Chereads / Milly's First Love / Chapter 12 - 12. Ciuman Yang Mematikan

Chapter 12 - 12. Ciuman Yang Mematikan

Kepala Milly lemas terkulai. Nick kaget setengah mati. Apa ciumannya sebegitu mematikannya hingga membuat Milly pingsan?

"Milly! Milly! Millicent! Bangun, Mil!" Nick sedikit mengguncang tubuh Milly. Lalu menepuk pipinya. Nick menaruh jarinya di bawah hidung Milly. Napasnya masih ada.

Dengan hati-hati Nick menyadarkan kepala Milly di atas bantal sofa. Wajah Milly begitu manis saat tertidur. Nick tergoda untuk menciumnya kembali. Tapi itu hanya membuatnya tampak seperti pria hidung belang.

Hidung Milly mencuat saking mancungnya. Bibirnya tipis dan lembut, sekarang tampak agak pucat. Dagunya belah. Ingin rasanya Nick merenggut dagu itu agar bisa mendekatkan wajahnya.

Pemandangannya menelusur ke bawah. Cardigan putihnya tidak dikancingkan sehingga ia bisa melihat kaus kuning itu dengan jelas. Payudaranya menggembung menantang. Belahan dadanya mengintip sedikit.

Kejantannya mengeras sejak tadi saat mencium Milly. Dan kini ia semakin sulit mengendalikan pikiran dan tangannya. Jadi untuk mengamankan matanya dari pemandangan yang begitu menggoda, Nick menarik cardigan itu, lalu mengancingkannya hingga dada Milly tertutup. Nick berhati-hati agar jarinya tidak menyentuh payudara Milly.

Alis Milly mengkerut. Perlahan matanya terbuka. Lalu semakin melebar dan ekspresinya berubah terkejut. Milly terduduk dengan gerakan yang terlalu cepat. Ia meringis kesakitan sambil memijat kepalanya. Wajahnya pucat sekali.

"Maaf. Seharusnya aku tidak melakukannya."

Ia ingat dulu saat mencium Rissa di tepi pantai Viovio. Saat itu juga seharusnya Nick tidak mencium wanita itu. Ia berjanji tidak akan melakukannya lagi, tapi ia melanggarnya dan melakukannya lagi hingga ia mendapatkan ganjaran yang setimpal. Wajahnya babak belur dihajar Charlos.

Tapi apakah mencium Milly merupakan sebuah kesalahan? Ia telah jatuh cinta pada Milly hanya dalam beberapa jam saja. Meskipun ia tidak dapat melupakan Rissa sepenuhnya, tapi akhirnya ia meyakini dirinya sendiri kalau ia benar-benar jatuh cinta pada Milly.

"Aku haus," ujar Milly.

Dengan cepat Nick menyambar botol minum kemasan di meja, membuka tutupnya, lalu menyerahkannya pada Milly yang langsung diteguknya banyak-banyak.

"Sebaiknya kita pulang," kata Nick tegas. "Pertemuan dengan band temanku masih bisa diundur sampai kamu benar-benar sehat. Pembatalan resepsi di Grand Kawaluyaan juga masih bisa ditunda. Lagipula Darius masih belum memilih paket yang mana untuk pernikahannya kan. Belum tentu juga dia akan mengambil paket pernikahan di sini."

"Kenapa kamu bilang begitu? Kan tadi Darius bilang sendiri kalau ayahnya mau tempat resepsinya dipindah ke sini."

"Tunggu sampai mereka lihat harga paketnya. Grand Kawaluyaan itu lebih murah daripada Golden Ring. Fotografernya saja pakai kakak iparnya. Aku pikir, mereka sepertinya sedang berhemat. Desain buket bunga yang kamu tunjukkan itu harganya mahal-mahal semua. Berbeda jauh dengan buket bunga yang aku berikan padamu."

Milly seperti yang sedang berpikir. Kepalanya pasti masih terasa pusing. Pembicaraan tingkat tingginya sudah tidak perlu diperpanjang lagi. Nick membantu Milly untuk berdiri, tapi Milly menahannya.

"Aku mau bicara." Nada suaranya terdengar tegang. Mungkin sekaranglah yang dimaksud pembicaraan tingkat tinggi, bukan yang tadi.

"Ada apa, Mil?" tanya Nick menatap Milly waswas.

"Mengenai... yang tadi." Milly menggigit bibirnya lalu merapatkannya. "Em... Kenapa kamu melakukannya?"

"Melakukan apa?" Nick berubah santai, menyunggingkan senyum separonya.

Milly membuka mulut hendak bicara, tapi kemudian mengatupkannya lagi. "Lupakan saja." Milly menunduk.

Apa? Oh tidak. Bukan sinyal yang baik. Milly sulit sekali untuk digoda.

"Sepertinya kamu tidak menyukainya."

Milly kembali menatap Nick. Dari matanya Nick bisa melihat bahwa ada banyak sekali kata-kata yang membendung dan terlalu sulit untuk Milly ungkapkan.

"Kamu tidak serius melakukannya, bukan?" Milly seperti yang tidak yakin dengan pertanyaannya.

"Kenapa tidak? Apa menurutmu yang tadi hanya sekedar main-main?"

Milly terdiam. Mereka hanya bisa saling menatap. Rona merah kembali menghiasi pipinya. Nick tersenyum. Ia mengelus pipi Milly yang halus. Kali ini ia akan melakukannya dengan lebih baik.

Nick mendekatkan kembali wajahnya, lalu meraih dagu Milly yang berbelah itu dengan tangan kanannya. Mata Milly terpejam. Nick bisa melihat bintik-bintik kecoklatan di sekitar hidungnya. Hanya tinggal setengah senti lagi bibir mereka akan bertemu lagi.

Terdengar suara ketukan. Lalu pintu kamar terbuka. Itu pasti Pak Januar. Sudah tanggung. Jadi Nick terus maju untuk mengecup Milly, tapi dengan cepat wanita itu menjauh. Dan Nick mencium angin.

Nick berbalik lalu tersenyum pada Pak Januar. Milly berdiri dengan ekspresi kaku, perlahan menjauh dari Nick.

"Maaf mengganggu. Kalau boleh saya tahu, apakah Pak Nicholas ini seorang pianis?"

"Apa? Oh bukan. Bermain piano hanya sekedar hobby saja. Saya seorang koki. Saya bekerja di Hotel Centaurus di Malaysia."

"Wah wah wah. Saya merasa terhormat bisa mengenal Anda. Centaurus itu Olympus Group, benar bukan?"

"Ya benar. Dan Golden Ring itu Golden Group, ya kan?"

"Ya, Pak Nicholas. Hotel Golden Ring di sini adalah hotel pertama di Batam yang dibangun oleh pemilik Golden Group."

"Ya, saya tahu. Charlos itu kan kakak ipar saya."

"Kakak ipar? Apakah Pak Nicholas ini berarti adiknya Ibu Carissa?"

"Ya benar."

"Kamu masih punya hubungan keluarga dengan pemilik Golden Group?" tanya Milly terkejut.

Nick mengedikkan bahunya. "Ya tapi itu hanya sekedar status saja. Aku dan Charlos tidak terlalu dekat."

Lebih tepatnya tidak berhubungan baik atau bermusuhan. Nick tidak bermaksud menganggap Charlos sebagai musuh. Tapi bagaimanapun juga ia pernah berusaha merebut Rissa darinya dan Charlos sangat membencinya.

"Apa aku bisa bekerja sama dengan Charlos? Maksudku untuk urusan Wedding Organizer."

"Entahlah. Aku sudah lama sekali tidak pernah bertemu dengannya." Milly mengangguk perlahan, tampak agak kecewa. "Tapi ya nanti coba aku bicarakan dengan kakakku."

Senyum mengembang di wajah Milly. Sikap kakunya yang tadi karena kepergok Pak Januar sedang berciuman, perlahan mencair. Kalau bagi Nick, ia tidak perlu merasa malu untuk mencium Milly di depan umum.

Pak Januar kemudian mengantarkan mereka sampai lift. Air minum kemasannya gratis. Lumayan.

Milly memegang buket bunga di tangan kanannya. Mereka terdiam selama di dalam lift. Nick ragu untuk bergandengan tangan dengan Milly. Wanita itu masih menunjukkan sikap defensif, meskipun tidak seperti saat pertama bertemu.

Haruskah Nick menyatakan cintanya sekarang juga? Di sini? Di lift? Di parkiran? Di atas motor saja? Ugh! Nick bingung harus bagaimana. Sepertinya Milly juga merasakan hal yang sama. Nick jadi canggung saat menatap Milly.

Tapi kemudian saat berjalan melewati parkiran mobil, Milly perlahan mengaitkan tangannya ke tangan Nick. Jantung Nick langsung berdebar kencang. Ia menoleh menatap Milly yang sedang menunduk malu-malu.

Milly pasti merasakan tatapan Nick, jadi wanita itu mendongak untuk menatap Nick, kemudian tersenyum simpul. Betapa cantik dan manisnya Milly saat tersenyum seperti itu.

Seharusnya sekarang Nick menyatakan cintanya. Tapi lidahnya terasa kelu. Rasanya bisa berjalan berkaitan tangan dengan Milly saja sudah cukup membuatnya bahagia.