Adeeva terus meregangkan kakinya. Dia tidak merasakan sakit dan semacamnya. Semua berjalan normal. Apa Yudistira berbohong padanya?
Tadi, setelah Yudistira mengatakan hal yang cukup panas di dengar, Adeeva segera berjingkat dan berlari menuju kamar mandi. Adeeva bahkan sempat mendengar tawa Yudistira yang terdengar menyeramkan.
Sekarang, gadis itu tengah berada di dalam kamar mandi. Adeeva sudah menanggalkan seluruh pakaiannya. Dia tidak ada waktu untuk berendam, karena akan ada meeting dengan beberapa klien penting. Mereka akan tekan kontrak investasi dengan perusahaan Yudistira.
Gadis itu mandi dengan cepat. Dia sempat mengeryit heran saat menemukan sabun dengan merk dan aroma yang biasa dirinya gunakan. Mungkinkah ini hanya kebetulan?
Tapi rasanya tidak mungkin. Gadis itu bahkan menemukan shampoo dengan merk dan aroma yang biasa dia gunakan. Satu nama terlintas di benaknya. Pasti ini ulah Yudistira. Tapi, tahu darimana pria itu?
Adeeva tidak terlalu ambil pusing dengan masalah sabun tersebut. Dia menyelesaikan acara mandinya, kemudian mengenakan handuk dan keluar dari kamar mandi.
Alangkah kagetnya Adeeva saat melihat Yudistira yang tengah mengobrol dengan Evan di sofa kamar hotelnya. Gadis itu segera membalik badannya, berniat kembali masuk ke dalam kamar mandi. Dia tidak rela jika Evan melihat tubuhnya. Untung saja Evan membelakanginya sehingga tidak sempat melihat tubuhnya.
"Adeav?" Panggilan dari Yudistira membuat Adeeva terdiam. Tangannya yang berniat menutup pintu kamar mandi kini menggantung di udara, menunggu ucapan Yudistira selanjutnya.
"Pakai pakaianmu seperti biasa. Evan tidak akan melihatmu." Adeeva membelalak. Sepertinya telinga dia baru saja tertancap sesuatu hingga mendengarkan suara-suara aneh.
"Sepertinya aku kesurupan, Sir. Aku mendengar laki-laki gila yang menyuruhku berganti pakaian di depan dua orang pria." Adeeva mengorek telinganya menggunakan jari, membuat Yudistira yang tadinya fokus pada dokumen-dokumen di tangannya, kini beralih pada Adeeva.
"Hanya ada waktu sepuluh menit untukmu bersiap. Cepatlah!" Seru Yudistira.
Adeeva tetap menolak. Tangannya kembali menuju pintu dan berniat menutupnya. Tetapi, lagi-lagi suara Yudistira membuat tangannya terhenti.
"Kau ini tangan siapa sebenarnya sampai menuruti Yudistira?!" Kesal Adeeva pada tangannya sendiri.
"Aku akan membunuh Evan dengan tanganku sendiri, jika dia melihat tubuhmu." Ucap Yudistira, lebih kepada sebuah ancaman.
"Tapi, kau juga..." entah mengapa suara Adeeva tidak mau keluar. Di seakan kehabisan kata-kata.
"Aku sudah melihat semuanya tadi malam." Kata Yudistira seakan menjawab kekhawatiran dalam diri Adeeva. Sayangnya ucapan Yudistira malah membuat Adeeva semakin khawatir.
"Lakukan perintahku atau kau kupecat, Adeav." Ancam Yudistira.
***
Kemeja hitam meletak sempurna pada tubuh atletisnya. Tuhan seakan tengah berbaik hati saat menciptakan Yudistira. Pahatan tubuhnya, wajahnya, bahkan karirnya terbilang nyaris sempurna. Bibir Yudistira menyunggingkan sebuah senyum kemenangan. Aura wajahnya terpancar indah, bercahaya terang melalui rasa bahagianya.
Dia berjalan dengan langkah yang lebar, tanpa mempedulikan seorang gadis yang sedang tertatih di belakangnya. Bahkan, suara ketukan heels Adeeva terasa menganggu Yudistira.
Lagi-lagi, Yudistira menghentikan langkahnya secara tiba-tiba. Mereka saat ini tengah berada di koridor sebuah perusahaan yang cukup berpengaruh di dunia dalam bidang properti. Yudistira berhasil menarik perhatian mereka untuk berinvestasi padanya.
"Aw!" Suara rintihan seorang gadis membuat Yudistira merasa jengah. Dia merasa Adeeva terlalu ceroboh akhir-akhir ini.
"Tidak bisakah kau berhenti membuatku merasa kesal?" Ketus Yudistira. Dia mengatakan hal itu tanpa memutar kepalanya untuk melihat Adeeva.
Pandangan Yudistira lurus kedepan, seakan menghindari dari mata Adeeva.
Tanpa Yudistira tahu, di belakang sana Adeeva tengah merasa sangat kesal. Dia mengepalkan tangan dan diarahkannya ke kepala Yudistira. Tentu saja Adeeva tidak berani benar-benar meninju Yudistira. Dia hanya berlagak.
"Memangnya aku melakukan apa, Sir?" Tanya Adeeva dengan sangat sopan. Dia bahkan tidak protes saat kepalanya sekarang sudah benjol akibat kerasnya tubuh Yudistira.
"Kau sudah tidak mau mendengarkan perintahku." Jawab Yudistira. Kakinya kembali melangkah, meninggalkan Adeeva yang masih setia di tempatnya. Gadis itu menarik nafasnya sangat dalam, kemudian menghembuskannya secara kasar.
"Sabar Adeeva. Sabar..." Adeeva mengusap dadanya sendiri kemudian menyusul Yudistira yang sudah memasuki lift.
"Berhenti!" Perintah dari Yudistira segera Adeeva patuhi. Gadis itu berhenti tepat di depan lift yang masih terbuka.
Kening gadis itu berkerut bingung, "ada apa Sir? Apa ada yang tertinggal?" Tanya Adeeva.
Yudistira menggeleng. "Tidak. Hanya saja, aku tidak ingin satu lift denganmu."
Adeeva terperangah mendengarnya. Apa-apaan ini? Mengapa sifat Yudistira seperti perempuan yang sedang marah?
"Ada apa Sir? Apa saya bau badan?" Adeeva mencoba mencium keteknya sendiri, tapi tidak ada bau yang tidak sedap dari sana.
"Kau membuatku kesal Adeav. Kau tidak mau menuruti perintahku tadi pagi. Kusuruh kau untuk cepat-cepat berganti pakaian, nyatanya kau malah berganti di kamar mandi dengan waktu yang sangat lama. Kita hampir terlambat tadi."
Adeeva kembali membelalak. Dia tidak menyangka Yudistira marah kepadanya hanya karena hal sepele. Lagipula itu 'kan hak Adeeva untuk berganti pakaian dimanapun?
"Tap—"
"Sudahlah, setelah ini aku ada urusan penting. Kau tidak perlu ikut. Kembalilah ke hotel sendirian."