"Rafka harus menikah lagi, tapi dengan seseorang yang baik dan sesuai dengan persetujuan Latifah sebagai istri pertama Rafka." Jawab Rahima dengan tegas.
Rafka dan Latifah terpaku mendengar hal itu, rasanya sangat sulit untuk mereka menerima permintaan seperti itu. Apalagi Rafka mencintai Latifah begitu pula sebaliknya, sangat tidak mungkin rasanya untuk mewujudkan hal itu.
"Kenapa harus menikah lagi bu? Memang tidak ada cara lain lagi?" Balas Rafka tidak setuju.
Rahima menatap Rafka dengan sendu, bukan ia ingin berlaku kejam tapi semua yang ia lakukan itu juga demi masa depan Rafka sendiri yang belum jelas.
"Cara apa lagi yang ingin kamu gunakan nak? Bukankah semua cara sudah pernah kamu gunakan? Apa ada hasilnya?" Jawab Rahima dengan terang-terangan.
Jujur saja, mendengar perkataan ibu mertuanya itu membuat hati Latifah terasa sakit seketika. Seakan ada ribuan pisau yang menusuk jauh ke dalam jantung hatinya, membuatnya sakit dan sesak sekali.
"Tapi bu, bagaimana aku bisa menikah lagi jika hatiku hanya mencintai Latifah saja?" Balas Rafka tetap tidak setuju.
Rahima menghela nafas panjang, mencoba untuk tetap tenang menghadapi kekeras kepalaan anaknya itu.
"Cinta bisa hadir karna terbiasa, tapi anak tidak bisa hadir jika tidak usaha. Tolong mengertilah, kamu ini butuh keturunan untuk meneruskan hak waris. Bukankah salah satu tujuan pernikahan itu untuk mendapatkan keturunan? Jadi apa salahnya jika mencoba hal ini?" Jelas Rahima dengan serius.
Rafka terdiam, jika sudah berbicara tentang anak dan keturunan Rafka tidak bisa mengatakan apapun lagi. Ibunya memang benar, tapi Rafka juga tidak ingin menyakiti hati Latifah jika ia harus menikah lagi.
Latifah hanya diam dengan air mata yang mengalir di pipinya, ia sadar jika ia tidak sempurna sebagai seorang istri untuk Rafka. Pria itu terlalu baik untuknya, Rafka pantas mendapatkan yang lebih dari dirinya.
Walaupun hatinya sesak, Latifah akan mencoba untuk menerima permintaan ibu mertuanya itu. Sulit memang, tapi tidal ada salahnya jika mencoba saran sri orang tua.
"Baiklah bu, tolong izinkan kami berpikir lebih dulu." Putus Latifah akhirnya.
Rafka menatap Latifah tidak percaya, ia benar-benar tidak menyangka jika Latifah akan memikirkan usulan dari ibunya itu. Sedangkan Rahima tersenyum mendengar keputusan Latifah, walau belum pasti setidaknya ada harapan untuknya memiliki cucu.
"Baiklah, pikirkan baik-baik usulan ibu ini. Ibu melakukan semua ini juga demi masa depan kalian, hidup di masa tua tanpa seorang anak itu sangat susah. Ibu tidak ingin hal itu sampai terjadi pada kalian, jadi mengertilah tentang kekhawatiran ibu ini." Balas Rahima meyakinkan.
Latifah mengangguk paham, walau sebenarnya hatinya masih berdarah karna di tikam berkali-kali oleh perkataan ibu mertuanya itu.
"Ya bu, kami mengerti." Jawab Latifah dengan senyum tipisnya.
Rafka hanya terdiam dengan kesal, usahanya untuk menolak keputusan itu hancur sudah. Kini ibunya pasti berharap lebih pada dirinya dan Latifah, jika mereka akan menerima keputusan itu.
Rahima menatap wajah kedua anak dan menantunya sendu, bukan maksudnya untuk mendesak mereka agar memilih jalan itu. Tapi mau bagaimana lagi, ia juga tidak memiliki pilihan lain untuk semua masalah itu.
"Kalau begitu ibu pamit dulu, kabari ibu jika kalian sudah memberi keputusan. Assalamualaikum" pamit Rahima pada Rafka dan Latifah.
"Waalaikum sallam" jawab Rafka dan Latifah bersamaan.
Rafka dan Latifah mencium tangan Rahima, lalu mereka mengantar ibu mereka itu sampai ke depan rumah. Dan ternyata sudah ada taksi online yang menunggunya, Rahima pun masuk ke dalam mobil dan melaju meninggalkan kediaman anaknya itu.
Setelah kepergian Rahima, Rafka dan Latifah langsung masuk ke dalam kamar mereka. Di sana mereka berdebat, membicarakan tentang usulan Rahima yang meminta Rafka untuk menikah lagi agar mendapatkan keturunan.
"Mas, aku rasa saran itu tidak buruk" ucap Latifah memulai pembicaraan.
"Tidak buruk bagaimana maksud kamu? Justru saran ibu itu sangat buruk sayang, karna itu akan menyakiti hati kamu." Jawab Rafka frustasi.
"Mas, insya Allah aku baik-baik saja. Jika memang ini jalan yang terbaik, kenapa tidak?" Balas Latifah memberi pengertian.
Rafka duduk di tepi ranjang, lalu ia menatap Latifah dengan sendu. Latifah yang paham dengan tatapan itu langsung duduk di samping Rafka, dan menatap sang suami dengan senyum tipisnya.
"Mas tidak ingin menyakiti hatimu sayang, mas mencintai kamu. Bagaimana bisa mas menikah lagi, jika di hati mas hanya ada kamu." Ungkap Rafka sedih.
Latifah tersenyum mendengar ungkapan Rafka tentang perasaannya, dan ia pun mengerti dengan apa yang Rafka khawatirkan.
"Mas, kita juga dulu tidak saling mencintaikan? Kita di jodohkan, dan di pertemukan oleh takdir. Tapi akhirnya mas bisa mencintai aku, bukan tidak mungkin mas akan merasakan hal yang sama dengan istri kedua mas nanti." Jelas Latifah dengan lembut.
Rafka menatap Latifah dengan sendu, tapi Latifah menatapnya dengan yakin dan senyum.
"Mas, demi pernikahan kita dan juga masa depan kita. Tolong mas percaya pada pilihan ibu dan aku, kami hanya ingin yang terbaik untuk semuanya." Pinta Latifah dengan sangat.
Inilah kelemahan Rafka, permohonan Latifah yang tidak bisa di tolak olehnya. Tapi jika ia menerimanya, itu berarti ia mengkhianati cinta mereka dan pernikahannya.
"Lalu bagaimana dengan pernikahan kita sayang? Itu berarti aku mengkhianati kamu, dan cinta kita kan?" Tukas Rafka mencoba membalik keadaan.
Latifah tersenyum mendengar perkataan Rafka, ia benar-benar bersyukur memiliki suami yang setia dan penuh cinta seperti Rafka. Tapi hal itu juga yang membuatnya sakit, karna tidak bisa menyempurnakan pernikahan mereka.
"Mas, aku ikhlas jika memang ini takdirnya. Mas pantas bahagia, dan mendapatkan yang lebih baik dari aku. Aku memang mencintai mas, tapi mas juga harus memiliki buah cinta untuk bisa melanjutkan hak waris. Tolong mas, terima saja saran dari ibu." Balas Latifah dengan permintaannya.
"Kenapa kamu mendesak mas juga sayang? Jika seperti ini, bagaimana mas bisa menolaknya?" Keluh Rafka dengan wajah frustasinya.
"Maaf mas, tapi ini demi kebaikan kita." Balas Latifah dengan senyumnya.
Rafka menghela nafas panjang, ia tidak bisa lagi menolak permintaan ibunya ataupun Latifah. Kedua wanita itu sudah mendesaknya hingga ke tepi jurang, jadi mau tidak mau Rafka harus mengambil keputusannya.
"Baiklah, jika memang itu yang terbaik untuk kita semua maka aku akan menerimanya. Ini demi pernikahan kita, dan juga ibu." Putus Rafka akhirnya.
Latifah tersenyum mendengar keputusan Rafka, walaupun perasaannya sakit tapi ia harus tetap kuat. Semua ini ia lakukan demi rumah tangganya dengan Rafka, dan juga menuruti keinginan ibu mertuanya yang tidak bisa ia penuhi.
"Terima kasih mas, aku bahagia mendengarnya." Ucap Latifah lalu ia memeluk Rafka dengan sangat erat.