"Tidak ada alkohol malam ini!"tegas Rosea yang tengah berkacak pinggang.
Seperti janjinya,malam ini mereka mengadakan pesta perpisahan untuk Rosea di sebuah vila mewah milik Alaric yang berada di Bali. Setelah dari bandara,ketiganya langsung bersiap pergi ke Pulau Dewata Bali. Darren dan Alaric sama-sama membatalkan meeting penting hanya untuk pesta perpisahan ini.
Vila milik Alaric dikelilingi sawah di satu sisi dan hanya berjarak 75 meter dari bibir pantai, vila tersebut akan memuaskan mata siapapun yang menginap di sana dengan pemandangan lautan lepas. Jika pemandangan tersebut belum cukup, ada pula pemandangan Gunung Agung, pulau-pulau Nusa Penida atau Pulau Lombok di kejauhan.Vila ini terdiri dari tiga kamar ukuran besar dan kolam renang pribadi. Interior modernnya berpadu dengan unsur-unsur Bali tradisional dan kayu jati yang mampu menciptakan suasana hangat di dalam rumah.
Alaric berdecak kesal,dia ingin sekali membuat Rosea mabuk. Baginya Rosea mabuk adalah hal paling langka yang pernah Alaric lihat. Hal tersebut dikarenakan Rosea sangat kuat terhadap alkohol dibandingkan dengan Darren dan Alaric. Diantara ketiganya,yang paling lemah terhadap alkohol adalah Darren,dia selalu mabuk terlebih dahulu sebelum Alaric dan Rosea tak sadarkan diri juga.
"Baiklah,karena tidak ada alkohol maka boleh ada making love, Kan?"tanya Alaric dengan penuh harap.
Rosea berpikir sejenak sebelum nenyetujui ide tersebut. "Oke,setuju."
Mata Alaric dan Darren berbinar-binar,sebelum keduanya sempat berteriak senang Rosea kembali melanjutkan perkataannya yang belum terselesaikan,"kalian berdua saja yang bercinta,aku tidak."
"Pesta apa ini tanpa alkohol dan sex?"protes Alaric. Dia nendaratkan pantatnya dengan kasar ke sebuah sofa berwarna putih yang terletak di sebelah Rosea.
"Kita bisa melakukan banyak hal seperti berenang,bakar-bakaran,dan bersenang-senang."balas Rosea antusias. Dia membuka tirai yang serari tadi menutupi keindahan pemandangan yang disuguhkan secara live di sini.
"Bukankah ini sangat indah,Alaric?"tanya Rosea dengan bibir yang terbuka tanpa ia sadari.
Alaric mendekati Rosea dan memeluknya dari belakang,dia mengambil kesempatan saat Darren tengah mengemasi koper mereka di kamar.
"Alaric!"kesal Rosea saat merasakan lengan kekar Alaric melingkar di perutnya dan mengusap perlahan.
"Aku harap suatu hari ada anakku yang berkembang di dalam sini,"ujarnya.
Rosea menoleh,keduanya bertatapan dengan jarak yang cukup dekat. Tatapan mata Alaric terkunci pada bibir tipis milik Rosea yang berwarna merah alami. Bahkan tanpa make up sekalipun Rosea terlihat sangat cantik.
"Haruskah aku mengamini hal tersebut?"tanya Rosea. Alaric mengangguk cepat,walaupun dia kurang percaya terhadap tuhan tetapi Alaric harap tuhan mau mengabulkan permintaan satu itu.
"Bolehkah aku mencium bibirmu,My Rose?"tanya Alaric. Miliknya dibawah sana sudah mengeras hanya dengan memeluk Rosea,dirinya memang selemah itu jika menyangkut gadis rambut pirang di depannya.
"Tidak boleh,bibir itu milikku!"suara Darren menggema ke seluruh ruangan. Ekspresi Alaric langsung berubah lesu setelah mendengar suara sahabatnya. Bisa-bisanya Darren mengganggu momen romantis dirinya dengan Rosea.
"Tidak bisakah kau permisi terlebih dahulu? Kau mengganggu bulan madu sepasang kekasih,Darren!"protes Alaric.
Darren melangkah maju mensejajarkan dirinya dengan Alaric yang memiliki tinggi badan sama dengan Darren. Keduanya bertatapan sengit seakan hendak memulai sebuah pertarungan. Padahal pertarungan ini sudah dimulai sejak 15 tahun yang lalu.
Ketiganya bersahabat semenjak 20 tahun yang lalu saat Rosea baru terlahir di dunia. Usia Darren dan Alaric sama-sama 5 tahun saat itu,dan melihat bayi Rosea yang sangat lucu membuat keduanya langsung jatuh cinta begitu saja. Rosea memang sudah memiliki takdir cinta segitiga semenjak kelahirannya.
"Bulan madu kau bilang?! Dia itu calon istriku,bukan calon istrimu!"kesal Darren.
Dia tidak terima dengan Alaric yang mengklain Rosea sebagai calon istrinya. Apalagi saat Alaric ingin merasakan bibir Rosea,Darren tentu saja marah besar.
"Sudah sangat jelas yang My Rose cinta itu bukan dirimu Darren,melainkan aku!"balas Alaric dengan nada emosi.
Tak berapa lama kemudian,entah siapa yang memulai yang pasti keduanya sudah saling tinju satu sama lain. Antara Alaric maupun Darren sudah sama-sama tersungkur di atas lantai. Sudut bibir Darren sudah mengeluarkan darah,sedangkan ekor mata Alaric sudah membiru akibat bogeman mentah dari Darren.
"Sepertinya kalian sudah cukup bersenang-senang,kalau begitu aku akan berenang saja di pantai menggunakan bikini."ujar Rosea membuat Darren dan Alaric sama-sama berteriak,"JANGAN!!"
***
"Apa kalian anak-anak sampai bertengkar seperti ini hanya karena memperebutkanku?"
Darren dan Alaric menggeleng bersamaan,setelah mereka menjadi petinju sekarang mereka seperti anak kecil yang baru saja ketauan makan permen oleh ibunya. Keduanya menunduk lesu tak berani menatap Rosea yang sedari tadi mengobati mereka sambil mengoceh.
"Maafkan kami My Rose,"sesal Alaric. Dia menatap wajah Rosea yang sedang sangat dekat dengannya,gadis itu sedang mengobati luka pada ekor mata Alaric.
"Percuma,pada akhirnya kalian akan bertengkar kembali!"cibir Rosea sebelum akhirnya meniup luka yang baru saja ia oles dengan salep tersebut.
Sekarang dirinya beralih ke Darren yang terlihat lebih mengenaskan. Sepertinya Alaric benar-benar berniat membunuh kakak satu harinya itu.
Kakak satu hari? Itu adalah sebutan Rosea karena Alaric lahir pada 21 Januari dan Darren lahir pada tanggal 20 Januari di tahun yang sama. Bahkan kedua orang tua mereka menikah di hari yang sama.
"Kau sangat kacau Darren,"Rosea merasa prihatin sedangkan Darren hanya memutar matanya dengan malas. Dia tidak suka kalah dari Alaric. Itu adalah hal yang paling dirinya benci di dunia ini.
Saat dirinya tengah mengobati Darren,setetes darah keluar dari hidung Rosea membuat Darren dan Alaric panik bersamaan.
"Kau baik-baik saja?!"tanya Darren sambil mengelap darah tersebut menggunakan tisu yang berada di meja.
"My Rose,apa kau sakit?!"Alaric tak kalah paniknya. Dia mencari handphone berlogo apel setengah yang tiba-tiba hilang entah kemana,mungkin jatuh saat bertengkar dengan Darren tadi.
"Darren,hubungi dokter sekarang!"pinta Alaric yang langsung Darren laksanakan. Darren mengambil ponselnya di saku celana lalu menghubungi dokter langganannya. Sialnya dia lupa kalau dokter langganannya itu ada di Jakarta sedangkan mereka sedang di Bali.
"Kita sedang di Bali,bodoh!"kesal Darren.
Keduanya menoleh kepada Rosea yang sekarang tengah menyumbat hidungnya menggunakan tisu. Ternyta darah yang keluar lebih banyak daripada dugaannya.
"Aku baik-baik saja,kalian tidak usah histeris seperti itu."ujar Rosea saat melihat kedua sahabatnya sedang kelimpungan hanya karena dirinya yang mimisan.
Alaric mendekati Rosea dan menuntun gadis itu agar duduk di sofa. Dia menyuruh Darren untuk duduk di sebelahnya dan meminta maaf kepada Rosea.
"Apa kau sakit karena kelelahan membereskan kekacauan yang telah kami buat,My Rose?"tanya Alaric dengan ekspresi polosnya.
"Atau kau sakit karena menjadi sekretarisku,My Rose?"giliran Darren yang bertanya.
Iris mata Rosea bergulis malas menatap kedua pria tampan di depannya yang sedang menunjukkan ekspresi sedih.
"Jika kau sakit kami jadi lebih sulit untuk melepasmu pergi,"ujar Alaric dengan mata berkaca-kaca hampir menangis.
"Bukankah kalian terlalu berlebihan? Aku hanya mimisan,bukan terkena kanker dan sejenisnya!"cibir Rosea.