Zae melajukan mobilnya dari rumah tersebut sambil bergumam kesal karena harus menemui perempuan paruh baya. Zae pikir perempuan itu adalah yang dimaksud oleh Ken.
"Bodohnya aku harus mengikuti kata – kata orang yang sedang mabuk," gumam Zae.
Zae pikir Ken saat itu sedang mabuk, sehingga kehilangan akal. Perempuan paruh baya dianggapnya sebagai gadis cantik yang memiliki bibir dan mata cokelat yang indah.
Di sepanjang perjalannya menuju kantor Ken, Zae terus menggerutu kesal. Sampai dia tidak sadar hampir menabrak seorang gadis.
"aaaaaaaa…."
Teriak gadis yang hampir tertabrak oleh Zae dengan sekuat tenaga. Zae juga dengan cepatnya mengehntikan mobilnya.
Gadis tersebut berdiri sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Sementara kakinya sudah berjarak beberapa cm saja dengan mobil Zae. Salah sedikit Zae tadi bisa membahayakan gadis itu.
Zae segera keluar dari mobilnya mendekati gadis tersebut. "Apa kau baik – baik saja Nona ??" tegur Zae pada gadis tersebut.
"Hiks.. Hiks… Hiks…"
Gadis tersebut malah justru menangis karena terlalu shocknya. "Nona ??" tegur Zae lagi.
Gadis tersebut pelan – pelan menurunkan tangannya. Dia menatap Zae dengan wajah yang sudah terbasuh oleh air mata. Gadis tersebut menggelengkan kepalanya.
Zae mengajak gadis tersebut menepi di sebuah halte. Tak lupa Zae juga memberinya air putih agar gadis tersebut lebih tenang.
"Gleg.. Gleg… Gleg…"
Air putih tersebut diteguknya hingga habis tak tersisa. Barulah Zae memberanikan diri untuk bertanya kembali kepada gadis tersebut. "Apa kau baik – baik saja Nona ??"
Gadis tersebut megangguk, wajahnya menunduk pucat. "Maafkan aku Nona, aku tidak sengaja hampir menabrakmu karena aku sedang kurang focus berkendara." Ujar Zae.
Gadis tersebut memberanikan diri menatap Zae dan menggelengkan kepalanya. "Aku yang salah, seharusnya aku tidak berjalan sambil melamun."
"Sungguh, ciptaan Tuhan yang tidak boleh didustakan." Batin Zae.
Zae terkesima begitu pertama kali melihat wajah cantik gadis tersebut. Dia tidak menyangka akan bertemu dengan gadis yang sungguh manis tersebut.
Tanpa menunggu lama – lama Zae langsung menyodorkan tangannya. "Aku Zaenal, panggil saja Zae." Zae memperkenalkan dirinya kepada gadis tersebut.
Gadis tersebut memberikan senyum tipisnya. Membalas jabat tangan dari Zae. "Alyssa, Lisa."
Ya gadis yang hampir saja tertabrak oleh Zae tadi adalah Lisa. Perempuan yang dicari – cari oleh Zae, akhirnya malah justru menghampiri dirinya sendiri. Namun, Zae belum tahu kalau Lisa adalah gadis yang dicari – cari oleh Ken.
Melihat Lisa adalah gadis yang cantik dan manis, Zae memperlihatkan ke – playboy – annya. Senyumnya licik memandangi Lisa. Meskipun Lisa jauh dari kata modis namun Zae tetap saja tertarik.
"Biar ku antar pulang," ajak Zae.
Lisa menggelengkan kepalanya dengan sopan. "Maaf Tuan, ku rasa tidak perlu." Lisa memberikan senyuman kepada Zae.
Zae sontak tersenyum mendegar kata tuan dari mulut Lisa. "Jangan panggil aku Tuan," ucap Zae. "Panggil saja namaku, aku bukanlah seorang Tuan. Aku hanya pemuda biasa yang bekerja di perusahaan sebagai pesuruh." Zae dengan terang merendahkan dirinya.
"Baiklah," Lisa membalasnya dengan senyuman hangat.
Lisa segera bangun dari duduknya. Membawa sebotol air mineral yang diberikan oleh Zae tadi. "Maafkan aku Zae, karena aku harus segera pulang." Pamit Lisa.
Zae hanya mengangguk tersenyum, mengantarkan kepergian Lisa dengan lambaian tangannya. Berkat senyum Lisa bisa menaikan mood Zae kembali.
Zae masih menatap kepergian Lisa. Pikirnya ada sesuatu yang mengganjal. Seperti kelupaan akan sesuatu, terus saja Zae memendang punggung Lisa. Hingga hilang dalam pandangannya.
"Astaga kenapa aku tidak meminta nomor ponselnya," gumam Zae yang baru saja teringat akan sesuatu yang mengganjal tersebut.
Rasanya jika harus mengejar kepergian Lisa, Zae sudah tidak memiliki waktu luang. Mengingat hari yang semakin siang, ia harus segera pergi ke kantor Ken. Banyak pekerjaan yang harus ia selesaikan.
Zae berjalan lunglai ke ruang kerjanya. Tanpa sepengetahuannya Ken sudah menunggunya sedari tadi di ruangan tersebut.
Ken dengan wajah penuh harapnya duduk di kursi ternyaman milik Zae. Tubuhnya membelakangi pintu masuk ruangan tersebut.
"Ceklek…"
Begitu pintu ruangan kerjanya dibuka, jantung Zae hampir copot melihat Ken yang sudah terduduk menunggunya. "Ken," tegur Zae lirih.
"Akankan ada masalah besar hari ini," batin Zae.
"Gleg…"
Saliva Zae terteguk dalam – dalam begitu Ken memutar tubuhnya. Senyum Ken tipis, tapi dibalik senyum tersebut menyimpan sejuta pertanyaan.
"Duduklah !" perintah Ken sambil tersenyum.
Langkah kaki Zae makin berat, meskipun begitu dia tetap mengikuti perintah dari Tuannya tersebut. "S.. Sudah lama kau menungguku ?" tanya Zae sedikit gugup.
"Gleg…"
Saliva Zae kembali terteguk, membasahi kerongkongannya yang semakin mengering.
Ken langsung menunjukkan beberapa paper bag kepada Zae. Isi paper bag tersebut adalah beberapa makanan. Makanan yang sengaja di pesan Ken menyambut kedatangan Zae. "Ayo makanlah," Ken mengeluarkan beberapa makanan tersebut di atas meja.
"Aku tahu kau pasti sangat lelah dalam melakukan penyelidikan, makanya aku membelikan semua ini untukmu." Ujar Ken.
Hati Zae tenang, ternyata bukan kemarahan yang akan diberikan oleh Ken. Tapi sebuah rasa perhatian seorang sahabat, yang melihat sahabatnya sedang lelah bekerja.
Tanpa berpikir panjang Zae langsung menyantap beberapa jenis makanan fast food yang diberikan oleh Ken. Di tengah keasyikan Zae, Ken terus mengamati tingkah Zae.
"Rupanya kau hari ini membawa kabar baik hingga makanmu serakus ini," sindir Ken.
"Uhukk.. Uhuk… Uhukk…"
Ucapan Ken tersebut membuat Zae tersedak akan makanannya sendiri. Dengan penuh perhatian Ken memberikan segelas air putih untuk Zae. "Dasar kau ini seperti anak kecil," ujar Ken.
Dengan susah payah Zae menelan sisa makanan dengan minuman yang diberikan oleh Ken. Tangannya gemetar meletakkan gelas tersebut kembali ke meja.
"A… A… Akk… Aku, sss… Se…" ucap Zae gugup.
Ken menyangga dagunya dengan tangan kanannya, menatap Zae sambil tersenyum. "Ayolah Zae, aku sungguh tidak sabar akan mendengar kabar baik ini." Ucap Ken penuh harap.
Zae menggeleng. Ken langsung paham akan maksud dari Zae tersebut. Dia tidak mampu mencari gadis yang sedang dicari oleh Ken.
"Brakk…."
Murka Ken kembali memuncak. Meja di depan mereka dengan sengaja dipukul dengan sekencang mungkin. Zae hanya bisa tertunduk pasrah akan kemarahan dari Ken.
"Percuma kau sekolah tinggi – tinggi kalau mencari seorang gadis biasa saja tidak bisa !!" bentak Ken.
Wajah Zae memelas dan pelan – pelan menatap Ken. "Percayalah aku tadi sudah mencarinya sesuai dengan alamat yang kau beri. Tapi pelayan yang bekerja di sana hanya seorang wanita paruh baya saja."
Ken menatap Zae dengan tatapan tajam. "Ku rasa kau hanya berkhayal karena sedang mabuk Ken." Dengan beraninya Zae mengatakan seperti itu kepada Ken.
Ken mengenggam kemeja Zae, hingga Zae bangun dari duduknya. "Apa kau bilang ??" tanya Zae kesal.
"Aku berani bersumpah Ken," Zae mengangkat tangannya. "Di sana tidak ada pelayan lain selain perempuan paruh baya tersebut."
Ken terduduk karena tidak percaya dengan ucapan Zae. Ia mencerna betul dan mengingat – ingat kejadian waktu itu.
"Aneh," batin Ken.
"Ku rasa kau sedang mabuk dan bisa jadi kau berkhayal kau perempuan yang kau cium itu adalah seorang gadis cantik. Padahal dia adalah perempuan paruh baya." Zae membangunkan lamuanan Ken.