Sejak insiden menjadi perawat dan pasien, Jasmina merasa ia membutuhkan waktu untuk sendiri. Dalam kurun waktu ia putus dari Bagas sampai kemaren pun, tidak sehari pun ia habiskan sendiri. Hari-harinya dipenuhi oleh Devon dan Rania. Hari-hari selama ujianpun, mereka selalu belajar bersama.
Jasmina membutuhkan waktu sendiri yang tenang untuk berfikir. Ia memang pernah membutuhkan waktu untuk menetralkan hatinya. Mengosongkan hatinya untuk siapapun ituuu! Tapi bagaimana mungkin? Devon selalu hadir disitu. Entah karena ia terlalu terbiasa, atau karena Devon memang sangat istimewa, ia akui,ia mulai menyukainya. Inikah yang katanya CINTA KARENA TERBIASA?
Ia yakin sekarang. Ia menyukai Devon. Apakah ia menyukai cowok itu hanya agar ia melupakan Bagas dan kak Miko. Sama sekali enggak. Ini adalah jenis naksir yang lain. Ia malu untuk mengakui betapa cepatnya ia berpindah hati. Tapi bagaimana lagi? Sepertinya akan lebih sulit untuk mencegah menyukai Devon dari pada melupakan Bagas dan kak Miko. Haruskah ia pindah rumah? Haruskah ia pindah sekolah?
Ya setidaknya Jasmina ada disini. Di ruko cluster dunia untuk yang ketiga kalinya. Sendirian. Ia ingin kembali nih, selflove, mencoba mencintai dirinya sendiri. Ia memasuki sebuah café yang menyediakan makan pagi bernuansa western. Tempatnya apik dan suasananya seperti di luar negeri.
Ia memesan sandwich tuna mayo, sepotong kue choco oreo dan segelas the manis panas. Ia takjub dengan begitu indahnya makanan-makanan itu disajikan. Ia tidak tahan untuk tidak memotretnya dan memajangnya di media sosialnya. "Big breakfast".
---
Sementara… Sedari pagi Devon berusaha untuk menghubungi Jasmina. Ia ingin mengetahui bagaimana keadaan kaki Jasmina. Hari ini keadaan Devon sudah jauh lebih baik. Ia sudah berusaha untuk chat via WA, sudah berusaha untuk menelfonnya, tapi Jasmina tidak bisa dihubungi. Ketika ia mampir kerumah Jasmina, tidak satupun ada makhluk yang ada di dalam rumah itu.
Rania tidak bisa banyak membantu. Gadis itu masih saja latihan di sekolahnya. Tapi dia memberikan hint: Check her social media. Devon langsung membuka instagram miliknya. Jarang sekali Devon membuka dan memposting sesuatu. Ketika mereka di Bali pun, hanya beberapa foto yang ia upload.
Devon melihat postingan terbaru Jasmina. Sebuah foto makanan yang sepertinya sarapan (berarti ini baru banget!). Devon belum pernah melihat makanan ini sebelumnya. Tapi ia mungkin tau dengan siapa Jasmina sekarang. Seketika ia diserang cemburu buta!
Devon menghubungi seniornya itu. Ia benar-benar mengira sang senior sedang menyembunyikan Jasmina. Kak Miko terawa. Bahkan sang senior terkejut seorang Jasmina bisa lepas dari tangan Devon hehehe. Awalnya sang senior enggan memberikan alamat tempat café itu berada, karena itu adalah tempat persembunyiannya. Tapi ia pernah berjanji ia akan membantu Devon. Baiklah…
---
Jasmina sedang melihat-lihat novel-novel romantis yang terkumpul dalam 2 rak. Ada begitu banyak judul, ia sampai pusing mau mengambil yang mana. Dua novel yang pernah ia dapatkan di toko ini telah ia baca berulang-ulang. Akhirnya Jasmina mengambil sebuah Novel tentang self-love. Mungkin ini sesuatu yang dia inginkan. Ia kemudian membayarnya.
Tidak terasa sudah lebih dari 1 jam ia habiskan di dalam toko buku dan beberapa jam mengitari hampir seluruh toko. Ia mulai lelah. Agak garing juga sebenarnya kalau sendiri disini ya, fikirnya. Tapi ia terus melaju.
Ada satu hal yang ingin ia lakukan disini. Ia merogoh sesuatu di dalam tas kecilnya. Sebuah kunci. Ia melangkah memasuki lorong cinta. Dengan cepat ia bisa menemukan gembok berwarna ungu dengan tulisan "Jasmina & Bagas". Ia segera membuka gembok itu dan menurunkannya. Ia merasa agak malu gembok itu masih ada disitu.
"Kenapa diturunin?", tanya sesosok cocok tinggi yang hari ini super duper ganteng. Ia memakai kaos polo berwarna biru muda, jeans putih panjang dan sepatu basket. Tubuh kekarnya makin ketara, dan wajah putih dan rambut kecoklatannya kontras dengan cahaya pukul 11 pagi. Devon…
Jasmina bengong. Bagaimana cowok ini bisa tau kalau dia lagi disini? Jasmina hanya bisa tersenyum. Ia cepat-cepat menyembunyikan gembok itu di tasnya. "Devon, kamu udah sembuh?", tanyanya basa-basi.
Devon mendekati Jasmina dan mencengkram kencang tangan gadis itu. "Kamu kenapa pergi ga bilang-bilang? Itu kaki kamu kan belon sembuh bener! Kamu ngapain disini sendirian?", tanyanya dengan ekspresi dan nada marah. Jasmina terkejut. Baru pertama kali ini ia melihat Devon seintens ini. Jasmina hanya dapat menatap mata Devon dengan sayu.
Devon kemudian menyadari sikapnya yang berlebihan. Ia melonggarkan cengkeraman tangannya, dan menatap arah lain dengan salah tingkah. Bukan sebuah awal yang baik… Ia mundur selangkah dan memasukkan kedua tangannya ke dalam kantong celananya. "Sorry Jez… a..a..aku Cuma kuatir", katanya pelan.
Hilang sudah waktu sendiri untuk Jasmina. Hari ini pun, ketika ia berusaha melarikan diri dari Devon, ia gagal. Mereka hanya berdua di lorong cinta itu untuk sekitar 3 menit. Angin meniupkan rambut Jasmina ke arah belakang, sehingga menampakkan seluruh wajahnya. Jasmina tidak ada persiapan, ia tidak tau harus mengajak Devon kemana, atau harus berbicara apa.
Tanpa suara, Jasmina meninggalkan Devon di lorong itu dan berjalan ke arah danau. Devon terkejut. Tega bener Jasmina meninggalkannya begitu saja. Ia mengikuti gadis itu, tapi alih-alih menariknya lagi, ia mengikutinya selangkah di belakang. Ia akan mengikuti permainan Jasmina hari ini. Apa sih tujuan gadis itu kesini sendirian?
Jasmina membalikkan tubuhnya dan tersenyum kearah Devon. Ia menunjuk sepeda angsa berulang-ulang, dan memasang ekspresi lucu "naik itu yukkk". Jasmina tersenyum sampai memamerkan seluruh giginya hihihi. Devon yang tadinya agak kesel, langsung tertawa sambil melihat ke atas. Ada-ada aja Jasmina. Tapi ia setuju. Ia mengikuti Jasmina menuju sepeda angsa itu dan mulai menaiki salah satu sepeda angsa itu.
Mereka mulai mengayuh sepeda angsa, dan dengan cepat mereka sudah berada di tengah-tengah danau. Belum satupun dari mereka berbicara, mereka asik memandang sekeliling dan berkutat dengan benak mereka masing-masing. Ketika mereka saling menatap, mereka tersenyum sekilas dan secepatnya menatap arah lain sambil terus mengayuh. Masih ada 25 menit lagi, apakah akan terus begini?
Tiba-tiba Devon menggenggam tangan Jasmina. Tampak gelang bertuliskan "Jasmina", berdampingan dengan tangan yang memakai gelang bertuliskan "Devon". Jasmina terkesiap dan menatap mata Devon. Sang cowok menatap mata itu dengan lembut. Tidak ada kata-kata yang terucap. Mereka saling tersenyum lembut, seakan mencoba membaca arti dari tatapan-tatapan itu.
Mungkin tidak perlu kata-kata. Biarkan mereka untuk 25 menit ke depan seperti ini, menyelami pikiran masing-masing, tapi mereka sama-sama tau bahwa ada sesuatu di antara mereka. Jasmina membalas genggaman tangan itu. Hati keduanya menghangat.
Ketika akhirnya mereka menyelesaikan sesi bersepeda air itu, masih belum ada kata-kata di antara mereka. Jasmina berjalan pelan menuju tempat penjualan es krim, meninggalkan Devon di belakang.Cowok itu tidak mau mengambil kesempatan yang hilang, ia segera menyambar tangan Jasmina dan memegangnya erat. Ia membeli 2 cone es krim dengan 1 tangan, memberikan 1 cone untuk Jasmina, dan memegang 1 untuk dirinya sendiri. Ia menuntun Jasmina untuk duduk di salah satu bangku panjang, dan mereka mulai menyantap es krim. Ia tidak mau juga melepaskan tangan Jasmina.
Ketika es krim itu pun habis, masih belum ada kata-kata yang terucap. Waktu sudah menunjukkan waktu makan siang. Jasmina menuntunnya ke sebuah tempat yang mungkin akan Devon sukai. Resto Pizza! Jasmina menunjuk resto itu dan tersenyum jahil ke arah Devon. Cowok itu tertawa sambil menggangguk-angguk. Makanan kesukaan Devon!
Mereka duduk di sebuah meja kecil dan memesan sebuah pizza yang besar, 2 gelas ice lemon tea, dan seporsi lasagna. Tapi Devon belum juga mau melepaskan tangan Jasmina. Tangannya mulai pegal! Tapi Jasmina gengsi bila harus mulai berkata-kata duluan. Bagaimana ini???
Pizza, lasagna dan minuman sudah datang. Jasmina belum melihat Devon akan melepaskan tangannya. Sebaliknya, cowok itu malah menatap Jasmina dengan jahil. "Suapin", katanya.
GILAKKK APA YAAAAAAA. Jasmina menggeleng-geleng. Ia mulai menyendoki lasagna dengan tangan kirinya. Kok susah ya. Huhhh kenapa juga Devon memegang tangan kanannya? Devon tersenyum. Ia mulai mengambil pizza dan mulai menyuapi Jasmina. Jasmina menggeleng-geleng sambil tertawa.
"Makaaannnn", perintah Devon sambil tertawa. Jasmina makin tertawa dan menutup mulutnya dengan punggu tangannya. Ia geli membayangkan mereka akan menghabiskan seluruh makanan ini dengan cara begini. "Makannnn Jeeezzzz", perintah Devon masih sambil ngikik. Jasmina masih tertawa tapi berusaha untuk memakan pizza yang disodorkan tangan Devon. Susah tapi termakan juga hahahaha.
Selama 30 mereka disitu, hanya diisi oleh gelak tawa, saling suap-menyuapi dan tertawa lagi. Tidak ada kata-kata, tidak ada obrolan, tidak ada curahan hati. Sampai semua makanan dan minuman habis! Tapi entah kenapa dengan tatapan, dengan perbuatan, Jasmina dan Devon merasa justru semakin dekat satu sama lain.
Mereka keluar dari situ, masih bergandengan tangan. Keduanya saling menatap, seakan mau berkata "kemana kita sekarang". Jasmina juga bingung, karena ia sudah menghabiskan waktu berjam-jam disitu, sudah hampir semua toko ia masuki. Devon menuntunnya ke sebuah tempat, memasuki lorong cinta itu lagi. Ia melepaskan tangan Jasmina dan meninggalkannya disana.
Devon pergi ke arah danau. Kemana dia? Jasmina menunggu. Satu menit, dua menit, tiga menit, lima menit kemudian Devon muncul. Ia memegang sebuah buket bunga kecil. Sekitar 7 atau 8 mawar pink yang sangat indah, berhiasnya baby breath yang indah, di bungkus oleh kertas plastik saja dan seutas pita putih.
Ia berjalan sangat pelan kearah Jasmina, sehingga posisi mereka sangat dekat. Ia menyerahkan buket bunga itu kepada Jasmina dengan perlahan sambil terus menatap Jasmina. Berbeda sekali ketika Devon menyerahkan buket mawar merah ketika ia berulang tahun. Ia begitu grogi dan kaku.
"Buat aku Dev?", tanya Jasmina pelan. Upsss jadi ngomong deh. Diam-diam Jasmina berharap… please say you love me… please say you love me…
Devon hanya mengangguk dan membiarkan Jasmina memeluk buket bunga itu. Devon kemudian berjalan pelan meninggalkan Jasmina. Jasmina kaget. What the? Ada apa cowok itu? Ngasi bunga, ga ngomong apa-apa, eh malah kabur…
Jasmina memandang tubuh Devon dari belakang. "Devon, stop!", perintahnya. Devon berhenti, tapi tidak membalikkan badannya untuk menatap Jasmina.
"I don't know whether you are clueless or stupid. Aku Cuma agak capek main-main begini Dev. Aku Cuma akan ngomong sekali, jadi dengerin baik-baik. Paham?", perintah Jasmina. Devon masih diam, dan belum mau berbalik badan. Baguslah. Itu membuat Jasmina tidak terlalu grogi.
"Aku ga tau sejak kapan… tapi aku bener-bener seneng bisa selalu sama kamu. Aku gak tau ini perasaan suka, cinta, atau benci. Yang jelas, perasaan aku ke kamu, ga ada hubungannya sama sekali dengan Bagas, kak Miko atau cowok-cowok gak penting lainnya. Kamu itu… cowok yang gak tau kenapa, selalu aku pikirin. Capek tau gakkk mendam ini sekian lama. Aku belajar dari pengalaman aku, I'm going to say what I should say, supaya ga ada penyesalan di akhir. Ok fine. Udah aku bilang. CUKUP sekali aja", tutup Jasmina. Kemudian gadis itu berjalan meninggalkan Devon. Pipinya memerah.
Devon dengan sigap menarik tangan gadis itu lagi. "Udah ngomongnya?, tanyanya. Jasmina terkejut. Maksudnya apa?
Mereka saling menatap lagi untuk sekitar 30 atau 40 detik. Kemudian Devon membuka mulutnya dan berbicara…
"Jasmina, I'm not good in words", katanya tenang, dan kemudian menuntun Jasmina menuju arah keluar.
WHATT? Maksudnya apa???