Jasmina sedang membantu kak Almira menata kue-kue di piring-piring kecil. Persiapan katering sudah beres, makanan sudah di letakkan di posisinya. Dua orang usher dari perusahaan catering akan bertugas untuk membuat makanan tersebut terjadi hangat tepat sebelum acara makan malam dimulai. Dalam sekejab, ruang tamu yang biasanya minimalis, sekarang sudah penuh dengan bunga dan hiasan dari kain-kain satin dan monocrepe.
"Udah Jasmina, acara tinggal 2 jam lagi. Mending kamu istirhat aja sana", kata kak Almira.
"Ya ampun kak, dari tadi aku juga istirahat. Di SPA itu sepanjang hari aku jadi tiduran terus. Ni mata aku sampe bengkak begini nih", kata Jasmina sambi membelalakkan matanya. Kak Almira tergelak.
"Ya udah, sejam lagi katanya Make up artist akan datang. Mepet banget sih?", tanya kak Almira. Jasmina tersenyum geli.
"Maklum kak, temenku ini lagi laku-lakunya. Aku sih uda bilang ama dia, aku mau pake MUA lain aja. Tapi dia maksa. Ini Siska temenku pas SMA. Tapi dia janji, bakal bikin aku siap dalam waktu secepat kilat hehehe", jelas Jasmina. Kak Almira hanya menggangguk-angguk saja.
Sementara di rumah keluarga Devon...
Rania sedang kebingungan mencoba menghubungi Devon sejak 3 jam yang lalu. Tadi pagi jam 11, abangnya itu pamit untuk menemui pemimpin rumah sakit tempat ia melamar kerja. Katanya sih cuma akan makan siang bersama. Tapi kenapa sampai sekarang belum balik juga?
"Udah bisa dihubungi Devon, Ran?", tanya mama Burnwood. Rania menggeleng frustasi. Rambutnya yang cantik sekarang acak-acakan karena berulang kali ia jambak.
"Posisi terakhir dimana dia?", tanya sang mama. Rania menggeleng.
"Cuma pamit mau makan siang doank ma. Katanya gak jauh kok, deket tempat SPA yang biasa aku dan Jasmina datang", jawab Rania.
"Coba aja tanya Jasmina.", usul sang mama. Rania menggeleng dengan cepat.
"Apa jadinya kalau Jasmina tahu? Bukannya malah bikin dia panik?", tanya Rania. Mama Burnwood mengangguk-angguk.
"Coba aja kamu datengin dia, seakan-akan kamu lagi berkunjung ke Jasmina, melihat persiapannya. Kamu kan sahabatnya!", usul sang mama. Rania mengangguk-angguk. Secepat kilat ia merapikan rambutnya, dan berjalan ke arah rumah Jasmina.
Ketika Rania sampai di pintu kamar Jasmina, gadis itu sedang menelfon seseorang. Ketika tatapan Rania bertemu dengan tatapan Jasmina, saat itu juga Jasmina memanggil Rania dengan tangannya.
"Nah ini dia si Rania, panjang umur deh. Ran, ini abang lo mau ngomong bentar", kata Jasmina sambil menyodorkan HP miliknya ke Rania. Rania terperanjat. Kok bisa kebetulan sekali? Rania langsung mengambil HP itu dan membawanya menjauhi Jasmina. Kebetulan sekali Jasmina hendak berganti baju dan membutuhkan privasi.
"Halo bang, lu dimana?!", tanya Rania dengan gemas.
"Ran, bantuin gue Ran! Gue sekarang ada di kantor polisi. Gue ama mobil di tahan disini. Gue cuma butuh seseorang untuk ngeluarin gue dari sini sekarang juga. Biar deh mobil di tahan, yang penting gue bisa segera pulang!", pinta Devon.
"Lah lu kenapa bisa ditangkap polisi? Lu nabrak orang?", tanya Rania murka.
"Panjang ceritanya. Udah sekarang juga lu dateng ke kantor polisi di jalan Amir Hamka no. 3", perintah Devon.
Rania langsung sigap pamit kepada Jasmina, dan memencet sebuah nomor penting di HP miliknya. Ia mengirimkan alamat GPS kepada nomor tersebut, dan memintanya bertemu disitu.
-------------------------------
Devon dengan gelisah bolak-balik melihat jam tangannya. Rania seharusnya akan tiba dalam waktu 30 menit lagi. Ia beruntung bisa meminjam telfon milik kantor polisi itu untuk menghubungi seseorang. Tapi malangnya, dari semua orang yang bisa ia hubungi, hanya nomor HP milik Jasmina yang ia hafal luar kepala. Sukurnya ketika ia menghubungi Jasmina untuk memanggil Rania, gadis itu sedang ada di sekitar! Devon mengeluarkan HP miliknya yang sudah retak dan tidak bisa digunakan.
"Aduh Devon, maafin aku ya, aku gak sengaja tadi nyenggol HP kamu. Aku janji, nanti aku ganti dengan versi yang lebih canggih deeehhh", rengek Helena sambil menggoyang-goyangkan lengan Devon dengan manja. Devon mencoba untuk tersenyum pasrah.
"Gak apa-apa Hel, udah sekarang mending kamu pulang aja deh. Aku panggilin taksi ya. Bentar lagi adekku bakal dateng dan bantuin aku keluar dari sini kok.", perintah Devon. Helena menggeleng.
"Enggak, enggak, enggak! Kita disini bersama-sama. Senang sama-sama. Susah juga harus sama-sama donk. Lagian ini salah aku kok. Kan aku yang minta supaya kamu anterin aku dulu ngambil pesenan kue mama. Lagian, jalannya masuk gang keluar gang gitu sih. Mobil kamu gede gitu. Mana aku tau kamu bakalan nyenggol anak orang sampe kita diuber-uber begitu", rengek Helena lagi.
"Helena, aku tuh gak nyenggol anak itu! Justru anak itu yang lari-lari gak karuan dan menghantam mobil aku. Padahal tadi kan kita jalannya pelan banget, gak mungkin lah ngebut di gang kecil begitu!", jelas Devon. Devon kesal, anak yang menerjang mobilnya itu terjatuh hingga tubuhnya lecet. Orangtua sang anak menolak musyawarah di tempat, dan malah melaporkan mereka ke kantor polisi. Mereka berharap bisa mendapatkan uang lebih banyak bila sudah melaporkan kasus tersebut.
"Iya, iya, makanya aku bilang, ini bukan salah kamu, tapi salah aku! Ya udah sini biar aku bayar polisinya. Yang penting kita bisa keluar dari sini!", kata Helena lagi. Devon memandang gadis itu dengan setengah emosi. Di satu sisi, gadis ini adalah kuncinya untuk mendapatkan jalan pintas menuju kesempatan berkarir lebih cepat. Tapi di satu sisi, saat ini Devon harusnya sudah berada di rumah, bersiap-siap untuk acara lamarannya. Mana mungkin lagi ditunda! Minggu depan dia sudah harus kembali ke Bandung untuk wisuda. Minggu depan berikutnya ia malah sudah harus menikah dengan Jasmina!
"Gak bisa segampang itu Hel, bayar sana bayar sini. Tetap semua harus lewat diskusi. Saat ini kita biarkan dulu pihak keluarga puas-puasin curhat ke pak polisi. Nanti kita jelaskan dari sisi kita. Kita tunggu aja. Kata adikku, dia punya solusi", jelas Devon. Tepat saat itu juga, Rania muncul lengkap dengan gaun yang akan ia gunakan untuk acara lamaran. Namun Rania tidak sendiri, melainkan dengan kak Miko!
Seketika Devon berdiri canggung menatap kakak kelasnya itu. Dari semua pengacara yang ada di muka bumi ini, kenapa Rania harus memanggil Miko?
"Gue gak tau harus manggil siapa. Cowok ini yang ready di weekend begini, ayo cepet kita selesaikan. Sejam lagi kita udah harus ada di rumah Jasmina, Dev!", pekik Rania.
Seketika suasana menjadi canggung ketika sebuah nama di sebut. Miko, Devon bahkan Helena!
"Kamu siapa?", tanya Miko sambil melirik tajam ke arah Helena. Gadis itu melihat kak Miko dan Rania dengan senyum semanis madu, inilah kesempatannya.
"Hai, aku Helena. Aku teman serumah Devon. Kami juga satu kampus", katanya santai. Kontan Rania, Miko bahkan Devon gusar mendengar jawabannya. Itu adalah fakta yang benar, namun di ucapkan pada saat yang salah.
"Ngapain kamu masih lengket kayak ulat keket sama Devon, sementara sejam lagi dia harus melamar Jasmina secara resmi?", kali ini kak Miko bertanya dengan sinis, namun tatapannya mengarah ke Devon.
"Hahahaha ulat keket. Kamu selain cakep juga bisa bercanda ya", canda Helena yang seketika membuat Rania jijik.
"Kalo kakak gak mau bantuin aku, aku bisa kok cari pengacara lain", hardik Devon. Sesungguhnya walau ia sangat sangat butuh bantuan cowok itu, namun ada rasa gundah. Apalagi ada Helena disini.
"Udah jangan buang waktu. Ayo Dev, arahin kita harus kemana. Yang penting 30 menit lagi kita udah harus cabut dari sini. Baju kamu udah ready di mobil.", kata Rania sambil menyeret tangan abangnya.
--------------------------------------
"Jasmina, mau kah kau menikahi ku dalam 2 minggu?", tanya Devon manis kearah Jasmina. Saat ini cowok yang mengenakan batik motif parang berwarna peach ungu itu memegang sebuah mic di tangan kirinya, dan sebuket bunga berwarna pink dan peach di tangan kanannya. Ia kemudian berlutut di depan Jasmina yang sudah berdiri tersipu-sipu malu.
Seketika puluhan tamu undangan yang menyaksikan bersuit-suit riuh sambil bertepuk tangan. Jasmina mengendarkan pandangannya ke sekeliling seakan-akan meminta restu dan akhirnya menutup mulutnya dan mengangguk-angguk pelan. Air matanya hampir tumpah. Walau ini kedua kalinya Devon melamarnya di depan begitu banyak orang, Jasmina begitu terharu karena kali ini Devon melakukannya di depan orang-orang yang ia sayangi.
"Baiklah, sebuah anggukan terlihat dari wajah Jasmina Winata, ketika Devon Lee Burnwoon menyatakan lamarannya. Apakah artinya lamaran ini diterima?", tanya sang MC kepada para hadirin dengan nada yang heboh.
"TERIMAAAAAA", sorak kompak para tamu undangan sambil diiringi oleh tepuk tangan yang meriah.
"Kami persilahkan bunda Devon untuk hadir di sini dan menyematkan cincin tanda resmi sudah Jasmina terikat dengan Devon. Jadi buat cowok-cowok disana, pupus sudah harapan kalian-kalian untuk bisa memiliki Jasmina yaaaa", kata sang MC.
"Pupus juga harapan kalian para perempuan liat untuk memiliki Devon", gumam Rania dalam hati!
Rania yang menyaksikan acara tersebut di kursi terdepan, mencoba untuk menahan air mata, sama seperti Jasmina, sang bunda dan orang-orang lain. Tapi bukan karena haru bahagia. Rania masih gemas dengan sang abang!
Di kantor polisi, Rania begitu geram mengetahui fakta bahwa sang abang memiliki waktu yang begitu luang, sehingga bisa menjadi supir untuk "teman serumahnya" itu. Setelah urusan selesai, untung saja Miko memaksakan diri untuk mengantarkan Helena pulang. Dari raut mata Helana, ia masih mengharapkan Devon mengantarnya pulang. Yang benar saja!
Sepanjang perjalanan dari kantor polisi menuju rumah, Devon harus menjelaskan panjang lebar tentang si Helena ini sambil berganti baju, menyeka wajahnya, tubuhnya dengan aneka produk yang dibawa oleh Rania. Adiknya yang perhatian itu sampai membawakan obat kumur, gel rambut dan parfum! Ketika mereka tiba di depan rumah Jasmina, keluarga Burnwood beserta saudara-saudara yang datang dari Jogja, bahkan Australia, sudah berkumpul di depan pagar.
"Mama berharap, Devon dan Jasmina lancar-lancar menuju hari H. Sejak lama mama mengharapkan Jasmina menjadi bagian dari keluarga kita. Semoga dalam waktu yang tidak lama lagi, kita bisa melangsungkan pernikahan Devon dan Jasmina, dan kalian akan membina keluarga yang bahagia", kata sang mama sambil menyematkan cincin di tangan Jasmina. Gadis itu tersipu-sipu malu, kemudian mencium tangan sang mama. Mereka pun berpelukan dengan hangat.
Devon yang menyaksikan keadaan itu tidak mampu menahan harunya. Ia memang bahagia akhirnya usahanya untuk memiliki Jasmina seutuhnya tinggal beberapa langkah lagi. Tapi peristiwa hari ini benar-benar menunjukkan kalau ia tidak boleh sepele. Hal-hal kecil ternyata dapat menggagalkan rencana besarnya.
Ketika acara makan malam dan ramah tamah berlangsung, Devon akhirnya mendatangi Jasmina. Ini adalah momen pertama hari ini ia menyapa calon istrinya secara informal.
"Kamu…cantik banget", kata Devon sambil memperlihatkan wajah takjub.
"Kok gak bilang gitu tadi sebelum ngelamar aku?", tanya Jasmina sambil tersipu malu.
"Lupa! Hahahahah… Gak ah, ntar kamu ge-er. Lagian kamu cantik gini berkat berjam-jam di SPA tadi ya? Kulit kamu gak keriput?, tanya Devon bercanda sambil mendekatkan wajahnya ke wajah Jasmina. Gadis itu pura-pura kesal dan menoyor pipi Devon.
"Waduh mesranya yang mau menikah", kata sebuah suara. Miko Raja Lubis sang pengacara sedang berdiri di hadapan mereka. Devon tiba-tiba menjadi tegang.
"Loh kak Miko, kok bisa ada disini juga?", tanya Jasmina. Ia tidak mengingat mengundang kakak kelasnya itu. Hanya tetangga dan saudara saja.
"Aku diundang oleh Rania dan Devon. Yak kan Dev?", tanya Miko sambil menatap tajam ke arah Devon.
"Ihh…iya bener. Dia udah aku anggap kayak saudara", kata Devon acuh sambil memalingkan wajahnya dari tatapan panas sang kakak kelas.
"Makan yuk kak", kata Jasmina mempersilahkan kakak kelasnya itu makan.
"Iya nanti aku makan bareng Bagas.", katanya yang membuat Jasmina dan Devon panas dingin. Untuk apa ketua OSIS itu datang? Baru kemudian Jasmina ingat, ia bagian dari rombongan tetangga yang di undang sang ayah.
" Dia ada diluar. Aku pikir dia bakal ada di barisan patah hati malam ini.Ternyata dia lagi gangguin adek elo Dev diluar hahahhaha. Aku Cuma pengen ngasi kalian selamat aja buat kalian berdua. Semoga lancar-lancar menuju hari H. Kalo perlu jasa gue lagi, gue siap Dev. Gratis buat kalian!", kata kak Miko dengan wajah penuh kemenangan.
"Hah? Jasa kak Miko? Buat apaan?", tanya Jasmina tidak paham. Kak Miko terkikik melihat sekilas ke arah Devon.
"Hahahahah gak apa-apa, aku makan dulu ya Jas, Dev…", pamit kak Miko.
Devon hanya mampu mengepalkan tangannya dan tersenyum palsu. Walau ia kesal dengan Miko, tapi ia benar-benar bersyukur dapat hadir tepat waktu malam ini berkat jasanya. Kelurga anak yang menabrak mobilnya itu tidak bisa berkutik dengan maneuver-manuver Miko.
"Aku janji Jasmina, aku akan menjaga hubungan kita ini selamanya. Tidak akan ada yang akan memisahkan kita.", gumam Devon dalam hati.