Chapter 3 - Kaisar (3)

Nandi berjalan ke meja Dinalan, mulai memikirkan sebuah rencana. Dinalan adalah anak yang berhasil lulus tes ke Akademi Tarian Matahari, yang artinya dia murid akademi ini, yang artinya dia punya akses masuk ke Perpustakaan Tarian Matahari, yang artinya dia berguna untuk Nandi.

Suara ritme berjalan Nandi terdengar, dan Dinalan mengangkat wajahnya, merengut ketika melihat Nandi duduk berseberangan dengannya.

"Apa?" ucap Dinalan.

Nandi tersenyum. "Gak ada apa-apa, aku tertarik dengan buku yang sedang kamu baca."

Buku yang tengah Dinalan baca adalah Teori Umum Fana, sebuah buku yang Nandi sudah hatam baca berkali-kali. Malahan, Nandi cukup yakin semua murid di akademi ini sudah pernah membaca buku itu, itu teori dasar tentang Fana soalnya.

"Kamu datang jauh-jauh ke perpustakaan ini untuk baca buku ini?" ucap Dinalan.

"Aku bisa membalikan ucapan itu kepadamu," Nandi menyandarkan tongkat berjalannya ke meja, "kita berada di sekolah yang sama soalnya, melihat kita mengenakan seragam yang sama."

Dinalan berkedip beberapa kali, menatap seragam Nandi, dan mengatakan "oh" dengan matanya yang perlahan membesar. Seberapa bosan gadis ini sampai dia tidak menyadari kalau Nandi mengenakan seragam yang sama?

"Kamu butuh buku ini? Kalau begitu ambil saja." Dinalan menyodorkan buku itu ke Nandi.

Nandi menggelengkan kepalanya, "aku gak butuh buku itu sih, aku tertarik dengan buku itu karena kamu yang membacanya."

"Oh," Dinalan tersenyum, "jadi yang membuatmu tertarik bukan buku ini, tapi aku?"

"Aku tertarik denganmu, tentu," Nandi tersenyum, "tapi lebih ke kenapa kamu pura-pura jadi murid di sekolahku, terus membaca buku itu di perpustakaan kecil ini."

Senyum Dinalan perlahan menghilang, garis lurus terbentuk di bibirnya. "Apa aku kenal denganmu?"

"Enggak," ucap Nandi, "tapi aku kenal denganmu."

Dinalan menyilangkan kedua tangannya, "kenapa aku di sini bukan urusanmu."

"Mungkin, mungkin juga enggak, tapi kamu mengenakan seragam sekolahku, jadi aku punya kewajiban untuk melaporkanmu. Sekolahku kecil, tapi reputasinya baik, mereka pasti gak mau ada orang yang pura-pura jadi murid terus membuat masalah."

Dinalan mendengus, namun matanya berenang kesana kemari, dia kelihatan cemas. Yang artinya dia di sini memiliki tujuan tertentu, dan cemas, alangkah baiknya reaksi ini untuk Nandi, artinya tidak yakin, dan tidak yakin artinya mudah dimanfaatkan. Ini bisa jadi modal Nandi untuk memaksa Dinalan.

"Tapi aku fleksibel kok," ucap Nandi, masih tersenyum, "kalau aku tahu alasannya, aku gak akan melaporkannya pada sekolahku."

Dinalan menggigit bibirnya, lalu menghela napasnya, "janji yah, kamu gak bakalan lapor sekolahmu, misi ini penting banget bagiku, dan aku gak mau ini gagal."

"Misi?" Nandi mengernyitkan dahinya.

"Sebenarnya, aku murid akademi sin." Ucap Dinalan.

"Aku tahu itu."

Dinalan bergumam, bertanya-tanya bagiamana caranya Nandi tahu dengannya, namun Nandi tersenyum dan pura-pura tidak mendengar gumaman itu.

"Singkatnya, seorang guru memintaku datang ke perpustakaan ini mengenakan seragam sekolah lain."

Nandi mengernyitkan dahinya, hal itu terdengar sangat-sangat mencurigakan, namun dia tersenyum dan mengangguk ke Dinalan, "oh, perintah guru, pasti ada alasan pentingnya berarti."

"Kamu gak bakal melaporkanku kan? Guruku memintaku merahasiakan ini dari orang lain."

Sekali lagi, hal itu terdengar sangat mencurigakan, kenapa ada seorang guru yang meminta muridnya mengenakan seragam lain dan berdiam diri di perpustakaan dan merahasiakan kegiatan ini? Tapi Nandi tidak akan menolak kesempatan ini, jadi dia tidak akan berkomentar terkait hal tersebut.

"Ada syaratnya tapi," ucap Nandi, menjilat bibirnya. "Sebagaimana kamu tahu, perpustakaan Hajime Touka harusnya dibuka buat umum, tapi keadaannya malah begini.

"Ada buku yang ingin kubaca, tapi buku itu tidak ada di sini. Jadi, Dinalan, aku ingin kamu meminjam sebuah buku dari dalam perpustakaan sebagai ganti untuk ...." Nandi tersenyum, menutup mulutnya, dan dengan telunjuknya berpura-pura merajut bibirnya.

Dinalan menggigit bibirnya, kelihatan tidak yakin dengan apa yang harus dia lakukan.

"Buku yang kucari bukan buku terlarang kok, cuman buku sejarah."

Dinalan menghela napasnya, "judulnya apa?'

"Kaisar."

"Oh, Kaisar."

"Ada hal yang pengen aku cari tahu di buku sejarah itu."

"Buku sejarah," Dinalan mendengus, "buku itu cuman karya fiksi, semua orang tahu kalau buku itu gak bisa dipercaya."

Nandi tentu saja tahu itu, sebagian besar percaya kalau buku Kaisar yang ditulis 800 tahun yang lalu ini, telah kehilangan unsur kebenarannya, buku Kaisar yang sekarang adalah salinan dari salinan dari salinan dari salinan dan dari salinan sejak jaman dahulu. Namun Kaisar, walaupun kontennya banyak yang ditambahkan dan dikurangi, bahkan diubah, adalah salah satu buku yang mencatat tentang kota Shiromaru.

"Karena buku itu gak bisa dipercaya," ucap Nandi, "harusnya meminjam buku itu gak sulit. Buku itu gak termasuk arsip penting di perpustakaan sekolahmu, malahan, harusnya buku tersebut ada di perpustakaan kecil ini."

"Tetap saja, meminjam buku di perpustakaan utama itu ada prosedurnya, dan-"

Nandi memotong ucapan Dinalan, dia tersenyum dengan lebar, dan menyipitkan matanya, "mulutku gak terlalu rapat loh."

Dinalan mengepalkan tangannya, lalu mengangguk. "Tunggu di sini sebentar, minimal setengah jam dari sekarang aku sudah kembali."

"Terima kasih!" ucap Nandi, suaranya keras. Rasa terima kasih ini muncul dari dalam hatinya. Dia senang karena hanya dengan ancaman kecil saja Dinalan sudah mau begerak. Jika Dinalan lebih keras kepala, Nandi harus mengorek-ngorek informasi Dinalan terlebih dahulu, yang walaupun bisa dilakukan, akan membuang banyak waktu.

Dinalan berdiri dari kurisnya dan keluar dari perpustakaan kecil ini. Nandi tidak sabar untuk mendapatkan buku sejarah itu, dan bertanya-tanya di mana Shiromaru berada. Di beberapa catatan yang ditinggalkan ibu dan ayahnya, kota itu dikatakan ada di dekat Narak, namun di beberapa catatan lain, ada di negeri tetangga. Kota itu kecil dan tidak berada di jalur yang strategis, jadi dalam sejarah, kota ini cuman terkenal karena memiliki nama hewan peliharaan dari pahlawan Hajime Touka. Kota ini hilang, dan walaupun ada orang yang berminat mencarinya, kota ini tidak terlalu populer. Daripada mencari Shiromaru, peneliti dan arkeolog pasti lebih memilih mencari kota lain yang juga hilang.

Menurut catatan ayah dan ibunya, Hajime Touka menyembunyikan sebuah kuil di kota kecil ini, dan kuil itu adalah tujuan Nandi.

Berpikir kalau menunggu saja bosan, Nandi mengambil buku yang Dinalan tinggalkan dan mulai membacanya.

Buku teori tentang Fana. Buku ini menjelaskan kalau Fana adalah energi gabungan dari energi mental dan energi fisik. Gabungan energi ini bermanifestasi di jari-jari dengan bentuk cincin hitam.

Ring, dikatakan, adalah istilah yang dicetuskan oleh pahlawan Hajime Touka.

Orang yang bisa menggunakan Fana disebut Fanalis. Namun di jaman sekarang, gelar Fanalis cuman bisa didapat setelah seseorang lulus ujian tertentu. Orang yang bergelar Fanalis memiliki semacam lisensi untuk mengakses tempat atau informasi yang sensitif.

Nandi sampai ke bagian pengelompokan jenis Fana, namun memutuskan untuk melewatinya karena dia tahu kalau pengelompokan di buku ini salah. Fana itu ada 10 jenis, namun di buku ini cuman dikatakan 3 jenis.

Jari-jemari Nandi membuka halamannya secara bertubi-tubi, matanya menyerap kata yang ada di dalam buku dengan mudah, namun telinganya menangkap suara langkah kaki.

Berpikir itu Dinalan, Nandi berhenti membaca buku dan mencari sumber suara itu. Namun bukan Dinalan yang masuk ke perpustakaan, melainkan seseorang yang menggunakan jubah berwarna biru. Dia tidak mengenakan topeng, namun wajahnya tertutup oleh bayangan. Itu aneh. Wajahnya tertutup oleh bayangan yang tidak natural, bayangannya terlalu pekat, dan tidak sesuai dengan arah sinar yang masuk lewat jendela.

Efek dari Fana berarti. Dia kemungkinan besar Perajut Bayangan.

Orang berjubah itu berjalan tepat ke arah Nandi, dan ketika sampai di depan mejanya, mengambil sesuatu dari jubahnya, meletakkan sebuah amlop di depan Nandi, lalu berbalik dan berjalan keluar perpustakaan.

Nandi berkedip beberapa kali, tidak mengerti dengan apa yang terjadi, dan mengintip pria berjubah itu lewat jendela. Jalannya sangat cepat, dan ketika Nandi baru sampai di depan jendela, orang berjubah itu sudah sangat jauh.

Nandi melirik ke sebuah amplop cokelat di mejanya, dan sebuah teori mulai tercipta di kepalanya. Alasan kenapa Dinalan disuruh pergi ke perpustakaan ini dan mengenakan seragam sekolahnya. adalah demi menerima amplop ini.

Dan rupanya, pria berjubah itu mengira kalau Nandi yang bertugas menerima amplop ini.

Nandi mencubit dagunya. Orang berjubah itu mencurigakan, Dinalan mencurigakan, dan guru Dinalan sangat mencurigakan.

Nandi bisa saja menyerahkan amplop ini ke Dinalan saat dia kembali, namun Nandi penasaran dengan isi amplop yang mencurigakan ini. Siapa tahu, isi amplop ini bisa jadi bahan untuk mengancam Dinalan dan gurunya suatu hari nanti, ketika Nandi perlu hal lain di akademi ini.