Mentari datang. Sinarnya hangat mengiringi segala aktivitas yang mulai kembali hidup di dalam hiruk pikuk Kota Jakarta. Meskipun akhir pekan datang, waktu untuk bersantai bersama keluarga. Menetap di dalam rumah tanpa melakukan aktivitas apapun adalah hal hang mustahil untuk 'orang-orang urban', kiranya tak ada aktivitas, maka mereka semua akan dinyatakan mati!
Pagi yang cerah. Awan putih berarak mengikuti setiap langkah kaki gadis yang memutuskan untuk memulai akhir pekan dengan membuat badannya sedikit lebih sehat dan lebih bugar lagi. Sandra memutuskan untuk berlari-lari menjemput keringat dan menyambut padatnya Kota Jakarta yang berdiri khas untuk dirinya. Hiruk pikuk khas kota metropolitan. Asap kendaraan, lalu lintas yang padat, juga aktivitas yang memenuhi jalanan kota akan hadir kalau pagi hilang dan siang datang. Mumpung, udara masih terbilang bersih saat ini. Jadi Sandra bisa menikmati hari dengan hati yang sedikit lebih nyaman. Tidurnya tak tenang kemarin malam. Mimpi buruk masih saja menghantui sesekali. Kalau ia terbangun sesekali dan kembali melanjutkan tidurnya, maka mimpi itu akan datang lagi. Kadang mengulang atau melanjutkan mimpi yang lama. Membosankan memang, lama-lama Sandra mulai membenci pikirannya sendiri. Bahkan saat tidurpun, ia tak bisa diajak untuk bekerjasama. Sandra terlalu lelah dengan mengikuti alur hidup yang itu-itu saja.
"Sandra!" Panggilan dari seseorang menyela langkah kaki gadis dengan balutan pakaian olahraga yang khas itu. Sandra menurunkan hoodie yang menutupi kepalanya lalu melepaskan earphone yang menyumbat telinga kirinya. Gadis itu menoleh. Tepat di sana, seseorang datang sembari melambaikan tangannya antusias.
Sandra menyipitkan matanya. Mencoba menerka siapa yang sedang berlari ke arahnya saat ini.
"Ah, dia lagi ...," tuturnya dengan ringan. Ia berdecak lalu melipat bibirnya masuk ke dalam mulut. Anggukan kepala tiba-tiba saja muncul. Ia ingin menerima keadaan yang akan datang padanya beberapa detik kemudian.
"Lama gak ketemu lo!" Ia mengayunkan tangannya. Menunggu Sandra untuk menerima high fives darinya itu. Namun, naas. Sandra diam mematung lalu menggelengkan kepalanya aneh. Kembali melangkah dan meneruskan aktivitasnya pagi ini.
"Lo mengabaikan gue lagi?" tanyanya mengikuti langkah kaki Sandra. Pria itu tak asing untuk Sandra. Bukannya tak sempat mengakrabkan diri selepas berteman selama bertahun-tahun lamanya. Namun, Sandra enggan membangun relasi dekat dengan si buaya urban ini. Alasannya? Hanya satu ... pria yang kini mengiringinya kemanapun Sandra mengarahkan langkah kakinya itu adalah si playboy gila yang suka bekerja kalau malam tiba. Katanya semua perempuan akan terlihat menggoda kalau dilirik di balik cahaya kuning rembulan malam atau di bawah gemerlapnya lampu diskotek.
"Sandra ...." Kembali pria itu memanggilnya dengan lirih. Ia mencolek sisi bahu gadis yang masih kokoh dalam diamnya.
Ah, perkenalkan! Dia adalah Garry Lemanuel Saguna. Statusnya? Masih lajang, tetapi percayalah ia sudah tak lagi perjaka. Garry adalah 'buaya urban' dengan satu dialog yang sama saat mendekati para wanita cantik. Katanya begini. "Kalau ada masalah apa-apa datang aja ke gue. Gue akan selalu siap bahu dan telinga untuk lo."
Maksudnya, datang ke kamar! Ya, kamar hotel. Si berengsek sialan ini adalah pencinta seks diusianya yang belum benar-benar matang dan dewasa. Mengejutkan memang, bahkan si Garry ini sesekali dua kali mengajak Sandra bermalam bersama saat tahu kalau Sandra adalah wanita cantik yang bekerja di belakang meja bar. Tak memaksa, ajakan itu hanya ditujukan untuk sekadar berbasa-basi saja. Kalau mau, itu adalah keberuntungan untuk Garry. Kalau tak mau, maka Garry akan mencobanya lain waktu. Kali saja pikiran Sandra bisa berubah menjadi lebih positif lagi.
Kalau ditanya pasal paras dan fisik? Semuanya saling mendukung satu sama lain. Hobinya yang suka bermalam dan berpesta di atas tubuh seorang wanita asing bukan semerta-merta hanya sebab harta saja. Fisik Garry hampir sempurna. Pria ini memiliki tubuh yang jangkung. Dadanya bidang dengan kedua lengan berotot pepak. Kadang kala, kalau Garry sedang gila dengan bertelanjang dada di dalam ruang kampus, perut kotak-kotak itu sungguh mencuri perhatian. Kulitnya tak putih bersih, tetapi kuning Langsat khas orang Tanah Jawa. Tak sama dengan Laksamada Abimanyu Surendra, sang mantan kekasih. Pria ini adalah produk hasil persilangan dua negara. Ibunya berasal dari Malaysia, itu sebabnya wajah Garry sedikit asing. Khas wajah orang-orang dari Negeri Jiran. Ayahnya orang Indonesia. Tepatnya berasal dari tanah Jawa. Paras Garry tak jauh berbeda dari pria tampan yang pernah ditemui olehnya. Hidung mancung, mata tajam, alis tebal dan menyiku, dengan bibir berbentuk hati berwarna mewah muda. Sangat seksi. Cocok dengan hobinya yang suka bergaul dengan orang-orang malam.
"Lo ada acara nanti malam?" Garry tak suka berbasa-basi kalau sudah bertemu dengan Sandra. Toh juga temannya ini sudah paham benar modus seperti apa yang sering ia gunakan untuk mengajak gadis-gadis muda berkencan dengannya di bawah panorama indah malam di Kota Jakarta.
"Banyak." Sandra menyahut dengan tegas. Ia tak ingin banyak berbasa-basi dengan Garry, bahkan ia tak mau menatap wajahnya lama-lama. Bukan sebab tak tampan. Wajah Garry sudah sempurna dengan segala bentuk ketampanan orang-orang Indonesia. Namun, anehnya, Sandra membenci wajah itu. Ia tak menyukai gaya hidup Garry. Terlalu 'bar-bar' untuk orang yang sabar sepertinya.
"Luangkan waktu sejenak buat gue. Gue ada rekomendasi tempat malam yang paling bagus di Jakarta! Gue traktir lo kalau mau—" Ucapan Garry tiba-tiba terhenti kala Sandra memotong langkah kakinya. Gadis itu tak lagi berlari kecil melainkan memelankan langkah lalu berjalan dengan ringan dan santai.
"Tobat, Garry. Sebentar lagi kiamat. Jangan bikin masalah selagi lo masih bisa hidup dengan nyaman."
Garry tertawa ringan. "Lo juga harus tobat. Lo bekerja di tempat malam yang banyak maksiatnya, Sandra," ucapnya menggoda.
Sandra menoleh. Ia menatap pria yang berjalan di sisinya dengan malas. "Terserah lo,jangan temui gue hanya untuk ini," pungkasnya menutup kalimat dengan nada malas. Ia memutar bola matanya sebab tak bisa menutup semua rasa tak sukanya pada Garry.
"Ngomong-ngomong ... gue bertemu dengan Bima kemarin. Kita sempat mengobrol tentang rencana pernikahannya setelah anak mereka lahir nanti. Gue gak nyangka Bima bisa menghamili—"
"Lo yang ngajarin bukan?" tanya Sandra memotong kalimat pria yang ada di depannya.
Garry tertangkap basah!
"Lo yang mengenalkan Bima dengan perempuan itu. Lo yang mengajaknya pertama kali pergi ke klub malam dan membuatnya mabuk berat hingga ...." Sandra mengehentikan kalimatnya. Ia menggeleng ringan lalu berdecak dengan kasar. "Sudahlah. Gak ada gunanya gue ngomong sama kalian berdua," tuturnya kembali berlari. Ia meninggalkan Garry yang masih tersenyum ringan di tempatnya.
"Balas pesan gue, oke! Gue tunggu di depan rumah nanti malam!"
Mendengar itu Sandra hanya bisa berdecak dan mendengus kesal. Tak perlu datang juga tak perlu membalas pesan. Garry adalah si gila yang pesan masuknya sudah ratusan kali diabaikan oleh Sandra.
... To be Continued ...