Chereads / POLIGAMI / Chapter 8 - Pembicaraan Serius

Chapter 8 - Pembicaraan Serius

Tok.. tok.. tok..

"Assalamualaikum" ucap Aisyah lembut.

"Waalaikum sallam" balas suara perempuan yang Aisyah yakini adalah Latifah.

Lalu pintu terbuka, dan nampaklah Latifah yang menatap Aisyah dengan heran.

"Ada apa Aisyah?" Tanya Latifah santai.

Aisyah menunduk, ia benar-benar merasa bersalah karna mengganggu kebersamaan Latifah dan Rafka.

"Maaf mba jika aku mengganggu, aku tidak bermaksud begitu." Ucap Aisyah menyesal.

Latifah tersenyum mendengar kata-kata penyesalan dari Aisyah, lalu ia pun menenangkan Aisyah.

"Tidak apa, aku tau kamu tidak akan melakukan itu jika tidak penting. Jadi ada apa sampai kau terus mengetuk pintu kamarku?" Balas Latifah memahami.

"Ada ibu Rahima di ruang tamu, beliau ingin bertemu mba Latifah dan mas Rafka segera." Jawab Aisyah langsung.

"Ibu datang? Ya sudah aku akan keluar sebentar lagi, aku beritahu mas Rafka dulu." Balas Latifah terkejut.

Aisyah mengangguk paham, lalu ia kembali mendatangi ruang tamu dan memberitahu bu Rahima jika Latifah dan Rafka akan menemuinya sebentar lagi.

"Maaf menunggu bu, sebentar lagi mba Latifah dan mas Rafka akan datang." Ucap Aisyah.

Ibu Rahima mengangguk paham, lalu tidak lama kemudian Latifah dan Rafka menghampiri bu Rahima.

Mengetahui situasi itu untuk keluarga saja, Aisyah langsung undur diri ke dapur ia membuatkan minum serta cemilan untuk ketiga orang itu.

"Assalamualaikum bu, maaf ya menunggu lama." salam Latifah pada ibu mertuanya itu.

Ibu Rahima tersenyum pada Latifah, dan ia pun menjawab salam dari menantunya itu.

"Waalaikum sallam, tidak apa ibu mengerti." jawab bu Rahima dengan tenang.

Latifah langsung mencium tangan bu Rahima, begitu juga dengan Rafka.

"Ibu apa kabar? Kenapa ibu tidak menghubungi Rafka saja jika ingin datang, kan Rafka bisa menjemput ibu." tanya Rafka pada sang bunda.

"Tidak apa nak, ibu masih kuat kok berjalan sendiri ke sini." jawab bu Rahima dengan lembut.

Rafka hanya menghela nafas saja jika sang ibu sudah berkata seperti itu, ia tidak bisa memaksa atau melawannya.

"Tapi ibu benar-benar tidak apa-apa kan?" tanya Rafka lagi memastikan.

Bu Rahima mengangguk pasti, lalu ia menjawab pertanyaan itu untuk meyakinkan Rafka.

"Ibu tidak apa nak, lihatlah! Ibu sehat, dan baik-baik saja." jawab bu Rahima yakin.

Rafka dan Latifah mengangguk paham, lalu tiba-tiba Aisyah datang dengan teh buatannya dan juga beberapa camilan.

"Silahkan bu, mas, mba" kata Aisyah dengan sopan.

"Terima kasih Aisyah" ucap Latifah dengan senyum di bibirnya.

Aisyah mengangguk dengan wajah yang tetap menunduk, lalu ia perlahan berjalan mundur dan kembali ke dapur.

Bu Rahima menatap Aisyah dengan dalam, lalu ia pun bertanya pada Latifah tentang Aisyah yang bekerja di rumah anaknya itu.

"Nak, ibu tidak tau jika ada seorang gadis yang bekerja di sini. Sejak kapan Aisyah bekerja dengan kalian?" tanya bu Rahima penasaran.

Latifah tersenyum menanggapi pertanyaan mertuanya itu, ia pun menjawabnya.

"Baru beberapa hari ini bu, dia sedang butuh pekerjaan karna keadaan mendesak. Aku tidak tega melihatnya, jadi aku menerimanya bekerja di sini dengan persetujuan mas Rafka juga." jawab Latifah menjelaskan.

"Iya ibu tau, tadi Aisyah sudah menjelaskannya. Tapi apa kalian gak khawatir? Aisyah seorang gadis loh, kita tidak tau setan ada dimana-mana." tukas bu Rahima mengingatkan.

Latifah menatap bu Rahima dengan tidak mengerti, lalu ia menatap Rafka bingung.

"Maksud ibu bagaimana? Aisyah gadis yang baik, dia tidak mungkin seperti itu." jawab Rafka tidak setuju.

"Rafka, dia seorang gadis. Bukan tidak mungkin kau akan tertarik padanya, kan?" balas bu Rahima khawatir.

Rafka dan Latifah benar-benar tidak percaya jika ibu Rahima tidak mempercayai mereka, padahal selama ini ia yang paling membela keputusan mereka.

"Ibu kenapa berkata seperti itu? Mas Rafka tidak mungkin seperti itu, aku percaya padanya." jawab Latifah sedikit kecewa.

"Bukan maksud ibu tidak percaya, tapi ibu khawatir pada kalian. Tapi terserah kalian, ibu hanya mengingatkan sebagai seorang yang menyayangi kalian. Kalian sendiri juga tau jika kedua orang yang bukan mukhrim terbiasa bersama, bukan tidak mungkin ada sesuatu yang akan terjadi. Apalagi, Latifah belum seutuhnya menjadi ibu rumah tangga." jelas bu Rahima dengan tegas.

Mendengar hal itu Latifah dan Rafka terdiam, memang benar apa yang ibunya itu katakan. Mereka tidak berpikir sampai sejauh itu, dan lagi ibu Rafka jadi kembali membahas kekurangan Latifah.

Ada sedikit rasa sakit dalam hati Latifah saat ibu Rahima kembali mengungkit kekurangannya, dan semua perdebatan ini karna kesalahannya.

"Ya sudah maafkan Latifah bu, ini semua karna permintaan Latifah." ucap Latifah menyesali.

"Lain kali jangan lagi ya nak, kamu harus bisa menjaga suamimu. Jangan pernah sedikitpun kau menjerumuskan dosa dalam rumah tangga kalian, kalau memang kalian butuh asisten rumah tangga. Cari yang setengah baya, dan pastikan sudah memiliki pasangan." balas bu Rahima mengingatkan.

Latifah mengangguk paham, ia mengakui kesalahannya kali ini. Sedangkan Rafka, ia memang setuju dengan maksud ibunya. Tapi Rafka tidak bisa menerima perkataan sang ibu yang mengingatkan kembali mereka pada masalah rumah tangga yang rumit itu.

"Bu, aku mengerti kenapa ibu khawatir pada kami. Tapi kenapa ibu malah membahas masalah itu lagi? Kasian Latifah bu, jangan terus mendesaknya seperti ini." pinta Rafka dengan pelan.

"Maafkan ibu Rafka, tapi kali ini ibu datang memang untuk membahas hal itu. Ibu tidak bisa menunggu lebih lama lagi, kamu sudah bertahun-tahun menikah. Keturunan itu penting sebagai tujuan pernikahanmu, dan ibu menunggu hal itu sejak awal kalian menikah." jawab bu Rahima sedih.

Jatuh sudah air mata yang Latifah tahan sejak tadi, hatinya merasa sakit mendengar harapan besar dari sang mertua yang belum bisa ia wujudkan sampai saat ini.

"Maafkan Latifah bu, Latifah belum bisa mewujudkan apa yang ibu harapkan selama pernikahanku dengan mas Rafka." ucap Latifah mencoba kuat.

"Bu sudahlah, jangan membahas masalah ini lagi. Aku sudah bahagia dengan Latifah, kami baik-baik saja." pinta Rafka dengan sangat.

Bu Rahima menghela nafas panjangnya, sebenarnya ia juga tidak ingin melakukan hal ini. Latifah menantu yang baik menurutnya, dan ia juga sudah menyayanginya seperti anak sendiri. Tapi ia juga tidak bisa melupakan hal yang satu ini, tujuan seseorang menikah pasti untuk melanjutkan keturunan.

"Rafka, ibu mengerti. Tapi mau bagaimana lagi, kau butuh penerus untuk masa depan kalian." balas bu Rahima mencoba meyakinkan.

Latifah menghapus air matanya, lalu ia tersenyum dan menatap ibu mertuanya dengan tenang. Ia tau kemana arah pembicaraan ini, dan Latifah sudah mempersiapkan diri untuk mendengarnya secara langsung.

"Baiklah aku mengerti, jadi apa yang harus kami lakukan untuk mewujudkan keinginan ibu?" jawab Latifah dengan senyumnya.