Chereads / Reinkarnasi: Heng Si Penyihir Senja / Chapter 3 - Part 3 Perubahan Diri

Chapter 3 - Part 3 Perubahan Diri

Reinkarnasi: Heng Si Penyihir Senja

Part 3

Perubahan Diri

Heng segera bergegas untuk pergi ke Mini Market tempatnya berkerja. Dia menjalankan semua rutinitas yang dilakukan oleh Hengky dengan berbekal ingatan yang menempel di kepalanya. Awalnya dia cukup kesulitan, namun dengan pembelajaran yang berulang semua hal yang menyangkut dengan pekerjaan itu dikerjakan dengan sebaik mungkin oleh Heng. Setelah waktu bekerjanya usai Heng segera kembali pulang ke rumah. Dia tidak lupa membawa sebuah Buku berwarna kuning dengan kulit yang terkelupas itu ke rumahnya. Dia tidak sabar untuk menerapkan pembelajaran yang kiranya berguna untuk mengembalikan kekuatan magisnya seperti sedia kala.

"Aku harus bisa membangkitkan kekuatanku. Aku tidak berharap kejadian seperti tadi terjadi lagi." Ucap Heng yang segera menanggalkan pakaiannya dan kemudian duduk bersila di atas kasur yang ia tempati.

Heng mulai membaca Buku sihir yang ia temukan dan terlihat sebuah aura berwarna biru muncul dari arah perutnya. Energi itu adalah energi sihir yang dimiliki oleh Heng, memang kekuatan ini tidak ada apa-apanya dan biasanya dimiliki oleh para Bayi ketika mereka dilahirkan di Dunianya. Namun di sini kekuatan ini tampaknya adalah barang yang langka. Heng sendiri sedikit terkejut dengan kemampuan yang dimiliki oleh Hengky.

"Kau ternyata memiliki bakat, Hengky. Sungguh sayang kau telah mati. Aku pasti akan mengajarimu banyak hal, apabila kau masih selamat dari kematian itu." Ucap Heng yang kemudian mengatupkan ke 2 (dua) tangannya dan mulai bermeditasi.

Heng sebelumnya telah menemukan pembelajaran yang digunakan untuk membuka unsur Chakra yang ada di setiap bagian tubuhnya. Dia mengalirkan kekuatan itu dari Jantung, Paru-Paru, sampai Darah. Dia mencoba untuk mengaktifkan kekuatan itu agar tubuh dari Heng benar-benar bisa menyerap kekuatan magis guna berlatih di kemudian hari. Malam itu berjalan cukup panjang, hingga kemudian terdengar suara kokok Ayam di pagi hari.

"Kukuruyuk!"

"Petok-Petok-Petok!"

Heng segera membuka matanya dan terlihat sinar matahari pagi yang perlahan menunjukkan sinarnya.

"Astaga! Hari ini sudah pagi." Ucap Heng yang baru sadar kalau pembelajaran yang dilakukannya tadi malam telah menjadi pembelajaran yang semalam suntuk.

Heng segera bangkit dari meditasinya dan kemudian berjalan ke arah WC. Ia tiba-tiba terhuyung dan nyaris saja menabrak pintu kamar mandi, "Pelatihan itu benar-benar membuatku lelah. Aku rasanya ingin tidur sekarang juga." Ucap Heng yang terlihat kelelahan.

Namun dia tidak bisa lari dari pembelajaran Sekolah hari ini. Dia tidak ingin melewatkan hari-hari dimana dia bangkitkan. Dia masih memiliki rasa penasaran yang sangat tinggi dengan dunia Hengky yang kini ia tempati.

"Aku harus pergi, Sekolah. Aku masih ingin pergi ke Perpustakaan itu." Ucap Heng terlihat bersemangat.

Ia kemudian mandi dan membersihkan tubuhnya, setelah itu dia pergi ke dapur dan mulai memasak makanan, tidak lupa Heng juga meminum susu. Apa yang terjadi ini sebenarnya semuanya hanyalah berbekal ingatan yang dimiliki oleh Hengky. Heng mencoba untuk menjadi semirip mungkin dengan Hengky dan tentunya hal itu tidak akan membuat orang lain curiga dengan rutinitas yang kini dilakukan oleh Heng dengan tubuh Hengky.

"Hmm ... perjalanan menuju ke Sekolah memakan waktu sekitar 30 (tiga puluh) menit, jika harus naik angkutan umum. Apa aku lari saja ya?" ucap Heng yang kemudian memutuskan untuk lari pagi menuju ke Sekolah, hal ini dilakukan juga sebagai salah satu latihan fisik yang digunakan oleh Heng untuk membuat tubuh dari Hengky menjadi tubuh yang proporsional dan juga ideal.

"Maafkan aku, Hengky. Aku akan mengubah tubuhmu menjadi lebih baik." Ucap Heng yang kemudian tubuh itu berlari dengan cepat ke arah Sekolah.

Sekitar 20 (dua puluh) menit kemudian terlihat Heng yang terengah-engah di depan pagar Sekolah, "Akhirnya sampai juga! Tempat ini cukup jauh kalau jalan kaki rupanya." Keluh Heng dengan keringat yang membasahi tubuhnya.

Pak Nandar yang merupakan Satpam Sekolah terlihat kebinggungan dengan Heng yang terlihat kecapaian, "Hei! Kau darimana saja, Heng? Kau tampaknya sangat kecapekan?" tanya Pak Nandar yang kebinggungan dengan keberadaan Heng.

"Aku tidak apa-apa, Pak. Aku masuk dulu." ucap Heng yang kemudian ngeloyor masuk ke dalam Sekolah.

Diky yang berada di lantai 2 (dua) terlihat mengawasi Heng. Dia kemudian meremat tangannya dan kemudian menendang kotak sampah yang ada di sekitar tempat itu, "Brengs*k! Dia sungguh beruntung!" teriak Diky melampiaskan kemarahannya.

Pandu hanya tertawa melihat Diky yang seperti itu. Ia kemudian meledeknya agar memancing amarah dari Diky, "Aku tidak menyangka kau akan ditolak oleh Tiwi. Aku pikir kau adalah pria tampan yang tidak akan pernah ditolak oleh wanita mana pun." Ejek Pandu yang berada di dekat Diky.

"Lalu apa yang harus aku lakukan?" teriak Diky keras.

"Kau harus membalas dendam, Dik. Kau harus memberitahu siapa yang menjadi Penguasa di tempat ini." Ucap Pandu mencoba memanasi Diky.

"Apa kau gila? Dia dibela oleh Herdi. Aku tidak ingin berurusan dengan para anak-anak Basket itu." Ucap Diky.

"Jadi kau takut?" ledek Pandu.

"Aku tidak pernah takut dengan Manusia. Namun berpikir dengan cara yang paling aman adalah pekerjaanku. Aku tidak ingin masalah ini melebar kemana-mana." Jawab Diky.

"Haha ... alasan! Kau itu takut dengan Herdi bukan? Bagaimana kalau kau menyuruh orang lain untuk memberikan pelajaran ringan kepada Hengky? Aku kenal beberapa Preman yang mungkin bisa memberikan 1 (satu) atau 2 (dua) bogem mentah kepada anak itu." Ucap Pandu.

"Ide itu boleh juga. Berapa biaya yang harus aku keluarkan?" tanya Diky yang terlihat bersemangat.

"Tidak usah! Biar aku saja yang membayar mereka. Kau hanya perlu meminta bantuan ke orang itu atas namamu sendiri." Ucap Pandu yang tersenyum ke arah Diky.

Setelah jam makan siang, terlihat Pandu dan Diky mendatangi Pak Nandar yang ada di Pos Satpam, "Siang, Pak Nandar. Lagi apa nih?" tanya Pandu yang terlihat begitu ramah dengan Pak Nandar.

"Oala ... Den Pandu. Saya lagi nonton Televisi aja ini. Ada apa ya?" tanya Pak Nandar begitu sopan kepada Pandu.

"Aku dan Diky mau keluar sebentar, Pak. Bisa bukan?" ucap Pandu yang kemudian mengeluarkan beberapa lembar uang ratusan ribu kepada Pak Nandar.

"Tapi sebentar saja ya, Den Pandu. Jangan sampai tidak kembali lagi. Pak Nandar bisa dipecat dari pekerjaan ini." Ucap Pak Nandar yang terlihat begitu ramah setelah melihat beberapa lembar uang merah yang keluar dari saku Pandu.

"Kami hanya pergi 30 (tiga puluh) menit kok, Pak Nandar. Kami akan segera kembali." Ucap Pandu.

Pandu dan juga Diky kemudian keluar lewat pintu samping setelah meminjam kunci dari Pak Nandar. Mereka berdua kemudian pergi ke arah pusat perbelanjaan yang berada tidak jauh dari Sekolah mereka. Pandu dan Diky masuk ke tempat permainan Bilyard yang ada di lantai 2 (dua) gedung tersebut. Pandu segera mendekat dan kemudian menyapa Penjaga yang menjaga tempat itu, "Kak Bojes ada?" tanya Pandu ramah.

"Oh ... Boss ada di dalam." Ucap Penjaga itu yang mempersilahkan Pandu masuk.

"Apakah orang-orang itu ada di sini, Ndu?" tanya Diky yang melihat orang-orang dengan tubuh kekar tengah bermain Bilyard.

"Iya ... tenang saja. Kak Bojes ada di dalam. Mereka adalah anak buahnya." Ucap Pandu.

Pandu dan Diky kemudian memasuki sebuah ruangan sepanjang 5x5 m. Pandu mengetuk pintu itu dan segera mengucapkan salam, "Pagi, Kak Bojes." Ucap Pandu sembari tersenyum sumringah.

Apa yang ada di dalam ruangan itu adalah beberapa orang dengan tubuh kekar dan seorang anak muda berumur sekitar 25 (dua puluh lima) tahunan. Pria berwajah tampan dengan tato naga di lengan kanannya itu tersenyum ke arah Pandu, "Yooo ... ada apa kau mencariku, Ndu?" tanya pria muda itu yang merupakan Bojes. Dia adalah pimpinan dari para Preman di daerah sini. Walau umurnya masih muda, dia adalah orang yang memiliki mental, kemampuan bertarung dan juga kharisma seorang Pemimpin. Dia pernah mengalahkan segerombolan Preman hanya dengan menggunakan sebuah ikat pinggang saja. Dia kemudian mulai menjadi Preman setelah menaklukkan sebagian besar wilayah tersebut yang kini menjadi wilayah kekuasaannya.

"Aku ke sini untuk meminta tolong sesuatu, Kak Bojes." Jawab Pandu sembari tersenyum jahat.

#Bersambung