Pagi itu Lunar harus kembali bekerja. Lunar sudah bangun sejak pukul 5 pagi. Dia harus menyiapkan segala keperluannya dan juga memasak untuk sarapan dan juga bekal makan siangnya. Lunar membiasakan membawa sendiri makan siang. Lebih hemat pikirnya.
Red masih terlelap di atas tempat tidurnya. Semalam, balita itu tidur cukup larut, karena badannya sedikit demam akibat kelelahan. Seperti biasa Red akan ada pengasuh yang menjaganya.
Kini Lunar sudah siap untuk berangkat bekerja. Dihampirinya Red yang masih terlelap, dia mengecup dahi sang putri yang begitu tenang dalam tidurya.
"Mama, kerja dulu. Red baik-baik ya sama Bibi Mell."
Lunar beranjak dari tempat tidur untuk segera keluar meninggalkan kamarnya. Baru saja Lunar berada di ambang pintu, Lunar melihat Bibi Mell—pengasuh Red, baru saja tiba.
"Kau sudah mau berangkat?" tanya bibi Mell saat melihat Lunar hendak keluar dari kamarnya dengan ransel yang hanya dia gantungkan di sebelah pundaknya.
"Iya, Bi. Aku titip Red ya. Semalam dia sedikit demam jadi aga rewel."
"Kau tenang saja, serahkan Red pada bibi."
Selama enam bulan terakhir hanya Bibi Mell sajalah yang paling dekat dengan Lunar. Yang membantu mengurus Red saat dirinya bekerja. Bibi Mell tidak pernah bertanya soal urusan pribadi Lunar. Tidak pernah bertanya, mengapa mereka hanya tinggal berdua, tidak pernah bertanya kemana suaminya. Bibi Mell membantu Lunar dengan tulus menganggap dia seperti anaknya sendiri.
"Terima kasih, Bi. Kalau tidak ada Bibi, aku tidak tahu harus bagaimana mengurus Red seorang diri." Lunar memeluk Bibi Mell sejenak. "Kau tidak usah berkata seperti itu. Sekarang, berangkatlah! Kau bisa terlambat untuk bekerja."
Red mengangguk, lalu bergegas untuk berangkat bekerja. Red keluar dari rumah sewanya berjalan menuju halte bus. Dia terbiasa menggunakan bus karena lebih murah dari pada harus menggunakan taxi.
Setelah beberapa saat menunggu, bus akhirnya datang. Lunar segera masuk ke dalam bus yang ternyata tidak terlalu padat, dia masih bisa mendapatkan tempat duduk.
Setelah menempuh perjalanan selama 30 menit, Red segera turun dari bus. Kemudian dia bersiap untuk menyebrang jalan menuju toko tempat dirinya bekerja, masih ada satu blok yang harus dia tempuh dengan jalan kaki jika Red berangkat bekerja menggunakan bus.
Masih ada waktu sampai jam kerjanya di mulai. Red berjalan dengan santai, aktfitas itu sudah biasa dirinya lakukan selama enam bulan terakhir saat Lunar mulai bekerja di tempat yang sekarang. Namun, saat dirinya sedang berjalan tiba-tiba dari arah belakang ada seseorang yang menabraknya dengan keras, membuat tubuh Lunar terhuyung tak seimbang, sampai akhirnya dia terjatuh ke samping dan menabrak sebuah mobil yang terparkir di bahu jalan.
"Maafkan saya, Nona," ucap laki-laki yang baru saja menabraknya.
Lunar tidak menggubris dia masih belum sepenuhnya sadar dengan situasi apa yang sedang terjadi. Wanita itu bangun dari posisinya terjatuh dan memebersihkan pakaian yang sedikit kotor karena debu jalanan.
"Sekali lagi, maafkan saya, Nona." Laki-laki itu menunduk sebagai permohonan maaf dari rasa bersalahnya telah menabrak Lunar. Lelaki itu terlihat terburu-buru.
"Tidak apa-apa, Tuan."
Setelah mendapatkan maaf dari Lunar, laki-laki yang tadi menabraknya segera melanjutkan langkahnya yang masih terlihat terburu-buru, meninggalkan Lunar yang masih membersihkan pakaiannya yang terlihat kotor.
Tanpa Lunar sadari, di belakangnya dua orang laki-laki tampan nan gagah dengan setelan jas yang mewah dan seorang wanita yang berdiri di belakangnya, dengan pakaian khas ke kantor.
"Apa kau yang telah melakukan ini pada mobilku?!" seru salah seorang lelaki yang ada di belakang Lunar.
Seruan itu membuat Lunar terkejut dan langsung membalikan badan, dia melihat ada tiga orang berdiri di belakangnya.
"Ya...," sahut Lunar singkat tidak mengerti dengan ucapan laki-laki yang tadi berbicara cukup keras padanya.
"Lihatlah mobilku." Lelaki itu menunjuk ke arah mobilnya terparkir. "Apa kau yang melakukannya?" Laki-laki itu masih menunjuk bagian mobil yang tadi tertubruk oleh Lunar saat terjatuh. Terlihat lecet di bagian body mobilnya.
Lunar ikut melihat ke arah laki-laki itu menunjuk, dirinya tercengang melihat ternyata jelas ada goresan di sana. Lunar berpikir dirinya tadi memang terjatuh cukup keras menubruk mobil itu, tapi bagaimana bisa sampai lecet seperti itu, dirinya terlihat berpikir sampai sesuatu merasuki pikirannya.
Lunar memegang ujung tali ransel yang menjulur ke samping tubuhnya, dia inget ada gantungan yang mungkin penyebab goresan di sana kalau mengingat bagaimana posisinya terjatuh tadi dengan membelakangi mobil.
"Ma—maafkan saya, Tuan," ucap Lunar terbata, suaranya sedikit bergetar mendengar teriakan laki-laki yang sedang berbicara kepadanya. Dan dua orang yang ada di sampingnya hanya diam memperhatikan.
"Enak sekali kau mimta maaf!" hardik laki-laki yang sejak tadi berbicara pada Lunar.
Lunar semakin menunduk takut. Tapi, tidak ada pembelaan darinya yang bisa Lunar lakukan karena memang dialah yang menyebabkan goresan di mobil itu, walau tidak sengaja dirinya lakukan.
"Kau harus ganti rugi kerusakannya."
Mendengar dirinya harus mengganti rugi, Lunar yang sedang menunduk seketika mengangkat kepalanya menantang tatapan lelaki tersebut.
"Saya sudah minta maaf, Tuan. Dan lagi, saya tidak sengaja melakukannya, tadi saat saya sedang berjalan, tiba-tiba saya ditabrak oleh seseorang yang membuat saya terjatuh," seru Lunar mantap.
Lunar bukan wanita yang lemah dan akan mengalah begitu saja saat dirinya terpojok apa lagi saat dirinya merasa tidak bersalah.
"Alasan saja!" Lelaki itu mendengus kecil, menatap Lunar sinis.
Lunar terdiam sejenak, lalu dirinya tersadar kalau dirinya harus segera berangkat bekerja, Lunar melihat jam di tangannya yang ternyata waktu jam kerjanya hampir dimulai.
"Oh, astaga!" seru Lunar yang siap meninggalkan tempat itu. Namun, seketika tangannya dicekal oleh laki-laki yang ada di hadapannya.
"Mau kemana kau?!" tegas lelaki tersebut dan meneatapnya degan tatapan yang tidak bersahabat sama sekali.
"Tuan, saya harus bekerja dan saya sudah terlambat," ucap Lunar tak kalah tegasnya.
"Lalu, di mana tangung jawabmu dengan mobilku yang kau rusak," bentaknya.
"Hei, Tuan! Mobilmu hanya tergores dan masih bisa digunakan," teriak Lunar semakin kesal.
"Hanya, kau bilang?" lelaki itu tersenyum sinis pada Lunar.
"Bahkan, jika kau memberikan semua gajimu yang tidak seberapa itu, tetap tidak akan bisa mengganti kerugianku," seru lelaki di depan Lunar.
"Kalau kau tahu semua gajiku tidak akan cukup untuk mengganti kerugianmu. Kenapa kau masih memaksa meminta ganti rugi padaku!" teriak Lunar yang semakin kesal.
"Kau—"
Lunar mengangkat tangannya ke depan wajah lelaki tersebut saat lelaki itu akan kembali berbicara, lalu Lunar mengambil sesuatu dari dalam tasnya, yang ternyata dompet miliknya. Lunar mengeluarkan kartu identitas miliknya.
"Ambilah! Aku akan bertanggung jawab, menanggung semua kerugiannya, tapi tidak sekarang. Sekarang aku harus segera berangkat bekerja." Lunar kembali merogoh tasnya kembali untuk mengeluarkan ponselnya.
"Berapa nomor ponselmu?" tanya Lunar.
Lelaki itu hanya diam dan justru wanita yang di sampingnyalah yang berbicara dan memberitahukan nomor ponselnya. Setelah mendapat nomor ponsel lelaki itu, Lunar segera mencoba menghubungi nomor itu yang langsung terhubung.
"Itu nomorku. Kau bisa menghubungiku nanti," tegas Lunar.
Tanpa menunggu jawaban lelaki yang masih mematung di tempatnya karena melihat sikap Lunar yang dianggapnya sangat berani menantang dirinya, Lunar segera berlalu pergi begitu saja.
"Hei, kau—"
"Tuan, kita sudah terlambat," sergah lelaki di sampingnya memotong supaya tak melanjutkan perdebatan.
Lelaki yang tadi berdebat dengan Lunar menghela nafas berat dan melihat ke arah telapak tangannya yang memegang sebuah kartu identitas yang tertera dengan jelas nama Luna Ivory di sana. Lelaki itu tersenyum miring lalu memasukan kartu identitas milik Lunar ke dalam saku jasnya dan dia segera masuk ke dalam mobil.