Adelia, Malik dan Lisa berjalan masuk ke dalam flat 27 dengan hati yang riang. Setelah kenyang dengan roti lapis subway, mereka memutuskan untuk menyambung obrolan perdamaian mereka dengan minum teh di flat 27. Lisa menenteng roti lapis yang akan menjadi sarapan Lisa dan Adelia besok. Sangkin akrabnya mereka, Lisa memutuskan untuk sarapan bareng dengan Adelia besok di flatnya. Roti lapis akan di drop di flat 27 saja.
"Hello everyone!", sapa Lisa ramah kepada para penghuni flat 27 yang sedang berada di common room dan dapur. Ia menyapa dengan tangan yang ia lambaikan lebar-lebar. Suasana hati Lisa benar-benar membaik.
Tampak Gavin sedang menonton TV sambil memegang sebuah buku tebal. Sepertinya ia sedang berusaha belajar, tapi matanya terus-menerus menatap TV. Kotoko dan Diva tampak sedang duduk saling berdekatan di meja makan, tidak sedang mencoba memakan sesuatu. Sedangkan Maretha, ia baru saja meletakkan telepon flat kembali ke tempatnya. Sepertinya ia baru saja selesai melakukan panggilan telepon.
"Eh tumben dateng bertiga. Udah baikan?", tanya Maretha sok ramah kepada Adelia dan Lisa. Lisa yang tidak paham akan permusuhan Adelia dan Maretha, acuh menanggapinya.
"Yuk masuk yuuuukk, aku buatin teh deh", kata Adelia sambil melaju ke arah dapur dan menyapa Diva dan Kotoko yang sedang mamasang tampang kuatir. Hemm, memangnya ada apa? Malik dan Lisa langsung mengambil posisi dan duduk berhadap-hadapan dengan Diva dan Kotoko. Adelia dengan cekatan menyiapkan bahan dan peralatan yang dibutuhkan untuk membuat sepoci teh.
"Adelia....eehhhmm.... you got a call from Jakarta. We think it's your... mother (Adelia, kamu mendapat telfon dari Jakarta. Kami pikir, itu adalah mamamu)", kata Diva sambil meremas-remas tangannya. Kotoko juga tampak kuatir.
"Oh, I think my phone is running out of battery. I didn't realized it. What did my mother say? (Oh, aku rasa HP aku kehabisan baterai. AKu tidak menyadarinya. Apa yang dikatakan mamaku?)", tanya Adelia santai. Ia merebus air di kettle, dan manaruh beberapa sendok teh ke dalam poci andalannya. Kali ini, ia akan menggunakan gula merah.
"We...we dont know... because Maretha took the phone. She talked to your mother just now (Kami...kami tidak tahu, karena Maretha yang mengangkat telfonnya. Dia yang berbicara dengan mamamu baru saja)", kata Kotoko tampak sangat kuatir.
Semua yang ada di meja makan termasuk Adelia, langsung menatap Maretha yang masih berdiri di samping telfon flat. Ada perasaan yang mengkuatirkan di dalam hati Adelia. Pacar Bastian itu tersenyum sok ramah dan berjalan gontai ke arah meja makan.
"Oh iya bener, tadi mama kamu telfon. Siapa namanya? Cecilia Adnan?", tanya Maretha. Adelia mendelik menatap Maretha. Ia merasa, mungkin Maretha akan mengatakan hal-hal yang tidak seharusnya kepada mamanya itu. Sang mama hampir tidak pernah menelfon flat. Mungkin karena HP Adelia mati, dan beliau kuatir, karena itu ia mencoba menelpon di flat.
"Tadi beliau nanyain sih, kamu udah pulang kuliah atau belum..."kata Maretha santai sambil melipat tangan di dadanya. Adelia menahan nafasnya. Malik dan Lisa yang tidak bisa membaca situasi, bingung dengan keadaan yang mencekap.
"What did you tell her?", tanya Adelia geram.
"I told her that you must be outside, or sleeping out (Aku katakan kepadanya kalau kamu mungkin masi diluar, atau mungkin menginap)", katanya santai. Adelia mendadak pitam.
"How could you! Aku gak pernah nginap dimana-mana! Kamu kira aku bakal ada dimana, HAH!", hardik Adelia. Ia tiba-tiba melupakan air yang sudah mendidih, yang siap dimasukkan ke dalam pot teh.
Maretha terdiam... ia memasang mimik tersenyum.
"Kamu bilang apa lagi sama mamaku?", tanya Adelia curiga. Ia merasa, ada hal yang di sembunyikan Maretha.
"Aku bener-bener ngira kalau kamu sama si Justin itu udah baikan dan balikan. Jadi ya aku kira... erhhmm... kamu nginap di rumahnya", kata Maretha santai. Sontak Malik, Lisa, dan Adelia terkejut!
"Udah gila lu ya! Adelia mana pernah nginep di rumah gue!", kata Malik emosi. Ia tidak mau Lisa menjadi salah paham lagi.
"Oh, jadi elu tinggal bareng ama Justin ya? Ooo gue gak tau", kata Maretha lagi. Ia mulai panik. Ia tidak mengira akal-akalannya bakal terbongkar lebih cepat. Mana ia tahu kalau Justin ternyata tinggal bareng dengan Malik.
"Tapi lo gak bilang ama mama kalo aku nginep dirumah Justin kan?", tanya Adelia sambil menahan emosi. Ia menatap mata Maretha lekat-lekat. Kali ini, Lisa dan Malik juga ikut memelototinya. Maretha mendengus.
"Iya itu tadi, gue kira lo uda baikan ama dia. Makanya gue bilang ama nyokap lo, mungkin aja Adelia nginep dirumah pacarnya.
"Whattt!!!" Adelia berteriak histeris.
"Tapi nyokap lo kurang ajar juga ya! Masa dia nanya, apa lo nginep di rumah Bastian! Apa nyokap lo gak tau ya Bastian tu pacar gue! Emang dasar cewek jalang lu! Lu ngaku-ngaku apa ama nyokap lo sampe dia nanya begitu?" hardik Maretha.
"Trus lo bilang apa?", tanya Adelia sambil berusaha menurunkan intonasi nadanya. Ia memerosotkan tubuhnya untuk duduk di kursi yang terdekat dengan dirinya.
"Ya gue bilang aja, Bastian tu pacar gue. Ya elu nginepnya di rumah Justin lah!", kata Maretha dengan senyum penuh kemenangan.
Sontak Adelia memukul-mukul kepalanya dengan histeris. Dunianya sekarang seakan sudah runtuh. Kotoko, Diva dan Lisa langsung berdiri dan merampas tangan-tangan kecil Adelia.
"Adelia! What's wrong? Honey, stop it!", teriak Diva sambil berusaha menenangkan Adelia. Lisa berusaha untuk memeluk gadis itu yang mulai terguncang.
"Maretha, lu lancang banget sih! Bukan urusan lo si Adel mau nginep dimana, mau gak tidur, mau ngegembel! Lu urusan apa ngomong ama nyokap dia begitu?", teriak Malik emosi. Maretha yang tidak kalah emosi, lantas menurunkan lipatan tangannya dan mulai berkacak pinggang.
"Lebay banget lu pada. Gue cuma ngomong begitu juga. Paling juga nyokap lu bentar lagi telfon lagi. Makanya, charge tu HP!", jawab Maretha sambil memonyongkan bibirnya.
Adelia sontak berdiri dan menatap tajam ke arah Maretha.
"Lu gak tau, apa konsekuensi dari apa yang udah lo lakuin. Asal lo tau aja...", Adelia belum selesai mengatakan ancamannya kepada Maretha.
"Ting nong! Ting nong!", tiba-tiba ber berbunyi. Tampak Bastian dari pintu kaca sedang berdiri dengan paniknya. Ia menyuruh seseorang untuk segera membuka pintunya. Tampak Gavin yang dengan sigap membuka pintu, dan Bastian langsung berlari dengan panik, ke arah... Adelia.
"Del, kenapa mama kamu nelfon aku? Pas aku gak angkat, papa juga nelfon aku. Ini mereka juga WA aku dan bilang suruh nyari kamu dan hubungi mereka secepatnya. Ada apa Del? ADA APA?", tanya Bastian emosi. Adelia hanya menatap Bastian dengan tajam.
"Lu tanya aja noh ama pacar looo", kata Malik gemas.
"Eh diem lu bacot!", hardik Maretha ke arah Malik.
"Maretha, ada apa? Lo buat apa kali ini?", tanya Bastian pelan.
"Aduh kenapa sih pada lebay? Nothing serious Bastian. Tadi tuh nyokap si Adelia nelfon ke flat. Mungkin batre HP dia mati. Tadi tuh Adelia gak ada, gue gak tau dia lagi ada dimana. Ya...iseng aja gitu gue bilang mungkin dia lagi nginep di rumah temennya...gitu. Ternyata dia lagi pergi ama Lisa", jelas Maretha tanpa ada rasa bersalah. Bastian langsung melirik Adelia dan Lisa.
"Trus...", tanya cowok itu.
"Tapi cewek kurang aja ini, ngomong ke mamak si Adelia, kalo dia nginap di rumah Justin!", kata Lisa. Bastian kontan tampak marah dan mengepalkan kedua tangannya. Maretha memperhatikannya.
"Apa! Ngapain lo ngomong begitu!",bentak Bastian. Maretha kontan kaget.
"Kenapa kamu yang emosi? Apa urusannya ama kamu mau si Adel itu tidur sama Hisyam atau tidur sama Justin?", tanya Maretha yang tak kalah emosi. Bastian langsung menepok jidatnya. Pandangannya langsung menuju ke Adelia.
"Dan dia juga ngomong ke mama, kalo dia adalah...pacar kamu...", kata Adelia pelan, tapi penuh arti. Bastian langsung panik dan menatap Maretha.
"Kenapa? Lo malu punya pacar miskin kayak gue? Apa salahnya gue bilang kalo elo itu emang pacar gue! Lagian nyokap si Adelia ini jadi salah paham, dia kira elo itu pacar dia! Wajar donk gue marah!", kata Maretha dengan sewot.
Malik dan Lisa tiba-tiba mendapat sebuah pencerahan. Mereka menatap Bastian lekat-lekat. Dari ujung rambut, sampai ujung kaki. Benar, cowok itu sangat mirip dengan...Justin. Cowok itu sudah memiliki pacar. Adelia memang tidak menyinggung kalo calon suaminya itu juga kuliah dan tinggal di tempat yang sama dengan Adelia. Tapi sudah bisa dipastikan, Bastian lah sang calon suami itu. Pantas saja cowok itu selalu disekitar...
"Kan gue uda bilang, akan ada masanya kita bisa terus terang soal itu. Tapi ini bukan waktu yang tepat...", Bastian menjawab dengan lemas. Ia sudah tidak memiliki energi lagi untuk berdebat. Mungkin ini adalah waktu yang tepat untuk... pasrah.
"Ya, mungkin sekarang semua udah berakhir Tian, thanks to your girlfriend!", kata Adelia sambil mulai terisak. Maretha masih tidak mengerti apa yang terjadi.
"Del, sabar ya Del, jadi sekarang gimana donk?", tanya Lisa yang mulai memahami kegundahan Adelia. Ia memeluk Adelia dengan kencang.
"Drrtttt drrrtttt", HP Bastian kembali bergetar. Di layar, nama papa Abraham terpampang.
"Del, kita harus angkat ini. Sekarang juga!", perintah Bastian. Adelia mengangguk. Ia segera berjalan ke arah kamarnya, diikuti oleh Bastian. Ketika mereka berdua sudah masuk ke dalam kamar, Bastian segera mengunci pintu kamar itu. Maretha mengikuti mereka, namun terlambat ikut masuk ke dalam kamar itu. Ia menggedor-gedor pintu kamar Adelia dengan histeris.
"Bastian buka! Bukaaa! Ngapain kalian di dalam sana HAH! Inget Bastian! Lu tu masih pacar gue! Ga usah selingkuh gitu di depan mata gue! Keluarr! Daasar jalang! Buka pintu!!!", teriak Maretha sambil terus menggedor-gedor pintu kamar Adelia.
Malik yang frustasi melihat Maretha, kontan menyingkirkan tangan Maretha di pintu itu, dan berdiri di depan pintu agar gedoran itu berhenti. Lisa dengan sigap menarik tangan Maretha agar menjauhi pintu kamar Adelia dan mencoba mendiamkan teriakan-teriakannya.
"Lo kira-kira aja donk jangan jadi gila. Mau gue panggil satpam?", tanya Malik. Maretha masih histeris dan mencoba melepaskan diri dari genggaman Lisa.
"Eh perempuan sinting! Diam kau!!! Kau pikir udah bijak kali kau! Masa depan anak orang ini yang kau hancurin!", kata Lisa dengan suara tertahan. Ia tidak mau sampai suaranya terdengar sampai ke kamar Adelia. Bagaimanapun, mereka berdua sedang mencoba memperbaiki masalah ini dengan orang tua mereka.
Sedangkan di dalam kamar, Bastian akhirnya memberanikan diri mengangkat telfon itu dari papanya. Tampang Bastian sangat kusut, sambil berjalan mondar-mandir di dalam kamar Adelia.
"Iya papa…iya papa. Maaf papa…. Enggak papa, itu Cuma salah paham. Bukan…itu temen Adelia salah paham…. Iya papa… maaf….", begitu terus Bastian mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan papanya. Hati Adelia berkecamuk. Ia tidak menyangka, dengan menyalakan genderang peperangan dengan Maretha, akan membuat keadaan serunyam ini. Pada dasarnya, ada kesalahan Adelia disini.
"Iya papa, Tian tunggu kabarnya…", kata cowok itu lemah. Ia mematikan HP dan mendaratkan pinggulnya di tempat tidur Adelia. Sedetik kemudian, ia rebahkan tubuh panjangnya di tempat tidur Adelia.
"Tian, apa kata papa Abraham?" tanya Adelia. Gadis itu langsung duduk di kursi meja belajar, dan mendorongnya mendekati Bastian yang sedang memejamkan matanya. Cowok itu menggeleng-geleng kepalanya.
"Sekarang kita tunggu telfon dari mama papa kamu. Mereka tadi sempet… meeting. Sekarang keputusan ada di mama papa Adnan", kata Bastian lemah. Adelia langsung panik. Orantua Adelia terkenal lebih emosian dari orang tua Bastian. Sepertinya situasinya benar-benar buruk. Jangan sampai mereka harus berhenti kuliah dan pulang ke Jakarta tanpa hasil apapun!
"Drtttt drrttt", HP milik Bastian kembali bergetar. Kali ini, sebuah panggilan video dari mama Cecilia Adnan, mama Adelia.
"Angkat gak nih?', tanya Adelia. Bastian melotot. Pasti harus di angkat! Sampai kapan mereka bisa bersembunyi seperti ini?
"Halo mama, halo papa? Apa kabar?", tanya Adelia ramah. Bastian menempelkan wajahnya di pundak Adelia, agar mama papa Adelia dapat melihat kemesraan mereka.
Tapi papa mama Adnan tidak terkecoh. Dengan mimik serius, mereka mengataan satu hal yang membuat Bastian dan Adelia merosot lemah.
"Besok pulang dengan pesawat pertama! Kalo kalian menolak, mama akan suruh seseorang untuk menyeret kalian pulang dengan tiket 1 arah! Kalau tidak nurut, tidak ada ceritanya kuliah sampai selesai disana", perintah mama Cecilia.