JIka ada sesuatu yang lebih mengejutkan daripada invasi alien, maka itu adalah sifat Ann. Lihat saja, sekarang di meja kerjaku ada kotak makan baru menggantikan kotak kentang goreng yang belum sempat kukembalikan padanya.
Pasti Ann menaruh kotak itu saat aku sedang kelaparan menunggunya di lantai dasar. Ia sengaja membuatku menunggu lama agar punya waktu untuk menukar kotak makan tadi dengan kotak yang baru. Sifatnya kali ini benar-benar sulit diprediksi. Kuakui aku memang tertipu, tapi kenapa harus menyiksaku sebelumnya sih? Ia kan bisa langsung memberikannya padaku, yang akan kusambut dengan rasa bahagia tak terkira. Tapi itu bukan Ann namanya kalau tak suka melihatku sengsara.
Bagaimanapun juga, aku senang ia masih peduli padaku walau tingkahnya kadang bisa sangat menyebalkan. Terutama siang ini. Aku mungkin harus sedikit lebih bersyukur lagi aku punya wanita sepertinya. Siapa lagi yang akan setega ini mempermainkanku kalau bukan dirinya?
Kubuka kotak makan darinya. Isinya ternyata makanan yang bisa kumakan dengan cepat. Sandwich besar isi daging dan sayuran, potongan telur, dan irisan berbagai buah. Memang bukan makanan yang sangat kusukai, tapi ini sudah sangat cukup untuk mengisi rongga perutku yang sudah ribut minta diisi sejak tadi. Juga, kalau menunya seperti ini sih 10 menit pun pasti akan habis.
Aku tak bisa menjelaskan bagaimana perasaanku saat memakan bekal buatan Ann. Senang, sebal, marah karena perlakuannya, terkejut dengan bekal ini, semua perasaan itu jadi satu. Ada juga campuran antara perasaan kagum dan jengkel karena sudah terjebak oleh permainannya. Pandai sekali ia menyembunyikan semua ini dariku. Kalau melihat bagaimana caranya marah tadi, aku jelas tak akan mengira ia sudah menyiapkan kejutan ini untukku. Aku lebih siap kalau-kalau tumbuh tanduk di kepalanya.
"Ada apa sih antara kau dan Ann?" Pertanyaan Ollie membuyarkan rasa sandwich yang sedang kumakan. Ollie ini teman dekatku di divisi yang sama. Badannya gempal berisi. Ia memakai kacamata dengan bingkai tebal dan rambut hitamnya selalu disisir rapi. Ia hanya sedikit lebih tinggi dari Ann. Ollie adalah seorang gamer, temanku bermain. Ia jarang keluar untuk makan karena hampir selalu membawa bekal makanannya sendiri. Setelah itu ia akan menyibukkan diri di meja kubikelnya untuk bermain game. Saat menanyakan pertanyaan itu pun tangannya sudah asik memegang ponsel sambil bermain game. Padahal sudah tinggal 3 menit lagi sampai jam masuk. Meski matanya tak menatap ke arahku, ia tetap tak bisa ketinggalan berita menyangkut hubunganku dengan pacarku.
"Cuma hal yang biasa kok," sahutku sambil memakan irisan buah. Sandwichnya sudah kuhabiskan dengan terburu-buru. "Kau akan tahu kalau kau punya pacar. Ia bilang apa tadi?"
Ollie memang hampir tak pernah dekat dengan wanita manapun karena ia selalu saja sibuk dengan gamenya. Ia juga sebenarnya sudah mengerti hubunganku dan Ann yang seperti itu. Kerap bertengkar karena masalah sepele. Apalagi kalau urusan game yang kami mainkan. Tapi ia juga sering menanyakan hal yang sama. Apa yang terjadi antara aku dan pacarku.
"Ia tak berbicara banyak saat datang ke sini," jawab Ollie. Matanya masih fokus ke ponsel. "Kupikir awalnya kau dalam masalah besar. Ia datang dengan wajah galak dan tak menjawab apapun saat kutanya ada apa. Kemudian kulihat ia menaruh kotak makan itu di mejamu dan memperingatkan bahwa aku tak boleh bilang apa-apa tentang makanan itu sampai kau melihatnya sendiri."
"Tak mungkin hanya itu, kan?" tanyaku lagi. Karena biasanya Ann akan menyerbu taman-temanku dengan berbagai macam pertanyaan saat aku tak bisa dihubungi.
Ollie melirik ke arahku sebentar. "Kau sendiri tahu itu tak mungkin. Tentu saja dia juga bertanya apakah semalam aku bermain game denganmu."
Sial, masalah game itu lagi. Beberapa minggu belakangan aku memang banyak bermain game. Ditambah dengan pekerjaanku yang sedang banyak, aku kadang sampai lupa mengabarinya. Aku selalu dimarahi kalau sudah seperti itu.
"Lalu kau bilang apa padanya?" tanyaku sambil berharap Ollie menyelamatkanku dari amukan Ann. Karena ia pasti akan curiga bila ternyata yang kukatakan tadi tidak sesuai dengan jawaban Ollie.
"Aku tahu kau akan kena masalah jika kubilang tidak," jawabnya lagi. "Maka dari itu kukatakan padanya kita bermain game sampai lupa waktu. Ia memelotiku dengan wajah seram, lalu setelah itu ia langsung pergi dengan terburu-buru dan meninggalkan kotak makan itu begitu saja. "
"Kau memang bisa diandalkan," kataku dengan perasaan lega. Aku bisa tenang setelah mengetahui jawaban Ollie tak bertentangan dengan apa yang kukatakan ada Ann. Sepertinya masalah hari ini sudah usai.
Ollie mendengus. "Kalau melihat hubunganmu dengannya, aku sering bersyukur aku tak punya pacar."
Aku hanya cengar-cengir.
Kami menghentikan obrolan dan melanjutkan pekerjaan setelah itu. Aku sempat mengirim pesan ucapan terima kasih untuk kotak makanan tadi pada Ann. Aku melengkapinya dengan berbagai rayuan yang mengatakan kalau makanan buatannya adalah yang paling enak di muka bumi, yang sayangnya tak direspon apapun. Tapi aku tak terlalu memikirkannya.
Sedang asik mengetik di komputerku, manajer kami yang kebetulan sedang berjalan di belakang mejaku tiba-tiba menjulurkan lehernya. "Tanganmu tak apa, Zane?" tanyanya.
Eh, oh, tangan apa... Aku jadi sedikit salah tingkah dikejutkan dengan pertanyaan itu. Pertanyaan itu membuatku teringat kalau ada yang aneh dengan tanganku. Bengkak dan menghitam serta ada dua bekas luka tertusuk. Luka yang ditinggalkan tikus kelinci saat berburu di kebun Peony. Aku sempat lupa akan luka itu karena kotak makan Ann.
Tentu aku tak bisa menjelaskan penyebab sebenarnya. Tapi karena manajer kami tak kunjung bergerak menjauh, aku harus segera mencari jawaban.
"Oh, ini hanya ribut-ribut kecil dengan Ann."
Aku sadar jawabanku sangat bodoh dan tak bisa diterima...
Sang manajer melihatku dengan tatapan curiga, tapi ia tak mengatakan apa-apa lagi. Ia langsung keluar ruangan. Semoga saja berita tentang hal ini tak segera menyebar.
Dari kubikel sebelah, Ollie menatapku dengan wajah penuh pertanyaan. "Kau tak jujur padaku ya?"
Aku hanya bisa cengar-cengir sambil menggaruk kepalaku. Aku belum bisa mengatakan hal yang sebenarnya, bahkan pada sahabatku sendiri.
***
Aku tak bisa fokus pada pekerjaan di sisa siang itu setelah sepenuhnya sadar tanganku sedang tak baik-baik saja. Jangankan mengurus dokumen, Ann yang sedang berdiri di belakangku pun tak kusadari. Sampai ia menarik rambutku dan membuat kami ditertawakan seisi ruangan. "Kau bilang apa tadi pada manajermu?" bisiknya galak.
Sial, ternyata beritanya memang cepat tersebar.
Aku terus memikirkan bagaimana bisa luka yang kudapat saat sedang ada di mimpi terbawa sampai dunia nyata. Bagaimana pula aku tak bisa langsung menyadarinya, bahkan lupa luka itu ada di sana.
Aku jadi membayangankan saat ini aku sedang duduk di meja komputer di kamar apartemenku, meneliti tentang keanehan yang kualami dua malam terakhir. Semalam aku melakukannya dan aku ternyata berhasil masuk ke dunia mimpi itu. Mungkin aku harus melakukan hal yang sama malam ini, pikirku.
Akhirnya aku berusaha keras menyelesaikan pekerjaan hari itu dengan jiwa yang sudah melayang jauh keluar ruangan ini. Dengan berbagai kesulitan akibat tak fokus, aku melalui sore itu seperti sedang dikejar kawanan bola meledak. Buru-buru dan banyak tersandung. Saat sudah jam pulang, aku masih menyisakan beberapa pekerjaan yang untungnya tak harus diselesaikan hari ini juga.
"Aku duluan." Aku pamit pada Ollie sembari cepat-cepat membereskan meja kerja dan memasukan barang-barangku ke tas, yang dibalas dengan tatapan curiga darinya. "Aku titip kotak makan Ann. Bilang padanya aku sangat mencintainya," tambahku sebelum melesat pergi.
Aku tak memperhatikan bagaimana perjalanan pulangku. Hanya kemacetan seperti biasa yang mengganggu, lalu selebihnya aku lupa sama sekali. Saat ini aku telah berada di kamar apartemenku, sudah mandi dan berganti pakaian agar pikiranku lebih jernih saat mencari informasi mengenai mimpi anehku sekali lagi.
Baru saja bersiap-siap, ada pemberitahuan pesan masuk dari Ann di ponselku.
"Kalau kau main game lagi, aku tak akan sudi bertemu denganmu sampai akhir tahun!"
Aku berusaha menenangkannya dengan mengatakan aku akan tidur karena sudah mengantuk. Setelah itu aku tak lagi memperhatikan balasannya.
Selesai dengan pesan Ann, aku mulai membaca lebih banyak lagi artikel tentang mimpi sadar. Tapi tak peduli seberapa banyaknya artikel yang kubaca, sama sekali tak ada penjelasan yang dapat memberiku petunjuk tentang luka di tanganku ini.
Sudah hampir 3 jam aku membaca banyak artikel dan menyusuri berbagai macam forum. Tetap saja hasilnya nihil. Tak ada petunjuk satupun. Aku yang mulai lelah dan mengantuk tiba-tiba teringat hal lain yang kemarin malam kulakukan sampai akhirnya aku bisa masuk ke dunia mimpi itu.
Aku mulai mencari-cari petunjuk di kasurku. Kusibakkan semua yang ada di atasnya. Pakaian kotor tadi pagi, selimut, bantal, dan lainnya. Tak ada rumput aneh yang sama seperti kemarin. Lampu utama juga kunyalakan agar pencarianku bisa lebih jelas lagi. Tapi tetap tak ada petunjuk yang sama. Setengah putus asa, aku mengembalikan semua yang berceceran kembali ke tempatnya di atas kasur.
Aku sudah menyerah dengan petunjuk yang kucari di internet dan di kasur. Kini kurapikan tempat tidurku sedemikian rupa agar tidurku malam ini bisa lebih nyenyak dan aku takkan telat lagi untuk berangkat ke kantor besok.
Saat ingin membereskan baju tidur malam sebelumnya, aku terkejut dengan apa yang kulihat menempel di sana. Sedikitnya 3 helai rambut berrwarna biru menempel di baju itu.
Ini rambut Carina.
Bagaimana caranya rambut itu bisa menempel dan terbawa sampai ke kamarku?
Aku mulai mengingat-ingat petualangan kami di malam sebelumnya. Merunut berbagai kejadian yang kulakukan di sana, dari mulai masuk, sampai ke kejadian yang memungkinkan rambut Carina menempel padaku.
Pertama, aku kembali ke dunia mimpi itu, lalu tak lama tubuhku ditarik dari belakang oleh Carina. Mungkinkah di momen ini rambutnya tersangkut? Tapi belum tentu juga. Ia kan tak mendekapku di kepalanya. Setelah itu kami hanya mengobrol dan ia membawaku menemui temannya, si robot pembuat senjata. Sampai sini tak ada kejadian yang bisa jadi penyebab rambutnya menempel.
Kuingat lagi kami menyusuri gua di bawah tebing, bertemu Lug, lalu bertarung melawan cacing lava dengan senjata yang kudapatkan. Selesai dari situ kami keluar melalui pohon besar menuju lembah hijau yang sangat indah.
Oh benar!
Sebelum kami keluar dari ruangan sempit dalam pohon, Carina memelukku! Pasti saat itu ada beberapa helai rambutnya yang tersangkut dan menempel di pakaianku. Tak salah lagi. Dengan adanya rambut ini, aku makin yakin kalau ia benar-benarnya.
Sungguh ini sebuah kemajuan untuk penelitianku. Aku lalu teringat akan kotak tempat menaruh beberapa rumput aneh yang berserakan kemarin. Setelah kuambil tiap helai rambut biru dari kausku, aku tergesa-gesa meraih kotak jam tangan di laci untuk memastikan apakah rumput itu masih ada di sana.
Mereka masih ada di sana. Tapi tunggu, rumput ini tampak jauh lebih normal dari kemarin. Rumput yang sudah mulai mengering ini tak banyak berubah dari segi bentuk yang memang sudah aneh saat kutemukan. Tapi rasanya seperti memegang rumput kering biasa. Tak ada sensasi aneh layaknya yang kurasakan kemarin. Tapi
aku bersikap masa bodoh. Saat ini aku punya sedikitnya 3 helai rambut biru dan rumput aneh ini yang berhasil kubawa dari Erdma.
Aku memasukkan rambut Carina ke dalam kotak bersama rumput kering itu, menyisakan satu helai rambut yang kulilitkan ke tangan kiriku, mengelilingi bekas luka sayatan di punggung tangan.
Aku berbaring setelah mematikan lampu utama dan menyalakan lampu tidur. Bedanya, Bila kemarin aku memegang rumput, kali ini yang ada di tanganku adalah rambut Carina.
Tunggu sebentar. Di dunia itu kan aku memakai sepatu dan ikat pinggang dari Lug. Mengapa rambut Carina bisa terbawa sampai ke kamarku sedangkan sepatu dan ikat pinggang itu tidak?
Aku bertekad masuk ke dunia itu lagi dan memecahkan lebih banyak misteri di dalamnya. Karena sudah sangat lelah akibat kurang tidur dan petualangan di malam sebelumnya, aku langsung kehilangan kesadaran.
Mimpiku malam itu membuatku tak ingin bermimpi lagi.