Chereads / SUPRANATURAL / Chapter 3 - Chapter 2 - Sejarah

Chapter 3 - Chapter 2 - Sejarah

Aku terbangun pada sebuah ranjang kayu tua di dalam sebuah kamar, dengan cahaya yang sedikit redup dan berwarna kuning karena penerangan tradisional sebagai satu – satunya cahaya di dalam kamar yang menurutku begitu luas ini. Dinding – dinding kamar yang terbuat dari kayu yang berukir dengan ukir – ukiran aneh di setiap sudutnya membuat seolah – olah kamar ini bernuansa horror dan mencekam. Terdapat juga beberapa lukisan barong yang menempel rapi di setiap dinding, dan lemari tua lapuk yang berisikan beberapa macam kendi. Aku berusaha mengambil nafas dalam – dalam, dan mencoba kembali mengingat – ingat semua yang baru saja kualami. Aku tersadar bahwa sudah berada di dalam rumah orang yang menakutkan itu, aku memberanikan diri turun dari ranjang tua ini, dan berjalan menuju pintu keluar kamar. Mencoba untuk mencari orang yang menakutkan itu, mencari tahu apa yang sebenarnya telah terjadi padaku.

Begitu keluar kamar aku disambut oleh ruang tamu dengan kursi bambu dan meja bambu sebagai interior ruangan, dan lagi – lagi hanya diterangi oleh lampu tradisional. Disudut ruang tamu dekat jendela kudapati lemari buku yang berisi banyak sekali buku – buku yang berserakan tak beraturan. Aku mendengar bunyi sendok yang sedang diaduk di dalam sebuah gelas kaca dari arah ruangan di belakang, dan mencium aroma kopi hitam yang sangat pekat.

" Kamu sudah bangun, Nak.... ?" Tanya orang tersebut, sembari berjalan ke arah kursi bambu di ruang tamu, dan duduk diatasnya.

Aku melihat kembali orang ini, orang tinggi besar dan rambut gondrong ikal yang menyeramkan.

" Kemari.... ini kopinya sudah saya siapkan Nak...." kata orang tersebut sembari mengarahkan tangannya ke arah kursi bambu yang ada di depannya, mengajakdiriku untuk ikut duduk.

Aku memberanikan diri, dan duduk tepat di depan nya, hanya dibatasi oleh sebuah meja bambu kecil yang sudah ada dua gelas kopi di atasnya.

" Aku boleh meminumnya ?" tanyaku, padanya.

" Tentu saja, ini kubuatkan untuk mu juga..." katanya sembari tersenyum.

Aku mengambil kopi tersebut dan mencoba untuk meniup – niupkan nafas kecil ke arah kopi itu, dan mencoba untuk meminumnya. Kopi nya sangat terasa pekat dan pahit, sampai – sampai aku mengernyitkan alisku karena pahit sekali.

" Pahit ? Hahahaha...." dia bertanya sembari tertawa besar.

" Aku sangat tidak suka dengan gula, kamu tahu nak ? itu akan membawamu semakin dekat dengan kematian...." kata orang itu memberitahuku.

Aku menaruh gelas kopi tersebut ke atas meja bambu dan memberanikan diri memasang wajah serius menatap orang tersebut.

" Apa yang sedang terjadi padaku ?" tanyaku, langsung ke topik pembahasan.

Aku ingin ini semua cepat selesai, dan aku bisa kembali pulang bertemu dengan ibu dan teman – temanku, menjalani kehidupan normal seperti biasa.

" Apa memangnya yang sudah terjadi ?" tanya nya kembali.

" Aku... Aku tiba – tiba saja mengalami hari – hari yang buruk, aku bahkan melihat hal – hal yang aneh beberapa hari belakangan ini. Aku... Aku..."

" Pelan – pelan saja, saya sudah mengerti apa maksud pembicaraan ini Nak..." katanya memutus perkataanku.

" Aku yakin, cepat atau lambat kamu pasti datang untuk menemuiku.... kamu pasti akan mencari tahu jawaban atas semua kegilaan ini bukan ? Hahahaha..." katanya sembari tertawa.

" Apa yang lucu ?!" tanyaku kesal

" Semua anak baru pasti selalu saja seperti itu...Hahahaha...." katanya sembari berdiri ke arah lemari buku, membuka lemari berdebu tersebut, dan seperti mencari – cari sesuatu di dalamnya.

Aku masih memandanginya heran sembari duduk, kemudian dia berbalik arah menghadapiku sembari berdiri, menatapku sembari tersenyum yang tidak enak. Senyum jahat!

" Ini..." katanya sembari memberikanku sebuah foto yang dibingkai dengan bingkai yang juga terbuat dari bambu, tetapi terdapat ukiran – ukiran yang aneh juga.

Kuterima bingkai tersebut, dan mencoba untuk melihatnya... kucermati satu – persatu orang – orang yang ada di dalam foto tersebut. Lima orang dewasa, dan satu anak kecil yang sedang digendong oleh seorang wanita. Aku melihat wajah – wajah orang tersebut dan secara spontan aku sangat terkejut, aku melihat ayah di dalam sana. Dia berdiri tepat di tengah – tengah kumpulan orang tersebut. Tersenyum, dan melipatkan kedua tangannya di depan dadanya sebagai pose saat berfoto. Ya... pose andalan ayah ketika hendak diambil foto. Secara tidak sadar aku meneteskan air mataku di atas foto tersebut.

" Apa kamu melihatnya ? Fotoku yang disana, aku yang paling tinggi bukan ? hahahaha....." katanya sembari tertawa senang, dan duduk kembali di kursi yang berada tepat di hadapanku.

" Apanya yang lucu ? aku tidak sedang bercanda saat ini....apa yang bisa membuatmu selalu tertawa di atas kesedihan orang lain ?" tanyaku sambil menangis.

" Aku sedang menghiburmu nak, apa kamu tidak terhibur ?" tanya nya

" Kamu menyeramkan...! kamu orang aneh yang menyeramkan...!" teriak ku.

" Hahahahaa...Menyeramkan ? Hahahahaha.... kamu bilang bahwa aku menyeramkan ?" tanya orang tersebut dengan suara tertawa yang semakin besar, seolah – olah memenuhi telingaku dan membuatku hingga menutup telinga kanan dan kiriku dengan tanganku.

" Hentikaaaaaannn.....!!! Tolong hentikan tertawamu...!!!" Teriak ku.

Beberapa saat wajahnya kembali serius, dan menatap wajahku dengan tatapan tajam. Dia berdiam diri dan tersenyum kembali, mencoba mengambil kopi yang ada di atas meja bambu dan meminumnya.

" Ah.... kopi hitam kental tanpa gula memang yang terbaik..." katanya lagi memuji kopi buatannya sendiri.

Aku merasa aneh dengan dirinya, segala sesuatu yang buruk menurutku ada pada dirinya. Dia sangat menakutkan, dia aneh, memiliki suara yang sangat keras, dan bertingkah semaunya...

" Sebenarnya, apa hubungan anda dengan ayahku ? Sebenarnya, anda ini siapa ?" tanyaku memberanikan diri untuk ikut serius juga.

" Aku dan ayahmu sudah sangat lama sekali kenal, dari sebelum ayahmu menikah dengan ibumu, sampai ada kamu." Katanya menjelaskan.

" Lalu, kenapa anda bisa kenal dengan ayahku ?" tanyaku kembali.

" Ayahmu dulu adalah orang yang sangat hebat, nak Bas..." katanya memberitahuku.

" Hebat bagaimana ? apa yang sebenarnya kalian kerjakan dulu ? dan apa ada hubungannya dengan yang sudah aku lalui kemarin – kemarin ini ? dan... dan apa yang kalian lakukan sebenarnya dulu kala ?" tanyaku bertubi – tubi.

Rasa penasaranku sangat besar, aku ingin sekali sebuah jawaban yang menenangkan. Aku ingin jawaban yang tepat untuk semua yang sudah kulalui. Ini sangat berat bagiku, dan aku tidak sanggup lagi jika memang harus terus menerus masuk ke dalam dunia yang aneh ini melihat hal – hal yang mengerikan.

" Dulu, aku dan ayahmu adalah satu rekan kerja... Ah, tidak... kami yang ada di foto tersebut adalah satu rekan kerja..." katanya pelan, sembari menunjuk foto yang sudah kuletakkan di atas meja bambu.

" kerja apa ? Dukun ?!" kataku agak meninggikan suara.

" Hahahaha....satu – satunya dukun yang ada di foto tersebut itu adalah aku nak." Kata orang tersebut tertawa.

" Lalu... yang lain ?" tanyaku kembali.

" Selamat datang di dunia dimana tidak sembarang orang tahu nak.. Dunia yang kelam..." katanya lagi

" Kelam ?" aku bertanya sembari mengernyitkan alisku ke atas.

" Seperti yang kamu tahu nak, di dunia ini kita tidak hidup sendirian... ada binatang, tumbuhan, manusia, dan makhluk lainnya..." katanya sembari menghidupkan rokok lintingan yang sudah ada di meja bambu sejak dari tadi.

" Makhluk lainnya itu biasanya disebut oleh orang – orang biasa pada umumnya seperti hantu, setan, jin, iblis..." sambungnya lagi, dan meniupkan asap rokok ke arahku.

" Ya... Ya... anggap saja aku sudah melihat beberapanya belakangan ini..." kataku sambil menghindar dari kepulan asap yang disemburkannya ke arahku.

" Kamu tahu nak ? dibelakang semua itu ada beberapa makhluk yang berencana untuk menguasai..."

" Menguasai dunia ? hahaha... lucu sekali, ini sama seperti di film – film yang pernah ada." Kataku agak mengejek dan memotong perkataannya.

" Manusia..." katanya pelan.

" Manusia ?" tanyaku semakin penasaran.

" Sifat alami iblis nak, dia tidak menginginkan hal seperti harta, tahta ataupun dunia. Mereka hanya menginginkan manusia untuk menjadi pengikutnya. Mereka hanya ingin membuktikan, bahwa anak cucu Adam ini lebih rendah derajatnya daripada mereka... Mereka hanya ingin agar semua manusia memasuki neraka yang sama..." katanya menjelaskan dengan serius sekarang.

" Ini tidak masuk akal...." kataku pelan.

" Lalu apa hubungannya dengan kalian semua?" tanyaku kembali.

" Ini adalah cerita lama nak, jika kamu adalah seorang anak yang patuh dengan agama-mu, maka kamu pasti tahu, jika iblis dari awal sudah tidak pernah mau tunduk dengan manusia. Iblis berpikir bahwa dialah ciptaan –Nya yang paling sempurna, dan tidak ada yang lain...Oleh sebab itu, dari jaman dahulu, ada sekumpulan manusia di dunia ini yang membentuk kelompok untuk memerangi iblis dan para pengikutnya..." katanya memberitahuku.

Aku terdiam, kali ini mataku terpaku pada orang tersebut, mendengar dan mencoba mencermati apa yang dikatakannya.

" Lalu...?" tanyaku kepadanya agar dia segera menyambung ceritanya kembali.

" Lalu, kelompok tersebut berdiri hingga sekarang, dan salah satu orang – orang tersebut adalah kami nak... kamilah generasi penerus dari orang – orang dahulu yang membuat kelompok tersebut, dan kami yang ada di foto yang sudah aku tunjukkan padamu itulah perwakilan dari negara ini..." kata orang mengerikan tersebut.

" Kenapa ?" kenapa bisa kalian ? kenapa ayahku juga ikut termasuk dalam orang yang memerangi iblis tersebut ?" tanyaku kembali.

" Sudah kubilang padamu, satu – satunya dukun atau paranormal di foto tersebut adalah aku... sisanya... adalah orang – orang yang memang sudah memiliki bakat khusus murni dari lahir. Murni pemberian Tuhan untuk memerangi iblis tersebut. Ya,,, dan aku merasa bahwa kamu memiliki bakat turunan dari ayahmu, hanya saja..." kata – katanya terhenti dan dia diam sejenak.

" Hanya saja apa ?" kataku bertanya.

" Hanya saja semua bakatmu baru terbuka, ketika ayahmu meninggal dunia...Hahahaha..." dia tertawa terbahak – bahak

" Apa yang lucu ?!" kataku agak sedikit membentak.

" Tentu saja lucu nak.... kamu sangat telat membuka bakatmu itu. Apa kamu tahu ? jika saja kamu sudah bisa menggunakan bakatmu itu dari dulu, mungkin ayahmu masih belum mati..." katanya menatapku sinis.

Aku terkejut bukan main ketika dia berbicara seperti itu, emosiku tiba – tiba naik dan rasanya ingin sekali aku memukul orang tersebut.

" Apa maksudmu ?!" kataku sembari memukul meja bambu yang ada di depanku.

" Hahahaha... apakah kamu pikir ayahmu bisa mati semudah itu ? kecelakaan ketika mengendarai mobil ? Ayahmu adalah orang yang bisa dibilang hebat dulu itu... dan kematian ayahmu itu karena dibunuh oleh seseorang... hahahaha" katanya dengan suara yang keras dan tawa yang terbahak – bahak.

" Diam !!! tahu apa kamu tentang kematian ayahku ? berani – beraninya kamu berbicara seperti itu di depanku !" kataku yang tiba – tiba saja berani mengangkat kerah baju orang tersebut karena emosi yang sangat tidak bisa kutahan.

"Kamu !!! Hentikan omong kosong ini... yang kucari darimu adalah jawaban kenapa aku bisa melalui hari – hari burukku belakangan ini, dan bukan cerita tentang kematian ayahku !" kataku sambil melepas kerah baju orang tersebut, dan mencoba menjauhinya...

" Ini semua adalah omong kosong, imajinasi belaka orang – orang tua, di jaman modern seperti ini, tidak ada lagi hal – hal aneh seeperti itu..." kataku memelankan suara.

" Aku pergi, tidak ada gunanya aku terus bertahan disini... bisa – bisa aku tertular penyakit kejiawaanmu itu !" kataku sembari mengejek, dan mencoba untuk meninggalkan rumah orang tersebut.

Aku keluar dari rumah orang tersebut, dengan perasaan yang tidak karuan, benci, marah, penasaran, takut, semua menjadi satu seakan – akan malah memperburuk perasaanku yang awalnya hanya penasaran dan takut saja karena beberapa hari belakangan.

Aku berjalan menjauh, ke arah dimana mobilku terparkir di dekat sebuah pohon bambu, menoleh ke belakang sebentar sembari kulihat orang tersebut. Dia berdiri di depan pintu rumahnya, menatap diriku sambil tersenyum lebar, dan aku balas dengan wajah paling memuakkan dan tatapan yang paling tidak mengenakkan.

" Bruuukkkkk..." tiba – tiba aku terjatuh dengan posisi duduk, seperti menabrak seseorang karena aku tidak melihat arah depan sewaktu berjalan.

" Hmmmmm... ?" gumam orang tersebut sembari melihat diriku yang terjatuh tepat di bawahnya.

Aku mendongakkan kepalaku ke atas dan melihat sosok wanita yang cantik memakai gaun kebaya, dan kain batik sebagai penutup bawahannya. Aku terpukau beberapa saat, diam melihat dan memperhatikan wajahnya, dan mencoba untuk berdiri. Kini aku berada tepat di depannya persis, hanya berjarak kurang dari satu meter, sangat dekat, dan wanita itu tingginya sama sepertiku. Rambutnya rapi menggunakan sanggul model dulu dan lipstik tipis di bibirnya. Aku tersenyum seadanya dan mencoba untuk berjalan melewati wanita itu.

" Buuuuukkkhhhhh..." suara tinjuan wanita itu tepat mengenai perutku yang memang sedang kosong.

" Arghhhhh.... Arghhhhh...." aku menjerit kesakitan. Sangat sakit, dan aku terpental sangat jauh hingga tepat di depan rumah orang tinggi besar itu lagi.

Mataku langsung berkunang – kunang dan memuntahkan cairan putih dari mulutku, aku tidak bisa mengontrol tubuhku yang merasa sangat nyeri dibagian perut dan tidak hilang – hilang sakitnya.

" Aku merasakan aura si Banna Adrian... oleh sebab itu aku langsung kemari." Katanya sambil berjalan mendekat ke arahku dan tiba di depan tubuhku yang masih tergeletak dan berguling – guling menahan rasa sakit yang tak karuan rasanya.

" Ternyata... hanya seorang bocah kurang ajar yang berani – beraninya tersenyum kepadaku dengan senyuman yang tidak manis..." katanya sembari memandang ke arah bawah melihat tubuhku yang masih berguling – guling tidak karuan.

" Duaaaak..." suara kepalaku yang terinjak oleh kaki sebelah kanan wanita itu.

Tubuhku langsung terhenti, serasa ada darah mengalir melalui pelipis kepalaku yang masih di injak oleh wanita itu. Kakinya terasa sangat berat dan aku melemas, pandangan mataku kabur, dan aku merasa sakit yang bahkan belum pernah aku rasakan selama hidupku ini.

" Apakah sakit bocah kurang ajar ?" tanya wanita itu pelan dengan kaki yang masih menginjak kepalaku.

Aku tidak dapat melihat lagi, semuanya terasa gelap dan aku tidak sadarkan diri lagi... untuk yang kedua kalinya.

Aku terbangun di sebuah kamar yang sama, perutku terasa sakit sekali, dan kepalaku terasa nyeri. Aku mencoba meraba pusat nyeri itu, dan menemukan luka di sekitar pelipis kiri ku. Masih baru, dan terasa sakit ketika disentuh. Waktu sudah menunjukan pukul dua pagi, aku mendengar suara dua orang sedang mengobrol di depan kamar ini. Mencoba bangkit, menjejakkan kaki ke lantai, dan seketika terjatuh. Tiba – tiba mual terasa sangat parah, dan aku memuntahkan air dari dalam tubuhku. Tubuhkku sangat lemas, dan kaki ini seperti tidak sanggup menopang berat badanku. Tiba – tiba terdengar suara pintu kamar ini terbuka, dan aku melihat pria besar itu melihat tubuhku yang terjatuh.

" Sudah bangun Nak ?" tanya nya.

" Tolong aku, rasanya sakit sekali, dan sangat mual..." kataku lemas.

Aku melihat pria besar itu memegang sebuah gelas, dengan kepulan asap yang keluar dari dalamnya.

" Ini... coba minum ini Nak..." katanya.

Dia mencoba membuatku terduduk dan memberikan gelas itu kepadaku, kulihat warnanya seperti teh yang diseduh, dan aromanya seperti wangi melati. Aku mengambil gelas itu, dan mencoba meneguknya sedikit demi sedikit. Terasa hambar, tapi rasanya sangat menenangkan.

" Bagaimana ?" tanya orang tersebut.

Aku mencoba berdiri, dan normal seperti biasa, rasa sakit dan mual yang barusan saja kualami seperti lenyap begitu saja. Kepalaku terasa ringan, dan rasa sakit di bekas luka di kepalaku menghilang.

" Tapi... Tapi tadi aku..."

" Ini sengaja diramu oleh Nyai Kunti untukmu, dia ahli dalam meracik obat – obatan tradisional." Katanya memotong pembicaraanku.

" Nyai Kunti ?" tanyaku heran.

" Iya wanita cantik yang kamu temui di depan tadi, dan mengahajarmu sampai babak belur hingga pingsan. Namanya adalah Kunti... Kamu bisa memanggilnya Nyai Kunti."

Pria besar tersebut berjalan ke arah pintu, dan mengisyaratkan tangannya agar aku lekas keluar dari kamar. Aku menggelengkan kepalaku, menolak untuk keluar dari kamar ini. Sekarang, ketakutanku beralih ke wanita yang berada di depan kamar ini.

" Tidak apa – apa... dia bukan wanita yang jahat.." katanya membujukku.

Aku mencoba berjalan perlahan menuju ke arah pintu keluar, menengok sebentar suasana di luar kamar sebentar, dan kudapati wanita itu sedang duduk di kursi bambu tepat di belakang jendela dengan anggun sembari meminum sesuatu yang aromanya seperti teh, tetapi terdapat bau pahit di dalamnya.

" Oh... sudah bangun...?" tanya wanita itu menoleh ke arahku yang mencoba berjalan mendekati kursi bambu yang berada di depannya.

" I... Iya...." kataku pelan.

" Bagus... Anaknya Banna Adrian tidak mungkin selemah itu.." katanya sembari tersenyum.

" Sebenarnya, anda sekalian itu siapa ? Apakah kamu juga memiliki kemampuan seperti itu ?" tanyaku mengarah kepada orang yang bernama Banyu Keling tersebut.

Kulihat mereka berdua saling bertukar tatap sebentar, dan pria besar tersebut tersenyum ke arahku.

" Aku ? Aku tidak bisa mementalkan seseorang dengan sangat jauh hanya dengan tangan kosong nak... Hahaha.." kata pria tersebut sambil tertawa.

" Apakah si Banyu belum menjelaskannya padamu ?" kata wanita itu menimpali kata – katanya.

Aku menatap wanita itu, wanita dengan paras yang cantik dan masih terlihat sangat muda dengan wajah khas jawa yang anggun. Memperhatikan wajahnya dengan seksama dan merasa pernah melihatnya sebelumnya.

" Benar... kamu tidak asing bukan ? Aku sudah menunjukkan foto tersebut padamu tadi. Namanya Kunti... Kamu bisa memanggilnya Nyai Kunti. Dia adalah satu – satunya wanita yang ada di foto yang sudah kamu lihat tadi." Kata pria besar tersebut.

" Kamu orang yang menggendong anak kecil di foto itu...?" kataku dengan nada pelan, tapi seolah tak percaya.

" Apakah aku terlihat awet muda ? aku seumuran dengan mereka semua lho Adrian..." kata wanita itu menyombongkan diri.

" Kami yang ada di foto tersebut memiliki kemampuan masing – masing dan tidak ada yang sama Nak... kebetulan Nyai Kunti ini juga ahli dalam meracik obat – obatan dan penawar tradisional..." kata pria tersebut.

" Aku lelah... aku mohon, hentikan semua omong kosong ini. Aku benar – benar tidak habis mengerti tentang semua ini..." aku berdiri lunglai menuju pintu keluar rumah ini.

Berjalan dengan lemas, melewati wanita yang bernama Nyai Kunti, yang sedang duduk di dekat pintu keluar tanpa melihatnya sedikitpun. Aku bahkan sudah tidak ingin melihat pria besar itu lagi. Bagiku sudah cukup untuk hari ini. Aku ingin pulang dan tertidur di kamarku sendiri dan melupakan semua ini pernah terjadi.

" Ayahmu..." tiba – tiba wanita itu bersuara pelan saat aku sudah berada di depan rumah ini.

" Ayahmu adalah orang yang sangat baik... dia pernah menolongku. Dia pernah menyelamatkan nyawaku sekali dan..."

Tiba – tiba wanita tersebut tidak melanjutkan kata – katanya. Aku yang penasaran mencoba menengok ke arah belakang dan tiba – tiba dia sudah tepat berada di belakang tubuhku.

" Aku tidak bisa menyelamatkannya...." suara parau dan tangisan pecah dari wanita tersebut.

Dia memelukku erat, dan sangat kencang. Aku merasakan air matanya menetes ke sela – sela pipinya dan membasahi bajuku. Aku terdiam sesaat, dan mencoba memahami apa yang sedang wanita ini rasakan. Dengan kata – katanya yang barusan tadi, aku sedikit paham bahwa wanita ini juga sangat kehilangan ayahku.

" Jadi... ?" kataku sambil berhati – hati menatapnya yang sudah melepas pelukannya terhadapku.

" Aku datang kesini karena Banyu Keling memanggilku dan aku mendapatkan kabar tidak enak jauh hari pada saat kematian ayahmu."

" Aku tahu siapa orang yang mencelakai ayahmu hingga meninggal..." tiba – tiba pria besar tersebut memotong kata – kata wanita itu, dan sudah berdiri di belakang kami.