Chereads / NILAM / Chapter 8 - Nilam, Si Gadis Kota

Chapter 8 - Nilam, Si Gadis Kota

"Kita bilas dulu ya mba."

"Oh, iya." Nilam sedang menikmati pelayanan yang terapis salon berikan kepadanya ketika mengingat raut wajah terkejutnya Rara mendapati Nilam baru saja pulang dari klinik kecantikan bersama bu Darmi. Saat itu Rara baru saja kembali setelah selama satu minggu mengikuti klien bu Darmi ke luar negeri.

"Kamu istirahat ya sayang, lusa kamu udah ada klien jadi jaga tubuh kamu baik-baik. Oke?" Nilam mengangung riang pada bu Darmi yang dengan penuh senyum kemenangan berjalan memasuki galerinya.

Nilam sudah memutuskan untuk mengikuti perkataan Rara, ia akan beradaptasi. Untuk itu ia kubur dalam-dalam sosok Nilam si gadis kampung dan melahirkan satu sosok baru, Nilam si gadis ibu kota yang penuh dengan percaya diri.

"Hai Ra, gimana Eropa?" Nilam dengan santai mengapit tangan Rara dan menuntun temannya itu menaiki tangga menuju lantai tiga.

"Nilam?"

"Hmm?" Nilam menaikan alis mendengar nada ragu dalam suara Rara.

"Kenapa sih Ra?" Nilam menghampiri Rara yang sekarang sudah duduk di atas ranjangnya, ia tau sedari tadi Rara terus memandang kearahnya dengan perasaan khawatir

"Lo baik-baik aja?" ragu Rara bertanya

"Baik, gue super merasa baik." Nilam sedikit terkikik sebelum menceritakan semua perawatan yang di lakukannya bersama bu Darmi selama satu minggu ini.

***

"Hai gadis ibu kota"

Malamnya Nilam menyambut Nik yang mengunjungi kamar Rara, hari ini mereka akan menonton serial film bersama. Nilam tidak perlu merasa heran bagaimana Nik bisa tau tentang Nilam yang sudah tidak ingin di sebut gadis desa karena Rara pasti sudah cukup bercerita banyak kepada si fotografer itu.

"Rara mana?" Nik bertanya ketika tidak menemukan Rara di kamar.

"Mana lah gue tau, kan lo lakiknya" Nilam masih sibuk menata beberapa bantal di atas karpet bulu yang akan menjadi tempat mereka menonton nanti

"Wuih, galak banget gadis kota sekarang" Nilam hanya memutar mata melihat nik yang dengan tampang tanpa dosa melemparkan tubuh ke atas ranjang Rara setelah mengambil satu bungkus snack di keranjang yang sebelumnya sudah Nilam siapkan

"Nik! Masih pake sepatu naik-naik ke kasur, kotor!" nah ini dia pawang sang fotografer datang, Rara.

Nilam hanya menggelengkan kepala melihat Nik yang mencoba menghindari cubitan Rara sembari tertawa lebar, kedua orang itu selalu meyakinkan Nilam kalau tidak ada rasa dalam hubungan apapun yang sedang keduanya jalani.

Tapi melihat bagaimana sekarang Rara sedang tertawa karena di goda oleh Nik yang sedari tadi mencoba meminta maaf atas kelakuan kurang ajarnya karena berani mengotori kasur Rara, Nilam tau kalau ke dua orang itu berbohong satu sama lain.

"Jadi besok lo mulai kerja lagi?" Nik bertanya di tengah-tengah film yang mereka tonton bersama.

"Sama Dewa?"

"Iya."

"Lumayan tuh, Dewa royal ke cewe-cewenya asal mereka nurut. Sama Dewa jangan macem-macem Nilam. Dia kalau marah enggak kenal ampun soalnua, bu Darmi juga ngebela Dewa mati-matian."

"Dia udah lama jadi langganannya bu Darmi?" Nilam bertanya penasaran.

"Lumayan, dari sebelum nikah kalau enggak salah." Nilam tidak bisa menahan diri untuk tidak berdecak sebal, laki-laki di kota atau di desa ternyata sama saja.

"Padal istrinya cantik ya Ra."

"Kalian pernah ketemu?"

"Langganan bu Darmi kan kelas kakap, mereka itu pengusaha atau pembisnis sukses di bidangnya. Kalau lagi di sewa kadang kita sering ketemu di perjamuan gitu." Nilam menganggukan kepala paham.

"Dewa punya aturan ketat sih, kalau lagi sama istrinya kita harus pura-pura enggak kenal."

"Takut istri dia." Nik menambahkan.

"Takut istri? Tapi kok suka main perempuan?" Nik dan Rara sama-sama mengangkat bahu mendengar pertanyaan Nilam, semua orang di rumah bu Darmi juga pernah menanyakan hal yang sama dan sampai saat ini tidak ada yang pernah mendapatkan jawabannya.

***

"Ya ampun Nilam, kamu udah lama nunggu ya sayang?" Nilam menyambut pelukan bu Darmi yang bergegas menghampirinya di ruang tunggu salah satu salon terbesar di ibu kota

"Maaf ya, jalanan macet sekali. yuk kita berangkat sekarang. Klien kamu ini bukan orang yang punya banyak stok sabar soalnya" Malam ini Nilam mengenakan kemeja over size sepanjang paha sehingga menutupi short pants hitamnya, ia juga mengenakan strappy heels untuk melengkapi penampilannya. Bu Darmi bilang tidak ada permintaan khusus dari kliennya kali ini.

Begitu sampai di hotel Nilam kira mereka akan langsung menuju lift seperti waktu pertama kali bu Darmi membawa Nilam untuk bertemu kliennya, tapi ternyata kali ini bu Darmi menuntun Nilam menuju restoran hotel yang cukup sepi.

"Adu du du ada yang udah enggak sabar rupanya" bu Darmi dengan riang menghampiri sosok laki-laki yang malam ini hanya mengenakan celana jeans selutut dan kaos polo berwarna hitam.

"Liat siapa yang sekarang sudah jadi kupu-kupu" Nilam tersenyum manis ketika Dewa tertawa dan memberikan ciuman singkat di bibirnya.

"Hai Nilam, seneng ketemu kamu lagi."

"Aku masih boleh panggil Dewa? Atau sekarang bisa di tambahin jadi mas Dewa?" Dewa lagi-lagi tertawa.

"Apapun yang membuat kamu nyaman sayang" Nilam hanya tersenyum ketika menarik satu kursi dan mempersilahkannya duduk tepat di samping laki-laki itu.

"Aduh yang udah berumur udah harus pamit deh ini, biarin yang muda-muda ngabisin waktu berdua" Bu Darmi memang berkata demikian, tapi Nilam tau kalau perempuan tua itu akan tetap mengawasinya dari suatu tempat. Bu Darmi masih belum terlalu menaruh kepercayaan kepada Nilam untuk begitu saja membiarkan Nilam dapat dengan bebas keluar rumah tanpa pengawasan.

"Kamu mau makan malam apa Nilam?" Dewa dengan sigap akan mengangkat tangannya untuk memanggil pelayan ketika Nilam menahan tangan laki-laki itu dalam genggamannya, dengan satu jarinya Nilam membelai cincin emas yang melingkar di jari manis Dewa, Nilam tau kalau itu cincin kawin.

"Bisa enggak kalau kita lewatin aja makan malamnya?" Nilam memindahkan usapan jemarinya ke sepanjang punggungg tangan Dewa, laki-laki itu tidak berkata apapun hanya menaikan alis seolah menantang Nilam untuk melanjutkan ucapannya

"Mendadak aku kangen" Nilam menggigit bibirnya sedikit sebelum akhirnya mencondongkan tubuh untuk berbisik ke telinga Dewa

"Mendadak aku kangen sama apa yang udah kita bagi hampir dua bulan lalu. Aku kangen jadi bad Nilamnya mas Dewa"

Nilam tau tubuh laki laki itu sedikit menengang, tanpa ragu Nilam dengan pelan mengecupi area sekitar telinga Dewa untuk menunjukan keseriusannya. Ketika Dewa akhirnya menggeser sedikit kepalanya agar bisa melumat bibirnya, Nilam tau kalau dirinya sudah melakoni perannya sebagai Nilam gadis ibu kota dengan baik.

***

Nilam menikmati makan malamnya dengan kening berkerut, ia tidak mengerti kenapa Dewa justru tidak langsung membawanya ke lantai dimana laki-laki itu menyewa kamarnya setelah ciuman penuh hasrat mereka beberapa saat lalu. Sekarang laki-laki yang kata bu Darmi tidak memiliki stok sabar itu sedang dengan santai menyesap kopi sembari sesekali sibuk dengan ponsel yang ada di genggamannya.

"Mas Dewa sibuk main hape terus" Nilam mencoba merajuk, ia heran karena malam ini Dewa seperti sedikit mengabaikannya

"Sebentar ya, ini istri saya lagi sedikit rewel" Nilam menatap Dewa yang sekarang bengkit dari tempat duduknya, laki-laki itu sekilas memberikan gestur meminta izin untuk mengangkat ponselnya yang berdering. Nilam melihat foto seorang perempuan yang sedang tersenyum lembut sebelum Dewa menggeser icon hijau pada handphonenya.

"Wah Nilam, kayaknya hari ini kita cuma bisa sampai sini aja deh. Saya harus pulang" ucap Dewa begitu kembali ke meja dimana Nilama menunggu laki-laki tersebut

"Tapi kalau kamu mau nginep di sini enggak apa, saya udah booking kamarnya. Kamu disini aja sampai besok"

"Kenapa?" Nilam heran, perempuan itu tidak percaya kalau Dewa akan meninggalkan kesempatan untuk bermain hanya karena si istri menyuruhnya pulang.

"Istri saya ternyata pulang hari ini dari rumah ibunya, dia bilang sejujurnya mau ngasih kejutan tapi malah dia yang terkejut karena saya enggak di rumah" Nilam semakin tidak mengerti kenapa Dewa tidak mengarang alasan saja kepada istrinya, laki-laki pasti seperti itu kan ketika ingin bermain gila dengan perempuan lain.

"Mas Dewa enggak bisa ngarang alasan aja? Aku bener-bener kangen sama mas Dewa" Nilam membelai paha bagian dalam Dewa pelan, ia tidak ingin di tinggalkan begitu saja.

"Nilam denger, kamu mungkin enggak tau karena masih baru ikut bu Darmi" Dewa dengan begitu saja menyingkirkan tangan Nilam yang masih bergerilya di pahanya.

"Saya hanya akan mencari perempuan seperti kamu ketika istri saya lagi nungguin saya di rumah" Dewa pergi setelah mengatakan kalau laki-laki itu akan tetap membayar jasanya hari ini.

***

"Bayaran kamu udah masuk, full." Bu Darmi begitu saja merebut gelas anggur yang sedang Nilam genggam setelah perempuan tua itu memasuki kamar

"Dewa langsung pergi begitu tau kalau istrinya hari ini pulang dari rumah ibunya, katanya dia enggak akan cari perempuan seperti aku ketika istrinya ada di rumah. Munafik"

"Dari dulu Dewa memang kayak gitu, sangat mengutamakan istrinya." Bu Darmi meneguk minumannya sebentar.

"Sebenarnya Dewa itu sangat mencintai istrinya, tapi laki-laki itu punya kebutuhan yang cuma bisa di puaskan oleh perempuan seperti kamu" bu Darmi menghisap dalam rokok yang jepit di sela jarinya sebelum melanjutkan kalimatnya

"Istrinya Dewa itu lemah sekali, penyakitan" bu Darmi berbisik kepada Nilam yang sedang duduk di lantai sembari meneguk anggur dari botolnya

"Istrinya itu enggak bisa menuhin fantasi-fantasi Dewa, enggak juga bisa muasin laki-laki perkasa kayak Dewa. Baru di goyang agak bertenaga sedikit asmanya kambuh ahahah" Nilam ikut tertawa walau sebenarnya ia juga tidak terlalu mengerti ucapan bu Darmi, Nilam merasa ia sedang melayang sekarang karena itu ia berpegangan pada lengan sofa yang di duduki bu Darmi

"Karena itu dia jadi langganan rumah Darmi, dia butuh perempuan sehat dan kuat untuk muasin nafsunya yang sebesar badannya itu" Nilam tidak lagi mendengar bu Darmi yang mulai berbicara melantur, Nilam merasa kepalanya kosong sekarang dan ia mengantuk.

***

Nilam sedang mengurus proses check out di receptionist hotel ketika melihat Dewa berjalan menuju restoran hotel sembari merangkul perempuan mungil yang dengan rambut ikal panjang sepunggung, itu adalah perempuan yang wajahnya Nilam lihat semalam ketika Dewa hendak mengangkat telefon dari istrinya.

Nilam melihat Dewa tertawa karena bisikan perempuan bertubuh kurus dan kulit pucat dalam pelukannya, hal itu sekali lagi mengingatkan Nilam kepada Nik. Nik juga selalu bersikap begitu hangat ketika bersama Rara.

"Mas Dewa?"

Nilam tidak tau apa yang merasukinya ketika ia melangkahkan kakinya menyusul Dewa yang sedang menarik satu kursi untuk di dudukin istrinya, Nilam tersenyum ketika teringat ia juga mendapatkan perlakuan yang sama ketika sedang bersama laki-laki itu.

"Ya ampun beneran mas Dewa, aku kira salah orang." Nilam sangat menikmati bagaimana laki-laki di hadapannya kelihata amat sangat terkejut ketika Nilam dengan tampang polosnya mendekat untuk menempelkan pipinya di pipi kakan dan kiri laki-laki tersebut di hadapan istrinya, Nilam tau seharusnya ia merasa takut karena jelas saat ini laki-laki itu sedang menahan amarahnya untuk Nilam.

"Siapa mas?" Nilam harus mengakui kalau istri Dewa memang cantik, tatapannya lembut dan cara bicaranya juga halus. Tapi sayang perempuan seperti Dewi satu ini harus memiliki pasangan seorang manusia yang gemar memupuk dosa seperti Dewa

"Ah kenalin, saya Nilam. Rekan kerja mas Dewa" Nilam mengulurkan tangannya kepada sosok Dewi yang masih tersenyum tanpa rasa curiga di hadapannya, sementara Dewa masih terus mematung sembari mengepalkan tangan menahan amarah. Nilam tau tindakannya ini lancang tapi entah kenapa ia sangat menikmati suasanya ini.

"Oh ya ampun, maaf karena enggak ngenalin mba Nilam sebelumnya." Istri Dewa adalah orang pertama yang memecah keheningan.

"Kenalin, saya Dewi, istrinya mas Dewa." Nilam menjabat tangan mungil yang terulur kepadanya itu dengan senyum terkulum.

"Mba Nilam udah makan siang? Gabung sama kita aja yuk, enggak apa-apa kan mas?" Dewa memilih diam, sama sekali tidak ingin berbasa basi.

"Lain kali ya mba, kebetulan saya harus ketempat lain habis ini" Nilam tau ia sudah cukup menguji kesabaran Dewa, untuk itu ia memutuskan untuk mengakhiri permainannya sampai disini.

Nilam akhirnya pamit undur diri meninggalkan Dewa yang dengan lihai mengarang cerita ketika istrinya bertanya urusan pekerjaan seperti apa yang membuat Dewa akhirnya mengenal Nilam. Begitu sampai di meja receptionist Nilam melihat bu Darmi sedang kebingungan karena tidak menemukan Nilam sekembalinya perempuan tua itu dari toilet.

"Kamu nih dari mana aja sih! Bukannya urus check out malah kelayapan." Nilam hanya tersenyum, bu Darmi pasti akan memarahinya jika mengetahui kelakuannya tadi

"Cuma keliling sebentar bu, hotelnya bagus soalnya" Nilam menurut ketika bu Darmi sedikit menyeretnya menuju meja receptionist, jelas perempuan tua itu sedikit merasa jengkel kepadanya.