Bastian mengunci pintu kamar Adelia, yang membuat istrinya itu ketakutan. Ia berbalik menatap istrinya memandangnya dengan tampang bingung. Ada apa ini?
"Kok… Ada apa? Kamu ngapain kesini?", Tanya Adelia bingung. Bastian tidak dapat memikirkan jawaban instan, karena memang ia tidak berencana sama sekali mengunjungi Adelia. Ini hanyalah sebuah dorongan impulsif ketika ia melihat Justin di bawah, seakan-akan ia ingin melindungi bentengnya yang akan diterjang pasukan berbahaya.
"Aku..aku… hemm.. aku denger kamu belum makan…", tutur Bastian dengan sikap cool. Adelia mengangguk-angguk. Bener sih, dia belum jadi makan malam. Lisa tadi menolak ketika diajak ke coles untuk membeli makanan atau sekedar mampir beli sandwich di subway.
"Tau dari mana?", Tanya Adelia penuh curiga. Bastian tercekat sebentar.
"Lisa…tadi ketemu di bawah", jawabnya. Adelia semakin bingung. Lisa baru saja dari kamarnya sekitar 10 menit yang lalu. Tapi ia tidak ingin mempermasalahkannya, kapan dimana dan bagaimana mereka bertemu. Ia Cuma mengangguk-angguk.
"Trus?", Tanya Adelia sambil melipat tangannya di dadanya. Bastian berjalan pelan ke arah meja belajar Adelia sambil terus memegang kantong belanjaan. Ia kemudian menyerahkan kantong berwarna hijau terang itu ke tangan Adelia.
"Jadinya aku tadi beli ini buat kamu. Aku pikir kamu mungkin butuh…hemmm buat makan malam…udah mau ujian, gak boleh telat makan donkkk", tutur Bastian ketika Istrinya itu menyambut kantong itu dengan perasaan bingung dan merogoh isinya. Ia kemudian duduk di kursi meja belajar Adelia. Istrinya itu meletakkan kantong belanjaan di meja belajar dan mulai membedah satu persatu isinya.
"Hemmm roti…?", tutur Adelia sambil mengeluarkan sebungkus roti gandung dari kantong belanjaan.
"Bagus untuk pencernaan dan siapa yang tidak suka roti?, Tanya Bastian sambil merentangkan tangannya yang kekar dengan senyum jahilnya.
"Literally ini roti gandung termurah di coles Bastian. Ini bahkan bukan merek favoritku. Dan dalam 2 hari lagi akan kadaluarsa. Kamu beli ini dimana? Di section diskon?", Tanya Adelia sambil mengeluarkan segalon susu ukuran 2 liter dari kantong belanja.
"Kamuuuu harus minum susu. Yesss susu bagus, Siapa tau kamu bisa bertambah tinggi sedikit", tutur Bastian jahil sambil menunjukkan jari jempol dan telunjuknya untuk mendemonstrasikan arti sedikit. Adelia melotot kea rah Bastian.
"Sialaaann! Aku guyur kamu ya pake ini! Mauuuu ya!", ancam Adelia sambil mencoba membuka 2 liter gallon susu itu. Tapi ia belum pernah membeli segalon susu, selama ini ia hanya membeli seliter susu untuk 3 hari. Tapi sepertinya tuan mantan atlit ini meminumnya seperti air putih. Adelia kesulitan membuka tutup gallon itu, sehingga ia hempaskan begitu saja susu ke meja belajarnya. Ia kembali merogoh kantong belanjaan.
"Steak domba? Yang bener aja. Bau mbeeekk ini!", kata Adelia sambil meletakkan dengan jijik sebongkah daging domba dengan tatakan stryrofoam dibalut dengan plastik bening ketat.
"Jiah itu di Jakarta mahal banget Del! Australian Lamb chop! Mayan disini kamu bisa puas-puasin makan ini nihhhh", Bastian menyambar steak itu. Steak domba memang kesukaannya, walau selama ini ia belum pernah berhasil membuat hidangan steak yang lezat dengan daging-daging itu selama di Australia.
"Ogahhh lagian ngapain kamu beli semua ini untuk aku? They're not even my favourite ( Mereka bahkan bukan kesukaanku!), apa coba yang bisa aku jadiin makan malam? Daaannn dannnn… dan apa ini cobaaaa???", Tanya Adelia sambil menyodorkan sebuah pisau cukur laki-laki yang ia keluarkan dari kantong belanjaan. Bastian berusaha menahan tawanya ketika Adelia mengeluarkan sebuah pisau cukur berwarna biru-hitam ke hadapan Bastian. Maksudnya, dari segala merek dan bentuk pisau cukur yang bisa dibeli seorang wanita, jelas-jelas pisau cukur itu bukan salah satunya! Tampang marah Adelia berubah menjadi kegelian melihat pisau cukur itu dan seakan meminta penjelasan kepada Bastian. Cowok itu kembali tergagap…
"I…itu, aku pernah liat…", jawabnya terpotong
"Pernah lihat kalau aku mencukur…", potong Adelia.
"Bukaann… maksudnya, hemm, aku pernah baca perempuan juga butuh di cukur…", jawabnya tanpa berfikir. Ia tidak menyangka pemilihan kosa kata dan penempatannya justru membuat suasana lebih canggung…
"Perempuan butuh… di cukur??", Tanya Adelia dengan wajah yang siap tertawa ngikik. Bastian menggaruk kepalanya. Akhirnya ia memutuskan untuk menyambar pisau cukur itu.
"Ini belanjaan aku, mungkin gak sengaja masuk ke sini", jawab Bastian sambil memasukkan pisau cukur itu ke dalam kantong celananya. Adelia kembali merogoh kantong belanjaan itu dan mengeluarkan barang terakhir. Seperempat sisir pisang.
"Buah kesukaan kamu, bener kan?", Tanya Bastian sok tau sambil berputar di kursi belajar Adelia. Istrinya itu terdiam dan memasukkan kembali pisang itu ke dalam kantong belanjaan.
"No Bastian, pisang itu bukan buah kesukaanku. Masak kamu lupa? Kita udah bersama sejak kecil, kok kamu gak inget sih?", Tanya Adelia dengan wajah datar dan hati terluka.
"Kan kita gak terlalu dekat akhir-akhir ini", Bastian menjawab asal sambil melipat tangannya di dadanya dan meletakkan kaki kanannya di lutut kirinya, berusaha santai.
"Salah siapa kita gak dekat?!", Tanya Adelia penuh emosi. Fikirannya kembali melayang ke masa-masa dimana Bastian mengerjainya ketika mereka SMP, mengacuhkankan ketika mereka SMA dan berpura-pura tidak pernah saling mengenal ketika mereka kuliah di Jakarta. Ya memang mereka sudah tidak dekat 10 tahun terakhir ini!
"Hah maksud kamu apa?", Tanya Bastian pura-pura tidak mengerti. Adelia berusaha untuk mengendalikan emosinya karena ia sungguh tidak ingin membahas soal itu sekarang.
"Nevermind. Sekarang gini deh, kamu peduli kan soal kesehatan aku? Kamu perduli kalo aku belum makan atau enggak kan? Ya udah sekarang kasih aku makan. Gak ada yang bisa aku olah dari semua ini. Ayo kita ke coles dan beliin aku makan!", perintah Adelia sambil berusaha menyambar tas dan HP miliknya. Bastian panik! Ia melongok ke jam di pergelangan kirinya dan menyadari sesuatu. Mungkin saja Justin dan Lisa masih ada di bawah. Jangan sampai Adelia bertemu dengan mereka.
Bastian menangkap pergelangan tangan Adelia, dan menatap mata gadis itu dengan penuh pengharapan.
"Ok ok ok, sebelum pergi, bikinin aku teh dulu donk…", pintanya. Adelia menghempaskan tangan Bastian dan mundur selangkah.
"Ogah, aku uda laperrr!", katanya sambil terus melangkah menuju pintu keluar. Bastian lebih sigap, dan dengan refleks dan tangan dan kaki panjangnya, ia melangkah dan menangkap tubuh Adelia. Istrinya itu tampak terkejut luar biasa ketika Bastian memeluknya dari belakang. Sekejap saja, jantungnya langsung berhenti berdetak dan nafasnya sesak. Apa-apaan Bastian!
"Adelia….Adeliaa….", Bastian setengah berbisik di telinga sang istri. Adelia tidak mampu bergerak. Ia memejamkan matanya dengan lembut dan entah kenapa menyesap seluruh perasaan yang berkecamuk di perut dan dadanya. Ingin rasanya kedua tangan kecil itu balas memeluk tangan Bastian yang tengan melingkar di tubuhnya namun ia terlalu gengsi. Plis, setidaknya biarkan momen ini berlangsung sedikit lebih lama, gumam Adelia.
Bastian membenamkan wajahnya ke kepala Adelia sehingga ia dapat menyesap aroma shampoo istrinya itu. Ada banyak hal yang ingin ia katakan dengan lembut ke telinga Adelia. Betapa ia rindu, betapa ia menyesal telah menyakiti hatinya, betapa ia ingin momen seperti ini terjadi 24 jam dalam satu hari hidupnya. Begitu leganya Bastian dapat merengkuh Adelia, namun yang terucap dari mulutnya justru…
"Shampo kita kayaknya mereknya sama deh…" bisiknya jahil di telinga Adelia. Mata Adelia seketika terbuka, seakan kata-kata Bastian membuyarkan suasana indah yang sedang ia nikmati. Adelia lantas melepaskan dengan paksa pelukan Bastian dan menatapnya tajam penuh kesal. Bastian justru memasang senyum jahil dengan mata setengah terpicing, seakan menggodanya. Adelia melemparkan HP dan tas kecil ke kasur dan berjalan keluar. Bastian tidak kuatir, pastilah Adelia akan membawakannya secangkir Teh. Setidaknya itu akan mengulur waktu agar mereka tidak usah terlalu cepat turun.
Dua menit kemudian, Adelia muncul dengan sebotol bir. Ia menyodorkan botol bir dingin itu ke tangan Bastian dengan tampang marah. Dengan tidak percaya, Bastian menerima botol itu dan menatap Adelia.
"Kamu suruh aku minum ini? Dengan perut kosong? Mau aku mabok apa?", Tanya Bastian bingung. Adelia mendongakkan wajahnya keatas menatap Bastian, seakan menantangnya. Ia berkacak pinggang.
"Iyes, bikin teh kelamaan. Ini yang ada di kulkas punya Marvin. Minum cepetaaannn aku udah laparrrr", pinta Adelia tidak sabar. Ia langsung memasukkan HP ke dalam tas kecilnya dan menyelempangkannya dengan asal di pundah. Dandanan Adelia cukup pantas. Hoodie hitam, celana jogging hitam dan rambut yang ia cepol asal-asalan. Lagian siapa juga yang akan melihat ia malam ini? Toh mereka Cuma akan ke coles.
Bastian meneguk pelan bir itu, sehingga isinya tinggal setengah.
"Cepetaaannnn", perintah Adelia yang membuat Bastian melotot dan menghentikan minumnya.
"Kalo kecepetan ntar aku mabokkkk. Nanti sempoyongan ke coless!!!", protes Bastian. Adelia kemudian menyambar botol bir itu dan menghabiskan isinya dengan secepat kilat.
"Adeelll stoppp nanti kamu…"
"Udah habisss yok, kita pergi!", kata Adelia sambil meletakkan botol bir itu di meja dan menggandeng tangan Bastian menuju pintu keluar. Eh tunggu dulu, ia menggandeng tangan Bastian? Adelia berpura-pura tidak perduli dan terus saja menggiring suaminya itu keluar dari flat. Untuk saat ini, ia tidak perduli bila Maretha memergoki mereka. Lagian bukan ia yang pelakor di sini kan? Bastian tersenyum penuh kemenangan melihat perlakukan Adelia. Kalaupun nanti mereka bertemu Justin dan Lisa, hatinya entah kenapa sudah merasa lebih tenang.
Ketika mereka sudah sampai di lantai dasar, Adelia melepaskan genggaman tangan Bastian dan memasukkan kedua tangannya ke kantong baju hoddienya. Ia berjalan pasti ke arah coles seakan meninggalkan suaminya. Bastian yang sempat tertinggal di belakang, berusaha mengimbangi langkah Adelia dengan kaki panjangnya. Sampai saat ini, Justin dan Lisa belum terlihat, baguslah.
Ketika mereka akan menyeberang jalan, keduanya mulai merasakan pusing melanda kepala mereka. Sepertinya alkohol yang mereka teguk terlalu cepat, mulai membuat kepala mereka pusing. Apalagi mereka tadi meneguknya dengan perut yang kosong. Bastian secepat kilat menyambar tangan Adelia, ia kuatir gadis itu menyebrang sembarangan dalam keadaan gelap.
"Jangan sampai istriku di ambil orang", bisiknya menggoda kepada Adelia sambil mengedipkan salah satu matanya. Istrinya itu tampak kesal dan berusaha melepaskan genggaman tangan itu. Bastian justru semakin menguatkan genggamannya, dan memasukkan kedua tangan mereka ke dalam salah satu kantong jaket Bastian.
"Ssttt, tangan kamu mulai beku. Udah ikutin aku dan ayo nyebrang", bisik Bastian lagi. Adelia kali ini tidak ingin memberontak. Bastian benar…tangannya kini menghangat. Tidak saja tangan, kini bahkan hatinya ikut menghangat. Ia melihat bagaimana lembut suaminya itu menuntun mereka menyebrangi jalanan menuju kompleks coles. Setelah itupun, Bastian belum ingin melepaskan tangan Adelia. Mereka berjalan seperti sepasang kekasih yang mencari kudapan malam.
"Subway, atau Waterford?", Tanya Bastian sambil menunjuk restoran sandwich andalannya, atau bar yang biasa mereka pergi untuk karaoke. Adelia enggan makan sandwich malam itu, secara dalam minggu ini saja sudah 3 kali ia beli untuk makan siang atau makan malam. Waterford terlihat begitu suram dan berisik untuk makan malam. Ia membutuhkan suatu makanan yang enak, meriah dan Cuma bisa bayar pakai uang tunai.
"Chinese restaurant!", pekik Adelia sambil menunjuk sebuah restoran masakan Chinese yang terletak di ujung kompleks. Bastian bergidik melihatnya. Entah sudah berapa kali Bastian ingin sekali berkunjung ke situ, namun enggan ketika melihat begitu ramai dan sempitnya tempat itu. Pernah suatu kali salah satu teman serumahnya membawakan lauk dari restoran itu, kepala Bastian pusing dengan begitu banyak msg yang ia makan. Ingin rasanya ia menyetir dan membawa Adelia ke chinese restaurant yang lain. Tapi…
Dan disinilah mereka, duduk bersebelahan di sebuah meja bulat yang besar untuk 8 orang. Mereka harus berbagi meja dengan beberapa pelajar yang lain karena begitu terbatasnya kursi. Tidak saja tempat itu begitu sempit, ramai dan gaduh, Bastian juga tidak begitu nyaman harus makan dengan orang asing dalam satu meja. Tapi yang jelas restoran itu bisa berhemat tidak perlu menyediakan penghangat ruangan karena suasananya sendiri sudah begitu panas. Aura panas dari dapur yang sempit, menghembuskan hawa panas ke tengah restoran. Bastian tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan para koki di dalam dapur yang sempit itu.
"Tumis kangkung dan ikan panggang? Ya ampun Del gak ada menu lain apa? Tiap hari juga bisa makan ini…", ejek Bastian sambil menyumpit kangkung ke atas nasi goreng ikan asinnya.
"Dari pada kamu? Siapa juga yang makan nasi goreng pake kangkung. Eh ternyata pak Bastian suka kangkung juga yah. Ya iyalah di Jakarta bisa makan sayur bayem ama tumis kangkung tiap hari. Disini kalo mau makan ginian, perjuang banget. Magerr tauuuu. Beli kangkung, motong cabe, motong bawang, tumis-tumis…", celoteh Adelia sambil mencungkil daging ikan dan meletakkannya di piring.
"Jadi nanti kalau kita tinggal serumah, apa yang mau kamu masakin untuk aku?", Tanya Bastian kepada Adelia.
"Ya tergantung apa yang akan kamu masakin untuk aku? Kita, akan menjadi pasangan yang sejajar. Hari ini aku beberes, nanti ada saatnya kamu beberes. Begitu juga dengan masak, hari ini aku, besok kamu." Jawab Adelia sambil mulai lahap memakan nasinya.
"Hemm, sama dengan mencuci baju ya. Walau aku belum pernah sih mencuci pakaian dalam wanita…", tutur Bastian sambil menatap kosong ke depan, seakan-akan ia sedang membayangkan aktifitas itu. Adelia kontan mencucuk tangan Bastian dengan sumpitnya.
"Ouccchhh ahahhahaha", ia tertawa menggoda istrinya.
"Aku juga gak ada rencana mau nyuci underwear kamu. Urusin underwear masing-masing.", protes Adelia sambil mengambil porsi besar kangkung menuju piringnya. Bastian kemudian memanggil pelayan dan memesan seporsi udang goreng mayones dan sepoci the bunga. Adelia memperhatikan dengan senyum terkembang.
"Tumben pak suami loyal. Pasti ada maunya nih", Tanya Adelia dengan manja. Ia menopang wajah mungilnya dengan salah satu tangannya menghadap Bastian.
"Iyah adaaaa. Malam ini aku nginep yaaakkkk", bisik Bastian ke telinga Adelia. Bisikan itu pelan dan biasa, tapi kata-katanya seakan menusuk kalbu Adelia. Ia menyikut pinggang Bastian dengan siku runcingnya.
"Ihhhhhh dasarrr!", pekik Adelia pelan, sambil melirik ke arah para pelanggan yang duduk dalam satu meja dengan mereka. Semoga saja tidak ada yang paham bahasa Indonesia.
"Lagian ini kan bayarnya pake kartu kredit papa kamuuuu", goda Bastian. Adelia tersenyum sumringah.
"He he he, disini Cuma terima tunai!", senyum licik Adelia terkembang sambil menunjuk kasir. Sebuah tulisan "cash only" terpampang jelas. Bastian panik, dan secara otomatis memeriksa dompetnya. Untung saja masih ada 200 dollar lebih disitu, lebih dari cukup untuk membayar makanan pada malam ini.
"Aman bebbb", kata Bastian sambil menepuk pelan kepala Adelia berulang-ulang dengan mesra. Tapi Adelia tahu, itu Cuma salah satu cara Bastian menggodanya. Sungguh akting yang terlalu di buat-buat Tapi siapa penontonnya? Pelanggan yang semeja dengannya sepertinya sudah selesai makan, dan mereka terlihat tidak ingin mengganggu keintiman Adelia dan Bastian. Secepat kilat mereka pun angkat kaki dari meja itu. Bastian justru merasa lega, sehingga ia bisa mengganggu istrinya lebih intens lagi.
"Persiapan ujian gimana?" Tanya Bastian. Adelia mengangkat bahunya.
"Stress. Padahal ini baru semester pertama di S2 ya. Masih ada dua semester lagi, huff", keluh Adelia sambil mengorak-arik makanannya yang tinggal sedikit. Ia menyisakan sedikit nasinya untuk udang goreng mayones.
"Huff sama donk. Setelah ini aku juga ada 2 semester lagi", kata Bastian sambil menyambar Udah goreng mayones yang baru saja di antarkan sang pelayan.
"Whattt! Bukannya kamu tinggal 1 semester lagi? Disini S2 kan Cuma 2 semester Tian! Kenapa kamu jadi 4 sih?", Tanya Adelia Panik. Bastian mengangkat bahunya dan kembali menyendokkan beberapa udang menuju piringnya sendiri.
"Mana aku tau, emang begitu programnya. Empat semester. Jadi ini baru semester kedua aku. Kenapa memangnya?", Tanya Bastian penuh selidik. Fikiran Adelia membuana. Ia mengira Bastian hanya tinggal 1 semester lagi tahun depan, sehingga ia hanya perlu tinggal 1 semester bersama sang suami dan ia bisa bebas menyelesaikan semester terakhir tanpanya. Ternyataa…..
"Napaaaa, mau usaha 1 semester bebas tanpaku? Party-party gak menentu? Hemm ogaaahhhh. Kalopun aku lulus sebelum kamuu, aku akan nungguin kamu sampai selesai! Mau kerja kek mau nganggur kek, mau jadi cleaning servis kek, Kita akan pulang bersama he he heeeee", tutur Bastian jahil. Adelia lemas memikirkannya.
"Bukannya kamu lebih baik cepet pulang dan mulai kerja? Papa-papa membutuhkan kamu loh", saran Adelia. Adelia mengerjapkan matanya berkali-kali seakan-akan itu membuat wajahnya tampak imut dan menggemaskan. Bastian menggeleng-geleng pelan.
"Kamu kira mereka bakal ngasih apa kita pisah-pisah begitu? Ya gak lah. Lagian….aku juga selalu ingin sama-sama dengan istriku kok…", tutur Bastian sambil merangkulkan lengannya ke pundak Adelia. Wajah mereka kini berjarak sangat dekat, sehingga Adelia mampu mencium wangi bawang putih dari mulut sang suami. Apa mereka berdua masih mabuk karena secercah alkohol tadi?
"Wah wah wahhhh mesra amat nih pengantin baru", tutur Lisa yang tiba-tiba muncul bersama Justin. Adelia tersentak menatap sang sahabat dengan perasaan yang berkecamuk.