31 Desember 2020 Pukul, 22 ; 14 waktu Indonesia Timur. Pulau Habek sebagai tanda yang akan menjadi saksi bisu atas tekat yg mulai ku tanamkan dalam hati. Malam ini kapal berlabuh di lintang; 08.14.466, kordinat 139.26.972. Tepat di sebelah timur pulau Habek, angin bertiup dari Utara, sesekali bertiup dari barat. Pertanda musim pancaroba hampir memasuki musim penghujan.
Desiran angin yang bertiup,
Rebahkan tubuh diatas atap,
Dalam diam dimalam senyap
Masih terlihat kepakan sayap,
Mesin mesin berbunyi lantang,
Menyeret hati dalam bimbang.
Setiap malam engkau terbayang,
Kapan bertemu wanita tersayang.
Rona pelangi dipuncak gunung,
walau mentari
Malam ini akan menjadi malam pertama saya untuk menulis lagi, setelah sekian lama saya hampir tidak pernah menulis lagi, kini saya akan mulai dari kisah masa laluku.
Kisah ini berawal dari puisi yang saya bacakan secara langsung kepada wanita yang telah saya taksir selama hampir 3 tahun lamanya. Di atas puncak gunung bawa Karaeng, yg tingginya mencapai 2830 MDPL, dengan suhu udara yang sangat minim, mencapai 17_25°©. Menambah rasa was-was dan gemetar yang saya rasakan ketika itu.
Sambil memetik gitar dengan nada klasikal,
Perkenalkan nama saya; Ahmad Zulfikar Syarif. (Fikar)
Asal; Jene'ponto, Sulawesi Selatan.
Strata; masih pelajar kelas 3 di MAN (Madrasah Aliyah Negeri) Binamu Jeneponto.
Dan Puisi ini spesial buat dirinya yang selalu bermain di ingatanku.
Jangan merunduk menatap bumi,
Tegakan bahu tatap menantang.
Janganlah tunduk wahai pribumi,
Ucapkan dulu kata yang lantang.
Terlalu lama hidup mendaki,
Hingga kulupa kapan kanpulang.
Banyaknya gunung yang kulewati,
Namun wajahmu masih terbayang.
Di malam ini,
kuingin mereka tahu.
Hannya dirimu kesayangi,
Aku cinta kamu.
(Sambil menunjuk kearah seorang wanita dan kusebutkan namanya)
Andi Mutia Rahayu(Ayu)
Ayu; (berdiri dan melangkah pelan seakan malu menghampiri Fikar, yang berdiri ditengah lingkaran para pendaki yang menghangatkan badannya dekat api ungngun, lalu ayu mengeluarkan buku dan pulpen dari tasnya, kemudian di serahkan pada Fikar). Tulislah dibuku ini( kata Ayu pada Fikar)
Fikar. Apa yang harus saya tulis?(merasa bingung melihat ekspresi ayu memberi buku dan pulpen)
Ayu. Yang kamu bilang tadi.
Fikar. Lalu jawaban dari pernyataan ku?
Ayu. Makanya, tulis puisinya, lengkap tanggal dan jam sekarang. Itu sebagai tanda jadian kita.
Fikar. Jadian?
Ayu. Ia!
Fikar.(dengan perasaan yang sangat bahagia) kita resmi pacaran?
Ayu. Ya ia lah,,, aku juga suka kamu dari dulu kok.
Sontak para pendaki bertepuk tangan dan teriak seolah ngeledek Fikar dan Ayu.
Fikar. Tanpa terkendali, repleks hendak memeluk Ayu.
Ayu. (Menghindar lalu berkata) jangan dulu, tidak secepat itu.
Fikar. Sorry tidak sengaja, itu repleks lantaran merasa sangat bahagia.
Ayu. (sambil menarik tangan Fikar untuk segera keluar dari lingkaran, karena merasa malu) udah kita duduk yuk? Malu di ledekin teman.
Sesampai didekat Fatmawati Hasan duduk, Fatma langsung memeluk dan memberi ucapan selamat. Kemudian menyusul Andi Arniati Baso'(Ati).
Ati; Saya heran dengan sepupuku ini, setelah sekian banyak cowok yang kau tolak, tapi sekarang kenapa malah langsung kamu terima? apakah kamu yakin, suka sama Fikar?
Ayu; Anti Cikakku sayang,,,! Fikar itu adalah Cowok yg selama ini saya cintai.
Anti; Kok bisah, tapi kamu tdk pernah cerita kekita sebagai sahabatmu.
Fatma; ia itu benar, kenapa kamu tdk pernah cerita? malah kalau saya perhatikan kalian berdua dulu kan saling bersaing, merasa tak mau kalah dalam hal apapun di sekolah.
Ayu; Anti, Fatma, justru itulah alasan saya suka dengan Fikar.