Reinkarnasi: Heng Si Penyihir Senja
Part 2
Pertolongan Dari Masa Lalu
Hengky terlihat begitu senang membaca banyak buku di Perpustakaan bersama dengan Tiwi. Mereka juga memakan bekal yang sebelumnya dibawa oleh Tiwi guna mengenyangkan perut keduanya. Hengky cukup senang dengan keadaan seperti ini. Dia mulai terkenang kenangan indahnya bersama dengan Isabel di masa lampau. Namun tiba-tiba Tiwi memegang pundaknya dan berkata, "Kau tidak apa-apa, Heng? Kau melamun?" tanya Tiwi yang terlihat penasaran.
Wanita cantik dengan pipi tembem dan rambut bergelombang itu menatap tajam ke arah Heng. Heng sendiri cukup gelagapan karena dia kedapatan tengah melamun. Ia yang tidak enak kemudian segera meminta maaf kepada Tiwi, "Maafkan aku. Aku hilang fokus." Ucap Hengky.
"Kau tampaknya banyak masalah, Heng? Apa kau kesepian?" selidik Tiwi mencoba mencari tahu masalah yang dialami oleh Hengky.
Hengky terdiam sejenak. Dia tidak mungkin menceritakan permasalahan hidupnya kepada Tiwi, mengenai bagaimana dia dikhianati oleh pasangannya di masa lalu dan berapa banyak nyawa yang pernah dia ambil ketika menyandang gelar sebagai Penyihir Senja membuatnya takut untuk terlalu terbuka. Dia hanya bisa menutupi itu semua karena tidak akan ada orang yang percaya dengan proses reinkarnasi yang terjadi pada dirinya.
"Oh ... sedikit. Aku lumayan kesusahan semenjak orang tuaku meninggal." Jawab Hengky sembari tersenyum.
"Iya ... pasti berat kehilangan kedua orang tua di usia yang masih sangat muda. Aku kurang lebih mengerti perasaanmu, Heng." Jawab Tiwi yang terlihat ikut sedih.
"Sudah tidak apa-apa. Mereka mungkin meninggalkan aku juga untuk sebuah alasan. Aku tidak berhak untuk terlalu bersedih. Aku yakin ini semua adalah takdir sang Pencipta. Dia hanya mengujiku untuk menjadi orang yang jauh lebih baik dari sekarang. Terima kasih karena kau ingin dekat denganku." Ucap Hengky sembari tersenyum.
"Sama-sama. Aku juga tidak mudah bergaul. Namun tampaknya kita berdua mudah akrab. Aku senang berteman denganmu." Jawab Tiwi sembari tersenyum ramah.
Diky dan beberapa teman komplotannya terlihat melewati Kantin. Mereka melihat ke arah Hengky yang tengah makan berduaan dengan Tiwi di salah satu sudut Kantin. Teman Diky yang bernama Pandu Winata terlihat membisikkan sesuatu kepada Diky, "Kau lihat! Tiwi tampaknya sangat dekat dengan Hengky belakangan ini. Apa kau tidak cemburu? Bukannya dulu kau pernah bilang memiliki perasaan dengan wanita itu?" ucak Pandu sembari berbisik pelan.
Diky yang awalnya tidak melihat mengenai adanya Hengky yang duduk berduaan dengan Tiwi di Kantin mulai terpancing amarahnya. Dia langsung menoleh dan melihat Hengky dan Tiwi yang tertawa begitu senang, hal ini membuatnya terbakar api cemburu walau pun sebenarnya Tiwi sendiri tidak memiliki hubungan apa-apa dengan Diky.
"Hmm ... anak itu cari penyakit. Ayo kita datangi. Aku ingin lihat dia bisa apa?" ucap Diky yang mengajak teman-temannya untuk mendatangi Hengky.
Diky, Pandu, Bastrian dan juga Eno terlihat mendekat ke bangku yang diduduki oleh Hengky. Diky langsung duduk dan tanpa permisi mengambil segelas es jeruk yang ada di hadapan Tiwi dan kemudian menumpahkan segelas es jeruk itu ke kepala dari Hengky.
'Byur!' terlihat air jeruk itu menetes di baju dan juga mengotori celana Hengky.
Tiwi benar-benar kaget akan kedatangan Diky. Dia langsung protes atas tindakan tersebut, "Hey! Apa yang kau lakukan, Diky?" ucap Tiwi dengan nada marah.
"Oh ... kau suka dengan pecundang ini, Tiwi? Aku tidak menyangka seleramu rendah juga!" ejek Diky.
"Sudah tidak apa-apa." Ucap Hengky yang mencoba menahan rasa marahnya kepada Diky.
"Apanya yang tidak apa-apa! Tubuhmu basah dan juga bajumu kotor. Bagaimana kau belajar nanti?" ucap Tiwi masih mencoba membela Hengky.
"Dia tampaknya benar-benar suka dengan Hengky, Dik. Apa yang akan kau lakukan?" ejek Pandu sembari tertawa yang dibarengi dengan tawaan dari teman-temannya yang lain.
Diky yang mendengarkan hal itu langsung terpantik emosinya. Dia tanpa pikir panjang segera mencengkram erat kerah leher dari Hengky dan mencaci makinya tanpa henti, "Kau ini dasar, Pecundang! Apa yang kau harapkan dari semua ini, hah? Apa kau ingin jadi Pahlawan di mata seorang wanita? Hadapi aku kalau berani! Dasar brengs*k!" teriak Diky.
Tindakan tersebut tentunya memancing keramaian, serentak para siswa dan siswi yang lain terlihat berkerumun. Mereka tengah memperhatikan keributan yang dibuat oleh Diky. Beberapa pasang mata terlihat tidak senang dengan apa yang terjadi di tempat tersebut.
"Sang pembuat masalah melawan orang yang dibuang. Apa lagi Sekolah ini." Celetuk salah satu siswa.
"Biarkan saja! Toh ini pasti seru. Diky memang tidak menyukai Hengky karena pernah bergabung dengan orang-orang elit di sekolah ini. Bisa dibilang ini adalah ajang pembalasan karena Hengky pernah menjadi benar-benar populer di sekolah ini." Jawab siswa yang lain.
"Kalau mereka bertarung? Menurutmu siapa yang akan menang? Menurutku sih Diky." Balas Siswa yang satu lagi.
"Hmm ... sulit sih. Aku pernah dengar kalau Hengky itu dulu menguasai seni bela diri Silat." Timpal Siswa lain.
Diky yang mendengarkan kasak-kusuk di sekitarnya kemudian berteriak dengan keras, "Diam! Jangan ada yang bicara!" ucap Diky dengan suara lantang.
Semua orang yang ada di tempat itu terdiam, terlihat Ibu Kantin tidak bisa berbuat banyak. Dia kemudian terlihat menelepon Kepala Sekolah untuk melaporkan apa yang terjadi. Diky kemudian mengancam Hengky untuk sekali lagi, "Kau jangan pikir semua ini selesai. Aku akan menghabisimu nanti." Ucap Diky dengan tatapan ingin membunuh.
Hengky hanya diam dan tanpa sadar tersenyum. Dia sebenarnya bisa dengan mudah menghadapi Diky, namun karena tidak ingin terlalu mencolok dan menganggap kalau Diky hanyalah seorang bocah biasa. Hengky tidak terlalu peduli akan hal itu. Dia menganggap kalau semua ini hanyalah permainan anak-anak.
"Brengs*k! Kau tersenyum layaknya mengejek. Apa kau ingin mati, hah?" ucap Diky dengan suara keras.
"Pukul! Pukul! Pukul!" teriak teman-temannya mencoba menyemangati Diky.
Diky yang sudah kehilangan kesabarannya dengan cepat mengarahkan tinjunya ke arah Hengky. Tiwi langsung menutup matanya, sedangkan Hengky tidak bergeming sedikit pun. Namun tiba-tiba ada sebuah tangan besar yang menangkap tinju dan menarik tubuh Diky ke arah belakang.
"Aku tidak berharap hal ini terjadi. Kepala Sekolah akan segera datang. Aku sarankan kau pergi dari sini." Ucap seorang pria berambut cepak dengan tinggi hampir 170 (seratus tujuh puluh) centi meter. Dia adalah Herdi salah seorang anak OSIS yang merupakan Kapten Tim Basket. Dia bisa dibilang adalah salah satu orang Populer dan kelas Elit di Sekolah ini. Dia juga pernah berteman dengan Hengky di masa lalu.
"Sial*n! Jangan ikut campur!" teriak Diky kepada Herdi
"Kalau aku ikut campur memangnya kenapa? Apakah hal itu masalah?" ucap Herdi yang kemudian memelototi Diky yang sedikit lebih pendek darinya.
Diky memperhatikan tangannya yang diremas dengan kuat oleh Herdi. Herdi sendiri memang memiliki tenaga yang jauh lebih besar karena gemar berolahraga daripada Diky yang terlihat jauh lebih gemuk.
"Kau beruntung!" ucap Diky yang menarik tangannya dan kemudian pergi.
Heng yang melihat jauh ke dalam pikiran dari Hengky mengetahui kalau sosok yang di depannya adalah sahabat karib dari Hengky di masa lalu, "Terima kasih, Her." Ucap Hengky pelan.
"Tidak masalah! Anggap saja aku membalas budimu dahulu! Jangan terlibat dengan perkelahian. Aku tidak bisa menyelamatkanmu terus." Ucap Herdi yang kemudian berlalu pergi.
Heng hanya bisa membatin sembari berkata di dalam hatinya, "Aku akan membuat tubuh ini lebih baik dan tidak dianggap sebelah mata. Aku akan membuat orang-orang itu tidak akan bisa berbuat semena-mena lagi pada tubuh ini." Ucap Heng menguatkan tekadnya.
#Bersambung