Chereads / POLIGAMI / Chapter 18 - Kegelisahan Aisyah

Chapter 18 - Kegelisahan Aisyah

Aisyah terdiam, ia tidak tau harus menjawab apa di posisi yang sulit seperti itu. Karna nyatanya, ia sama sekali tidak terpikirkan jika Latifah akan meminta hal yang tidak terduga itu darinya.

Tidak mudah untuk menjalankan pernikahan, karna pernikahan bukan sesuatu yang bisa di permainkan oleh siapapun. Karna pernikahan itu menyangkut dua keluarga yang asing menjadi dekat, dan menyatukan dua hati untuk saling terikat.

"Saya tidak tau mba, saya tidak bisa menjawabnya saat ini. Saya sendiri masih tidak percaya mba Latifah akan mengatakan hal ini, sangat sulit untuk saya menerima semua ini. Saya jaga tidak bisa memutuskan sendiri, saya harus berbicara dulu dengan ayah saya. Dan mencari jalan terbaik, tapi maaf saya tidak bisa berjanji untuk menerimanya." Jawab Aisyah tidak yakin.

Latifah memejamkan matanya, menahan air mata yang sudah menumpuk di pipinya. Tapi nyatanya semua itu sia-sia, karna air mata itu tetap mengalir deras di pipinya.

"Aisyah, tolong di pikirkan lagi. Aku mohon, ini demi kebaikan kita semua." Tekan Latifah dengan sangat.

Aisyah memejamkan matanya sesaat, ia mencoba untuk menguatkan hatinya di saat yang sulit seperti ini. Lalu ia kembali membuka matanya, dan memilih untuk berpamitan pada Latifah. Ia butuh waktu, untuk memikirkan semua masalah itu.

"Akan aku pikirkan, sekarang aku pulang dulu mba. Ayah pasti sudah menunggu, assalamualaikum." Ucap Aisyah lalu meninggalkan Latifah begitu saja.

Ini pertama kalinya Aisyah bertingkah tidak baik kepada orang lain, tapi itu bukan karna ia sengaja atau kebiasaan. Tapi karna Aisyah tidak tahan lagi berada di sana, Aisyah tidak bisa menahan emosinya untuk tetap tenang di saat air mata Latifah mengalir bagai duri yang terus menusuk hatinya.

Aisyah sudah meyakinkan dirinya jika Latifah adalah sosok kakak untuknya, bagaimana bisa ia melihatnya menangis begitu pilu dan menyakitkan. Aisyah tidak bisa, tapi ia juga tidak mungkin mengambil keputusan dengan gegabah. Aisyah harus memutuskan semuanya dengan kepala dingin, tanpa paksaan dari pihak manapun juga.

Tepat saat Aisyah keluar dari gerbang rumah, di sana ada taksi kosong yang melintas. Aisyah langsung menghentikan taksi itu, dan naik ke dalamnya. Lalu taksi itu melaju, membelah jalanan kota yang ramai dan padat.

Tanpa di sadari, seseorang menatap kepergian Aisyah dengan wajah sendu dari balkon kamar di lantai dua. Ia melihat jelas, wajah gadis itu saat ia keluar dari rumahnya. Ada kesedihan, dan air mata di sana.

'maaf, kalau keputusan kami membuatmu ikut terluka. Tapi kami membutuhkan bantuanmu, demi rumah tangga kami dan garis keturunanku yang harus segera hadir.' batin orang itu dengan tatapan sendunya.

Di sisi lain, Aisyah menangis dalam diam di taksi itu. Ia tidak tau harus berbuat apa, perasaannya sakit saat Latifah memintanya untuk menikah dengan Rafka.

Aisyah merasa jika dirinya hanya sebuah boneka yang bisa di permainkan oleh siapapun, padahal nyatanya ia juga manusia sama seperti mereka. Tapi kenapa mereka sedikitpun tidak memperdulikan perasaannya, dan malah menekannya dalam pilihan yang sulit untuk di tolak olehnya.

'Ya Allah, kenapa hatiku rasanya sesakit ini? Aku juga manusia, tapi kenapa tidak ada yang memperdulikan perasaanku? Aku tidak mengerti kenapa semua ini terjadi, tapi aku tau jika semua ini adalah takdir yang harus aku jalani. Ya Allah, kuatkan hatiku di jalanmu. Dan tunjukkan padaku kebenarannya, apa yang harus aku lakukan sekarang?' batin Aisyah pasrah pada sang maha kuasa.

Aisyah menghapus air matanya, ia harus kuat dan meyakinkan hatinya pada sang ilahi. Jika memang takdirnya harus menikah dengan Rafka, Aisyah tidak bisa menolak ya. Tapi sebelum menentukan pilihannya, Aisyah harus berbicara dulu pada sang ayah.

30 menit kemudian Aisyah tiba di depan rumahnya, ia pun keluar dari taksi setelah membayar biaya antarnya. Lalu Aisyah langsung masuk ke dalam rumah, tidak lupa ia mengucap salam terlebih dahulu.

"Assalamualaikum" ucap Aisyah dengan santai.

Aisyah duduk di sofa, lalu keluarlah Umar dari kamarnya. Aisyah langsung bangkit, dan mencium tangan sang ayah.

"Waalaikum sallam, kamu sudah pulang nak?" Jawab Umar sambil melangkah keluar dari kamar.

"Iya yah, pekerjaanku sudah selesai semua." Balas Aisyah seadanya.

Umar menatap wajah Aisyah yang terlihat berbeda dari biasanya, ia pun menyadari jika ada masalah yang sedang di hadapi oleh putri tercintanya itu.

"Ada apa nak? Ceritalah pada ayah, ayah akan mendengarkanmu." Tanya Umar dengan lembut.

Aisyah menatap sang ayah dengan wajah sendu, lalu ia langsung memeluk Umar dan menangis dengan pilu. Umar membelai kepala Aisyah, dan membiarkan Aisyah meluapkan emosinya saat ini.

"Tidak apa nak, menangislah jika itu bisa membuatmu tenang. Ayah akan selalu bersamamu, kau tidak sendirian." Bisik Umar pada Aisyah.

Mendengar hal itu air mata Aisyah semakin mengalir dengan deras, seperti sebuah sungai yang tidak ada ujungnya. Dengan setia Umar memberi kekuatan dan kehangatan, dalam pelukannya. Ia tau jika Aisyah memiliki masalah yang cukup berat kali ini, dan ia akan berperan penting dalam penyelesaian masalah yang di alami putrinya itu.

Setelah beberapa saat menumpahkan emosinya di pelukan Umar, Aisyah pun melepaskan pelukannya dan menghapus air matanya yang tersisa di pipinya itu. Kini wajah Aisyah tampak sembab, dengan hidung dan pipi yang memerah karna habis menangis.

"Anak ayah tumben sekali menangis, ada apa hm?" Tanya Umar akhirnya mempertanyakan alasan tangis Aisyah pecah.

Aisyah duduk dengan gelisah di samping sang ayah, ia menunduk karna malu harus bercerita tentang masalahnya pada Umar.

"Ayah, mba Latifah ingin Aisyah menjadi istri keduanya mas Rafka. Menurut ayah bagaimana?" Ungkap Aisyah sambil menunduk dalam.

Umar menatap Aisyah sedikit terkejut, ia tidak menyangka jika masalah yang di hadapi oleh putrinya cukup sulit.

"Apa ada alasan yang kuat untuk melakukan hal itu?" Tanya Umar serius.

Aisyah memainkan jarinya ragu, ia sendiri tidak tau apa alasan itu kuat atau tidak untuk melakukan semua itu. Tapi Aisyah tidak ingin berbohong pada ayahnya, ia akan menceritakan semuanya pada sang ayah.

"Pernikahan mereka tidak sempurna karna belum memiliki keturunan, orang tua mas Rafka mendesaknya untuk segera memberikan penerus untuk menjadi pewaris mas Rafka. Tapi mba Latifah belum bisa melakukannya, berbagai program sudah di lakukan olehnya tapi semua itu tidaka berhasil. Hingga akhirnya mereka memilih jalan lain, yaitu dengan berpoligami. Aku tidak tau ayah ini benar atau tidak, tapi rasanya aku merasa sedih dengan keadaan mereka." Jelas Aisyah dengan sendu.

Umar tersenyum mendengar penjelasan Aisyah, tidak di ragukan lagi jika memang perasaan Aisyah itu tulus dan bersih. Tapi berpoligami bukanlah hal yang mudah, Umar takut putrinya tidak sanggup menahan hatinya untuk tidak terluka.