan duduk di lantai. "Kau harus menerima kenyataan ini Alen". Gumam Duscha lalu mengangkat Alena untuk berdiri.
"Jadi, aku anak seorang pembunuh?". Gumam Alena.
"Tidak. Kita sudah memutuskan hubungan dengan pria itu. Dia akan mati sebentar lagi. Jadi, kita bisa melupakan hal ini alen". Kata Duscha mencoba menenangkan sang adik.
Alena menatap sang kakak dengan tatapan kosong. "D-dia akan mati kan?! Pria itu akan mati kan ka!!". Teriak Alena membuat Duscha lalu memeluknya.
"Iya. Iya tenanglah. Kau tidak perlu khawatir. Selama ada kakak disini. Semuanya bakal berjalan sesuai keinginanku". Ucapnya sambil memeluk sang adik.
-
-
-
-
Ivana kini sedang berada di kelas seorang diri. Ia memilih tidak ikut dengan yang lainnya ke kantin.
Brakk
Ivana memukul meja dengan kencang. Ia sedang dalam keadaan tidak baik sekarang akibat masalah kemarin malam. Belum lagi ia sedang mengalami datang bulan membuat mood nya buruk seketika.
Ivana lalu membuka ponselnya dan mencari berita terbaru tentang pagi ini. Ia melihat beberapa artikel yang memberitakan tentang meledaknya sebuah restoran mewah. Ivana tersenyum smrik membaca artikel itu.
"Kau membaca apa?". Tanya Vany tiba-tiba datang lalu mengambil ponsel Ivana.
Ivana memutar bola matanya malas saat melihat mereka bertiga ."kembalikan ponselku!". Ucap Ivana masih bisa mengendalikan dirinya.
"Ini ? Ambil saja sendiri". Ia melempar ponsel Ivana. Saat bersamaan pula. Clara berserta yang lainnya datang. Ia lalu mengambil ponsel itu.
"Owh. Kalian rupanya". Ucap Vany.
Sedangkan Ivana kini mengeraskan rahangnya dan menggenggam kedua tangannya. Gibrella yang tersadar bahwa ponsel itu milim Ivana lalu mendekati Ivana.
"Van. Sadarlah". Bisiknya. Ivana masih saja menutup matanya mengendalikan amarahnya yang kini sedang naik.
"Lebih baik kalian keluarlah!!". Teriak Tasya.
"Kenapa? Apa Dia akan memukulku lagi?". Remeh Vany lalu tertawa.
Ivana lalu membuka matanya. Ia melemahkan genggamannya lalu tersenyum. Perubahan itu sontak membuat Yang lainnya takut.
Bahkan sahabat-sahabat Ivana sendiri kini menjauh darinya dan membiarkan Ivana melakukan apa yang ia inginkan. Afterego Ivana muncul. Aurora muncul akibat emosi Ivana yang tidak kendali.
"Ganti ponselku atau aku akan membunuhmu". Ucap Ivana membuat yang lainnya kaget.
"Bagaimana ini? Jika Mode aurora kini seperti itu. Itu tanda berbahaya". Gumam Tasya.
Ada beberapa tanda yang menampakan jika Aurora dalam mode seperti ini. Marah. Senyum. Dan tertawa.
Jika kalian melihatnya sedang tertawa itu menandakan ia sedang dalam keadaan bahagia.
Melainkan sebaliknya. Jika ia sedang menangis maka ia sedang bersedih.
Jika Ivana tidak berhasil mengendalikan emosinya. Aurora akan muncul dan membuat ukiran senyuman di bibirnya. Sama hal nya yang ia lakukan dengan Vany.
"Ganti! Atau kau membayar dengan Nyawa temanmu!". Tawar Aurora.
Secara bersamaan Marvel datang. Ia melihat Ivana yang dalam pengaruh Aurora. Ia mencoba mendekatinya dan menenangkannya.
"Jangan kau dekati dia! Cukup berbahaya jika kau mendekatinya sekarang. Biarkan saja Aurora mengambil alih tubuh Ivana dulu. Dia akan keluar dengan sendirinya". Gumam Stella.
"T-tapi bagaimana jika dia membunuh mereka?! Kita sendiri yang akan ketahuan!!".
"Dia tidak akan membunuhnya. Hanya saja memberi pelajaran sedikit. Meski cukup menyakitkan". Kata Gibrella lagi.
"Tidak! Jika kau benar-benar kaya. Belilah lagi ponsel! Apa jangan-jangan kau hanya menumpang dengan Para temanmu ini". Ucap Vany lalu tertawa.
"Kau meremehkanku? Baiklah. Tunggu saja.Hmm". Ucap-Nya lalu keluar begitu saja.
"Kau mau kemana Ra?". Tanya Clara.
Aurora lalu tersenyum ke Clara." Kau sudah berani berbicara denganku ternyata. Tapi, baguslah. Aku akan pergi membeli ponsel lagi. Apa kau mau ikut ?".
Sedangkan Marvel yang melihat sikapnya yang berubah dibuat bingung. Ia mudah sekali menunjukan sifat berbeda-beda.
"Yaa!! Kau mau kemana!". Teriak Vany yang ia kira Ivana.