Chereads / Love In The Action World / Chapter 12 - Thirteen. Last Dark Flashback (+)

Chapter 12 - Thirteen. Last Dark Flashback (+)

Aku menoleh kearah suara yang sangat memekakan telingaku.

"Jane" Ujarku saat melihatnya sudah berlari kearahku.

"Hahh-hhh, Sa, Cas-Cassa..." Dengan nafas yang tersenggal senggal, Jane membungkukkan sedikit badannya, kemudian..

"Jen! Tolong saya angkat Jane kedalam!" Teriakku begitu melihat Jane yang jatuh tersungkur tepat dihadapanku.

Aku mencopot gelang, jam, ikat pinggang, atau apapun itu yang menghambat aliran darahnya. Beruntungnya, aku membawa minyak angin. Setelah aku menempelkan minyak angin itu ke hidungnya, tangannya mulai bergerak.

Dengan nafas yang membara, Jane bangun dari posisi tidurnya, dan mengubahnya menjadi posisi duduk, dengan kedua bola mata yang terbuka lebar.

"Jen! Tenang, tarik nafas....buang nafas....tarik lagi.....buang lagi...." Ucapku seraya membantunya untuk lebih tenang.

"Gue baik baik aja, Sa." Dengan nafas yang lebih tenang, Jane menaruh tangannya dipundakku.

"Ada apa sebenernya? Kayaknya karena syok lo sampe pingsan gitu, Jen?" Tanyaku sembari sedikit memiringkan kepalaku.

"Di cabang satu, ada, ada kap*k yang berlumur*n dar*h Sa" Jawab Jane.

"Lo udah suruh karyawan bubar?" Ucapku yang hanya dibalas anggukan olehnya.

"Kita biarin aja dulu cabang satu, gue mau fokus mikirin, siapa pelakunya. Lo istirahat aja dulu ya, Jen." Aku turun kebawah, mencari tempat yang lebih tenang agar bisa berpikir jernih.

"Sam. Gue minta tolong sama lo." Ucapku dibalik telfon. "Sekalian lo periksa, itu darah manusia atau bukan." Setelah menerima jawaban dari sebrang sana, aku segera menutup telfonnya.

Sica mengatakan akulah yang tahu siapa pelakunnya, sekarang aku ingin bertanya pada diriku sendiri 'apa lo tau Sa?' Tanyaku dalam hati.

Wait. Petugas itu! Dia yang keluar setelah kami membicarakan tali itu! Bagaimana bisa aku melupakan point ini, sial!

Kembali lagi, aku mengambil laptopku dan baru ingat bahwa aku menyimpan 'satu' Camera kecil didalam ruangan itu. Aku mengklik 'Enter' untuk membukanya, dan menunjukkan kata 'Loading...'.

"Tertangkap lo meong!" Ujarku dengan smirkku saat orang yang kucurigai itu benar dia.

"Assallamualaikum mas Agung."

~~~

"Cassa! sini!" Seru Mas Agung saat melihatku datang.

"Kamu bawa buktinyakan?" Tanya Kak Farrah sambil memegang pundakku.

Aku mengangguk sambil tersenyum, jika dia memang pelakunya, maka kasus ini resmi ditutup. Aku memberikkan Flashdisknya, dan menatap 'tersangka' yang sedang berdiri dihadapanku sekarang.

"Apakah benar anda yang sudah membunuhnya?" Tanya salah seorang polisi saat mengintrogasinya.

Petugas itu hanya diam, seperti bingung ingin menjawab apa. Seakan akan masih ada 'orang' lain dibalik perbuatannya.

Dia mengedarkan pandangnya kebeberapa arah, entah apa yang sebenarnya ia cari. Namun aku melihat pandangannya berhenti pada kaca dibelakang, yang sialnya tidak aku ketahui wujudnya.

"Saya yang melakukannya." Jawabnya sedikit parau.

Aku menoleh kearah beberapa Inspektur lain, berharap ada yang satu pemikiran denganku kali ini.

"Atas dasar apa Anda melakukan hal ini?" Tanya Polisi itu lagi.

Hening lagi. Dia tidak bergerak atau bersuara, hanya menunduk diam, seolah tidak memiliki jawaban untuk pertanyaan ini. Aku melihat kearah Letnan C yang juga sedang melihat kearahku, dia menautkan kedua alisnya, dengan raut wajah yang mengatakan 'Sepertinya bukan dia'.

Mungkin. Dia hanya di'suruh' oleh 'pelaku' yang sebenarnya. Reaksi dan Ekspresinya, tidak menunjukkan bahwa dialah yang melakukan hal keji itu.

Aku melihat Letnan C membisikkan sesuatu, kemudian 'keputusan palsu' dibuat untuk mengelabui 'pelaku' aslinya.

"Hukuman penjara seumur hidup!" Saat hakim memukulkan palunya, maka kasus ini resmi ditutup dimuka umum.

******

Pagi ini, telingaku dibisingkan oleh berita tentang korban 'mutil*si' yang sudah ditemukan pelakunya. Tidak tidak, mereka salah, jelas ini hanya untuk mengulur waktu penyidikan saja. Karena nyatanya, 'dia' masih bebas berkeliaran diluar sana.

"Mau kemana, dek?" Tanya mas Agung yang seingatku tidak menginap dirumah ini.

"Eh, mas? kapan datang?" Jawabku malah balik bertanya.

"Mas kan nginep hehehe" Ucapnya sambil memasukkan roti kedalam mulutnya.

"Kasusnya, gimana?" Bisikku agar tidak terdengar Nenek.

"Kita tetep lanjutin, Nenek gak ada kok, lagi pergi sama Rehan." Balasnya. "Oiya, dua orang yang datang ke Cafe mu itu, gimana?" Lanjutnya sambil terus mengunyah apa yang ada didalam mulutnya.

"Yah, pesan terakhir dari mereka, Cassa yang tau pelakunya, dan Cassa gaboleh keluar ketemu siapapun." Jawabku sambil mengambil satu roti dimeja.

"Gitu ya. Yaudah hari ini gausah kemana mana, ya."

"Oiya, dar*h yang dikapak itu?" Pertanyaan yang keluar dari Mas Agung sedikit membuatku tersedak.

"Dar*h kucing." Jawabku lurus.

Memang benar, saat Sam menelfonku semalam, dia mengatakan bahwa itu bukanlah dar*h manusia, melainkan itu adalah dar*h kucing.

Aku memainkan ponselku, dan melihat satu pesan yang berasal dari Petugas B. Benar juga, kemarin selama sidang beliau tidak ada, mungkin ada urusan mendadak atau semacamnya.

Chat|

Petugas B

Nak, hari ini luang? Ada yang mau saya bicarakan, Bisa?

Setelah aku membalas bahwa aku bisa datang, Petugas B mengirimkan alamat tempat yang harus aku datangi siang ini.

"Kamu chat sama siapa, dek?" Ujar Mas Agung yang berusaha mengintip screen yang sedang tampil diponselku.

"Petugas B, katanya mau ada yang diomongin" Ucapku seraya menjawabnya.

"Dianterin aja ya?" Wajah khawatir seorang kakak kini mendominasi wajahnya.

Aku menggeleng kecil sambil sedikit mengeluarkan suara dalam seperti 'no no no' namun hanya sekedar suara tanpa berucap.

"Mas dirumah aja, Cassa bisa sendiri, ga jauh kok." Ucapku seraya tersenyum.

"Yaudah, Share locnya sekarang." Aku hanya mengehembuskan nafas malas untuk menanggapi perkataannya, sambil mengklik tombol 'share' dilayar ponselku.

*****

Sekarang matahari sudah berada diatas sana, dengan jam ditanganku yang menunjukkan angka 10.35 A.m. Cenala jeans joger sobek sobek berlayer dua, beserta T-Shirt Hoodie berwarna putih dan hijab yang juga berwana senada tidak membuatku kepanasan kali ini.

Cuaca hari ini juga tidak cukup cerah, seakan ada hal yang akan terjadi disini. 'Bismillah' Ucapku dalam hati. Entah mengapa perasaanku tidak nyaman hari ini, mungkin, ada hal yang tidak baik akan terjadi.

"Cassa!" Seru Petugas B.

Awalnya aku tersenyum. Yah 'tersenyum'. Namun lima detik kemudian seorang Pria yang memiliki tinggi sekitar 175 Centimeter, dengan 'pedang' ditangannya muncul dibelakang Petugas B.

"Pak! Awas dibelakang Bapak!"

Bukannya takut, Petugas B malah tersenyum seraya merangkul lelaki itu.

"Ini anak saya Cassa. Tenang aja, dia emang latihan disanggar." Ucapnya seraya berjalan kearahku.

"Ciri cirinya, persis kayak pelaku." Batinku dengan sedikit perasaan waspada.

"Anak bapak jarang ikut Bapak sih, jadi saya gatau." Kataku hanya sekedar basa basi.

"Ya kalo saya ajak, ketauan dong, Nak." Balas Petugas B dengan sedikit senyum tipisnya.

Aku hanya bisa tersenyum kikuk, sambil menyalakan recorder dihpku, dan asal menelfon nomor diponselku.

"Ayo masuk dulu, gaenak ngobrol diluar." Suara bariton khas milik anaknya mampu membuatku merinding tanpa sebab.

"Disini aja, saya juga masih ada urusan soalnya, gabisa lama lama" Ucapku masih berusaha untuk tersenyum.

"Urusan? Saya bisa, loh, bikin urusan kamu selesai gitu aja." Kini seringai jahat yang terlihat menambah keyakinanku.

Sialnya, rumah mereka benar benar terpencil, tidak ada satupun orang yang lewat atau datang. Dan sepertinya, aku melupakan sesuatu. 'Jangan bertemu siapapun' Apakah itu yang dimaksud Sica dan Bryan?

"Jalanan disini sepi juga ya pak, enak, adem gitu." Hanya mencairkan suasana. Yah, Hanya.

"Karena mereka tau, kalo mereka kesini gabakal bisa pulang, Nak." Sepertinya, aku mulai benci panggilan 'Nak' yang keluar dari Petugas B.

"Alasan Bapak ngebet pengen ikut penyidikan itu...untuk ini?" Tanyaku bersiap untuk masalah ini.

'HAHAHAHAHAHA!'

Tawa keras yang menyelimuti keheningan tempat ini memang berkesan horor, pasalnya, didepan sana berjejer pemakaman yang entah itu Umum atau bukan.

"Ayah, ternyata kau benar, anak ini memang cerdas! Aku semakin tertarik untuk mendengar rintihan tangisnya yang meninta ampun!" Smirk tajamnya mendominasi sekarang.

Petugas B melempar karung beras, yang aku yakini isinya tentu bukan beras. Untuk apa orang tua dari psikopat ini memberiku beras? Mengerikan.

"Biar aku bantu buka.."

Dia berjalan mendekati karung yang Petugas B lemparkan tadi, aku tersadar satu hal, ada bau busuk yang menyengat dari karung itu.

'Syuss'

Aku berjalan mundur saat karung itu didorong kearah kakiku, dan sialnya, dugaanku benar.

"Sial! inikan bagian tubuh korban!" Batinku.

"Ini bukan yang kau cari? Sekarang ini sudah ada dihadapanmu, apa yang akan kau lakukan Cassandra?" Dengan nada bicara yang dingin, ia mulai berjalan kearahku.

Langkah demi langkah yang dia ambil untuk sampai kearahku, aku tidak mundur ataupun maju, diam ditempat adalah hal yang benar untuk saat ini. Saat berhadapan dengan orang seperti ini, terlihat 'Biasa' saja adalah cara terbaik untuk keselamatan.

"Bagaimana jika...kau bertukar posisi dengan bagian bagian tubuh itu, hm?"

Kini, ujung pedangnya sudah berjarak setengah meter dengan wajahku, walau jujur dalam hatiku rasanya seperti ingin teriak, namun tetap aku tidak bisa melakukan hal bodoh yang bisa merenggut hidupku nantinya.

"Karena kamu Nak, saya hampir kehilangan anak saya. Namun untungnya, kamu sudah memenjarakan Petugas itu, HAHA!" Ujar Petugas B yang masih berdiri ditempatnya

"Mungkin, hari ini....adalah perpisahan kalian." Sekarang giliranku untuk menunjukkan Smirk kebangganku.

'Prangg!'

Aku berhasil menendang dan menjatuhkan pedang yang berada ditangannya. Kini jaraknya kurang dari satu meter, dihadapannya aku mungkin hanya seorang tikus kecil yang ketakutan sedari tadi.

Aku mengeluarkan lipstik setrum setelah itu, gerakanku harus cepat, agar Petugas B tidak bisa melihat pergerakanku dan menembakku.

"Arrghhh!" Teriaknya.

"HEI BERHENTI!" Teriak Petugas B saat melihatku lari.

Aku berlari sekuat tenagaku, menjauh dari neraka dunia itu. Untunglah, malaikat maut masih memberiku kesempatan untuk tetap hidup.

"Lepasss-" Teriakkanku terhenti ketika melihat siapa yang menarikku.

Mas Agung menaruh tangannya didepan mulut, menutupiku dengan Jubah biru miliknya. Aku menyadari kehadiran seseorang, Sica dan Bryan.

"Untung lo langsung nelfon Gung." Bisik Bryan yang berada disamping kiri Mas Agung.

'Mereka saling kenal?' Pikirku sejenak.

"Mas gatau kalo kamu ga Sharelock gimana jadinya."

Jadi yang tadi kutelfon secara acak adalah Mas Agung, perasaanku lega, setidaknya kali ini ada orang yang datang untuk menolongku lagi.

"Adik lo keras kepala, Gung." Kini Sica lah yang bersuara. Aku tidak tahu raut wajah mereka seperti apa, karena Mas Agung bukan hanya menutupiku, tapi menutupi penglihatanku juga.

'Srekkk'

Suara yang mampu membuatku terdiam kaku, dia ada didekat sini.

"ANGKAT TANGAN!"

Suara Letnan C yang membawa ketenangan membuatku benar benar merasa lega. Kami berempat menghampiri Letnan C, dan melihat proses penangkapannya secara langsung, sesekali, kedua orang itu menatapku dengan tatapan tajam seolah benar benar ingin membunuhku.

"Kalian saling kenal?" Beoku saat semua sudah benar benar aman.

"Mereka rekan kerja Mas, Cas. Dulu sih sebelum mas jadi polisi bagian kasus kasus kayak gini." Ucapnya sambil menepuk pundakku.

"Lagipula, kamu sepertinya cukup berani ya, ngelawan dua Psikopat sekaligus." Aku hanya tertawa kecil untuk menanggapi ucapan Letnan C.

Sepertinya kali ini, kasusnya benar benar resmi ditutup.

Flashback Off.

"Jadi? kita bakal nemu may*t hewan lagi?" Pertanyaan itu lolos membuyarkan lamunanku.

~~~~~~~~