Chereads / POLIGAMI / Chapter 3 - Pertemuan Kembali

Chapter 3 - Pertemuan Kembali

Pagi hari yang cerah, seminggu berlalu sejak pertemuan Latifah dengan Aisyah. Sampai saat ini, Latifah belum pernah bertemu dengan Aisyah lagi.

Padahal ia sering datang ke taman, dan menunggunya di sana. Tapi ternyata, Aisyah tidak datang juga. Entah apa yang terjadi padanya, Latifah pun jadi merasa khawatir.

Sampai detik ini, Latifah kembali ke taman. Berharap bisa bertemu dengan Aisyah, entah kenapa Latifah merasa jika ia memiliki ikatan yang kuat dengan Aisyah sejak pertemuan mereka di hari itu.

Waktu sudah sore, tapi Aisyah belum juga kelihatan batang hidungnya. Latifah sudah menunduk sedih, ia pun berdoa agar bisa di pertemukan kembali dengan gadis itu.

"Ya allah, jika memang kami berjodoh untuk memiliki ikatan. Maka pertemukanlah aku dengannya kembali, aku merasa dia adalah sahabat yang engkau kirimkan khusus untukku ya Allah." Doa Latifah saat itu.

Bagai sebuah keajaiban, tepat setelah Latifah mengusapkan kedua tangannya pada wajah. Siluet familiar yang di tunggu olehnya sejak siang tadi terlihat oleh pandangannya, Aisyah melangkah mendekat pada Latifah dengan senyum di wajahnya.

"Subhanallah, alhamdulillah. Terima kasih ya Allah, engkau sudah mengabulkan doa hamba." Ucap Latifah senang.

Latifah langsung berdiri menyambut Aisyah, lalu mereka berpelukan seperti seorang saudara yang terpisah jauh.

"Assalamualaikum mba, apa kabar?" Sapa Aisyah pada Latifah dengan begitu lembut.

Latifah tersenyum, ia benar-benar merindukan suara lembut milik Aisyah itu.

"Waalaikum sallam Aisyah, aku baik. Kamu kemana saja? Aku mencari kamu beberapa hari ini." Balas Latifah antusias.

"Masya Allah mba, maaf. Saya tidak tau, beberapa hari terakhir saya di rumah saja. Ayah saya sakit, jadi saya tidak keluar rumah untuk mengurus beliau." Jawab Aisyah menjelaskan.

Latifah mengangguk, lalu ia ikut prihatin dengan apa yang Aisyah alami.

"Innalilahi wa inna ilaihi ra'jiun, ayah kamu sakit apa? Lalu bagaimana keadaannya sekarang?" Kejut Latifah khawatir.

Aisyah tersenyum melihat respon Latifah, ia pun mencoba untuk menenangkan wanita itu.

"Alhamdulillah mba, ayah sudah lebih baik. Ayah hanya kelelahan saja, karna bekerja terlalu keras." Balas Aisyah dengan tenang.

"Alhamdulillah kalau begitu, semoga ayahmu lekas pulih kembali." Harap Latifah.

"Amiin, Insya Allah mba." Balas Aisyah dengan senyumnya.

Setelahnya, Latifah dan Aisyah membicarakan hal lain. Seperti kebiasaan masing-masing, dan juga kesukaan mereka.

Sampai akhirnya Aisyah kembali mengingat, jika ia ingin mencari pekerjaan untuk menggantikan sang ayah.

Ayahnya sudah tidak boleh bekerja dengan keras lagi, karna tubuhnya sudah rentan terhadap rasa sakit. Aisyah tidak tega melihat sang ayah terus menahan ringisannya, kala rasa sakit itu di rasakan tubuhnya.

"Maaf mba, apa saya boleh bertanya?" Izin Aisyah pada Latifah.

"Tentu saja, kamu mau bertanya apa?" Balas Latifah mengizinkan.

"Apa mba memiliki kenalan, atau tetangga yang membutuhkan pekerja? Aku ingin bekerja mba, untuk menggantikan ayahku." Tanya Aisyah ragu-ragu.

Latifah menatap Aisyah prihatin, ia tau jika Aisyah melakukan itu pasti karna kebutuhan hidupnya.

"Memang ayah kamu tidak bekerja lagi?" Tanya Latifah memastikan.

"Bukan seperti itu mba, ayah sudah tidak bisa bekerja terlalu keras. Aku tidak bisa membiarkan ayah kembali bekerja dan memaksakan dirinya untuk membiayai hidup kami, kalau bisa aku ingin menggantikan ayah bekerja dan menghasilkan uang untuk kelangsungan hidup kami." Jelas Aisyah tentang maksudnya.

Latifah mengangguk paham, lalu ia pun terpikirkan lowongan yang ada di rumahnya. Memang saat ini Latifah membutuhkan seorang asisten rumah tangga, karna pegawainya yang lama akan pulang kampung dan tidak akan kembali lagi.

"Kamu benar ingin bekerja?" Tanya Latifah memastikan.

Aisyah menatap Latifah penuh harap, ia pun mengangguk antusias menjawab pertanyaan Latifah.

"Kalau begitu besok datang saja ke rumah ku, sebenarnya aku butuh asisten rumah tangga." Titah Latifah pada Aisyah.

"Alhamdulillah, mba serius mau memperkerjakan saya?" Balas Aisyah senang.

"Insya Allah, tapi saya harus meminta izin suami saya dulu. Karna itulah, besok kamu datang saja ke rumahku. Ini alamatnya, kebetulan besok suami saya libur." Jawab Latifah sambil memberikan kartu namanya.

Aisyah mengambil kartu nama itu, ia pun tersenyum senang karna setidaknya ada harapan untuk bisa meringankan beban ayahnya saat ini.

"Alhamdulillah, terima kasih mba" ucap Aisyah senang.

Latifah ikut tersenyum melihat Aisyah yang begitu senangnya, padahal pekerjaan itu hanya seorang asisten rumah tangga.

"Aisyah, kenapa kamu sampai sesenang itu? Padahal pekerjaannya hanya sebagai asisten rumah tangga." Tanya Latifah penasaran.

Aisyah menatap Latifah dengan senyum cantiknya, lalu ia menggenggam tangan Latifah dengan erat.

"Asisten rumah tangga juga mulia kok mba, bahkan seorang tukang sisir rambut seperti Siti Mashitoh saja bisa masuk syurga. Tidak masalah pekerjaannya apa, selama halal dan di kerjakan dengan ikhlas Insya Allah hasilnya akan membawa berkah." Jawab Aisyah dengan begitu yakin.

Latifah terdiam, hatinya benar-benar tersentuh mendengar jawaban yang Aisyah berikan. Gadis itu benar-benar sangat pintar, bahkan Latifah sendiri merasa malu karna tidak bisa membereskan rumahnya sendiri.

Selama menikah, Latifah hanya melayani suaminya saja. Sedangkan untuk membersihkan rumah dan lainnya, biasanya ia serahkan pada asisten rumah tangga.

"Subhanallah, kamu benar-benar perempuan yang baik Aisyah." Puji Latifah pada Aisyah.

"Alhamdulillah, jangan memuji aku berlebihan mba. Nanti aku sombong, dan semua pujian hanya pantas kita berikan untuk sang pencipta." Balas Aisyah dengan senyumnya.

Lagi dan lagi Latifah di buat terenyuh dengan balasan Aisyah, gadis itu begitu manis dalam berkata. Bahkan Latifah sampai begitu menyukainya, jika saja bisa ingin sekali Latifah menjadikan Aisyah adiknya.

Mengingat hal itu, tiba-tiba suatu hal terlintas dalam pikirannya. Latifah tersenyum, namun ada kesedihan juga dalam sorot matanya saat memikirkan hal itu lebih jauh.

"Ada apa mba? Mba terlihat khawatir." Tanya Aisyah cemas.

"Tidak apa, Insya Allah aku baik-baik saja." Jawab Latifah mencoba tenang.

Aisyah mengeluarkan suaranya, ia mengalihkan perhatian Latifah dari pikirannya itu. Mereka pun kembali mengobrol, membahas hal-hal kecil yang biasa terjadi.

Sampai akhirnya waktu menunjukkan pukul 4 sore, baik Latifah maupun Aisyah memutuskan untuk kembali ke rumah masing-masing. Keduanya terlihat begitu dekat, seakan-akan memang memiliki ikatan yang tidak terlihat.

Bahkan di dalam mobil, Latifah masih saja tersenyum. Aisyah membawa banyak pengaruh dalam pergerakkan emosi Latifah, jika saat datang tadi Latifah tampak khawatir kini Latifah terlihat begitu senang.

Padahal mereka hanya mengobrol biasa saja, tapi rasanya seperti mendapat banyak hadiah indah di saat yang bersamaan. Benar-benar aneh, tapi itulah kenyataan yang terjadi.

"Subhanallah, jika apa yang aku pikirkan ini benar? Maka aku ingin Aisyah yang berada di posisi itu, aku yakin kehidupan kami akan sangat baik ke depannya." Gumam Latifah dengan senyumnya.