Hari terus berganti, tidak terasa hari ini adalah hari terakhir Luna bisa menikmati kebebasannya. Besok, di tempat ini Luna akan mendengar langsung ijab qobul dimana ia akan di persunting oleh Rudy. Luna menatap taman pengantin yang sedang di hias itu dengan sendu, tiada lagi hal yang bisa ia perjuangkan sekarang.
Tiba-tiba suara seseorang mengalihkan perhatian Luna, suara yang sangat familiar dan sangat di ridukan olehnya.
"jangan murung gitu, lo keliatan jelek jadinya." celetuk Randy dengan kekehannya.
Luna menatap sinis Randy, lalu ia kembali menatap taman yang hampir siap itu.
"besok yah, kok berat sih rasanya melepas kebebasan ini?" gumam Luna sedih.
Randy terdiam, ia tidak bisa berkata apapun lagi. Ia pun merasakan sakit yang sama seperti Luna, tapi ia tidak bisa melakukan apapun untuk membatalkan pernikahan ini.
"semua akan berjalan sesuai dengan takdir yang disiapkan, kita hanya perlu menyiapkan hati untuk menerimanya." balas Randy dengan nada bergetar.
"yah, karna hanya itu yang bisa kita lakukan." tukas Luna.
Luna menatap Randy dalam, namun ia ikut tersenyum bersama Randy. Ya, mereka telah meneguhkan hati mereka untuk menerima kenyataan. Walau kenyataan itu begitu menyakitkan, namun cinta mereka akan memberikan kekuatan untuk tetap bertahan.
.
.
.
.
.
Randy berdiri bertumpu pada balkon kamarnya, ia menatap langit yang semakin lama semakin mendung. Seakan mengerti dengan apa yang ia rasakan, semakin lama semakin sesak rasanya.
"nyatanya cerita cinta itu gak selalu berakhir indah, seperti novel-novel yang sering Luna baca di aparteman. Buktinya cinta gw berakhir kayak gini, menyedihkan." gumam Randy dengan kekehannya.
Menyebut nama Luna, Randy kembali mengingat cintanya itu. Cinta yang penuh perjuangan dan pengorbanan.
"besok akhir kisah kita berdua Lun, semoga kau bahagia dengan kehidupan barumu bersama kak Rudy. Setidaknya aku akan datang sebagai adik ipar, atau mungkin temanmu." gumam Randy dalam, melupakan rasa sesak yang menguasai hatinya.
"arrgghhhhh" teriak Randy frustasi sambil mengacak kasar rambutnya.
Disisi lain, ada seorang gadis yang menatap dirinya di depan cermin. Melihat kenyataan yang tidak bisa di sembunyikan dari wajahnya, ia merindukan Randy. Tapi apalah daya, besok adalah hari pernikahannya dengan Rudy. Mana mungkin ia kabur menemui Randy, dan membatalkan pernikahan terencana ini.
"jika saja aku menolak, apa kita bisa tetap bersama Ran?" tanya Randy pada cermin yang memantulkan gambaran dirinya.
Air mata Luna kembali menetes, mengingat kisah cintanya yang berakhir begitu saja tanpa bisa ia nikmati lebih lama.
Luna berpindah menuju kasurnya, memeluk boneka beruang pemberian Randy saat 30 hari kebersamaan mereka. Luna menatap boneka itu penuh cinta, lalu sesaat kemudian tatapan sedihnya terlihat.
"kenapa hati ini sakit Ran? Kenapa hati ini gak mau terima jika kita sudah berpisah? Rasanya menyesakkan, dan sungguh menyiksa." keluh Luna pada boneka beruang di depannya.
Tidak ada siapapun yang bisa menjawab semua pertanyaan Luna, tidak Luna, hatinya, atau Randy sekalipun. Semua akan tetap sama, hubungan Luna dan Randy memang harus berakhir.
"besok aku menikah, apa pengorbanan cinta ini memang harus terjadi? Tapi kenapa rasanya sulit, meyakinkan hati jika ini yang terbaik." gumam Luna sendu.
Air matanya terus mengalir deras bagaikan anak sungai, dimana tujuan akhirnya ialah jatuh ke bawah. Lagi dan lagi Luna menangis, ia menumpah kembali emosinya yang terus di pendamnya.
.
.
.
.
.
Hari cerah yang indah, orang-orang yang bergaya cantik dan tampan terus berdatangan. Semua akan menyaksikan izab qobul yang akan di lakukan di halaman rumah luas ini, tamu undangan saling mengisi kursi saksi yang di sediakan.
Rudy masuk ke dalam kamar Randy lengkap dengan tuxedo putih dan jas hitamnya, terlihat tampan dan gagah. Randy yang melihat kakaknya itu datang hanya tersenyum tipis, ia kembali memilih pakaian yang cocok untuk di pakai.
"lo belom siap Ran?" tanya Rudy heran melihat Randy yang masih menggunakan handuk di pinggangnya.
"gw bingung pilih baju yang mana, lagi'an lo ngapain disini? Bentar lagi kan izab qobul di mulai, mending ke aula sono!" balas Randy sedikit sinis.
"bentar lagi, ya udah nih gw udah siapin baju buat lo. Di pake yah! Pake perasaan nih gw milihnya." jelas Rudy lalu meninggalkan sebuah box di kasur Randy, dan berlalu pergi.
Randy melirik box yang di bawa oleh kakaknya, lalu ia membuka box itu dan melihat isinya.
"wah, bagus juga selera lo bang. Udhalah, gw pake ini aja." gumam Randy kagum.
Ia mengenakan pakaian yang di berikan oleh Rudy, yaitu tuxedo hitam yang di lapisi jas putih yang sangat indah.
Sekali lagi Randy mematut dirinya di cermin, dan memastikan apakah ia sudah siap ke aula atau belum. Berkali-kali Randy menarik nafas menenangkan, akhirnya ia siap untuk melangkah.
Disisi lain seorang gadis lengkap dengan pakaian pengantinnya sedang dirias oleh beberapa orang, ia terlihat berbeda dari sebelumnya.
Luna, gadis itu terlihat sangat cantik. Namun satu kekurangannya, tidak ada senyuman disana yang tulus. Ia memang tersenyum, namun semua senyuman itu palsu. Dia memaksakan senyumnya agar terlihat baik-baik saja, dan semua orang disana tidak ada yang menyadarinya.
"wah kau cantik sekali, beruntungnya suamimu nanti mendapatkan gadis sepertimu." ungkap salaj seoranh perias kagum.
"terima kasih, kalian yang luar biasa meriasku sampai secantik ini." balas Luna dengan senyum tipisnya.
"tidak kok, kamu memang sudah cantik sebelum di make up. Kami hanya menambahkan, tidak sangka akan secantik ini." jawab perias itu kagum.
"sekali lagi terima kasih." balas Luna.
Acara akad nikah hanya akan di hadiri oleh calon suami, penghulu, dan saksi. Berhubung Luna tidak memiliki orang tua, jadi walinya akan di wakilkan oleh penghulu (wali hakim).
Rudy, Randy, dan ayah mereka sudah tiba di tempat izab qabul disana yang tertutupi tirai hitam. Sesuai aturan hanya para laki-laki yang ada disana, dan para perempuan menunggu di tempat lain.
Penghulu telah tiba, dan Rudy langsung menyambutnya. Melihat hal itu Randy merasa hatinya berdenyut, sesaat lagi gadisnya akan menjadi milik kakaknya sendiri. Memikirkan itu mata Randy kembali berkaca, namun ia menahannya sebisa mungkin.
"lo kok narik gw si bang?" tanya Randy bingung.
Rudy tersenyum, dan membiarkan Randy kesal padanya sesaat.
"ya maaf, kan sengaja" jawab Rudy yang dibalas tatapan tajam adiknya itu.
"gak lucu lo bang, dah ah gw cabut aja" tukas Randy kesal.
"kok pergi di Ran, lo yakin gak mau nyaksiin pernikahan ini?" tanya Rudy membuat langkah Randy terhenti.
Randy kembali berbalik dengan wajah yang di tekuk, ia tidak bisa pergi sekarang. Sesuatu yang amat penting akan terjadi, tidak mungkin ia meninggalkannya begitu saja.