Hari ini kelasku siang, begitu pun Widiah. Selama di kost biasanya kami mengerjakan tugas kuliah untuk besoknya, selalu memanfaatkan waktu karena tugasnya tidak sedikit dan membutuhkan waktu yang lama. Melukis itu membutuhkan waktu yang lama.
Melukis adalah hobiku, tapi menulis juga hobiku. Aku tidak suka perhitungan tapi aku juga bisa melakukannya.
Ngomong-ngomong aku belum memberitahu Widiah tentang mimpiku semalam. Karena kita juga ingin sarapan, sekalian saja nanti dipantry.
[ ] Ouh dikostan kita ada tempat pantry gitu, jualan banyak makanan. Kostan kita kan ga hanya kita aja, masih ada yang lainnya. Tapi aku jarang menyapa karena kita pulang langsung menuju kamar. Tapi kalau ada orang-orang memang sedang di luar aku pasri menyapa mereka kok.
"Bi Anih, aku mau nasi uduknya ya 2 jangan dikasih jengkol. Tambahin kerupuknya yang banyak" sekarang giliran ku yang mesan.
Dia Bi Anih, tukang jualan uduk di kost ini. Aku sudah mengenalnya sejak aku pindah kesini. Orangnya sangat baik dan selalu lucu.
Nasi uduk Bi Anih sangat enak dan super lengkap menunya. Karena Bi Anih pun sudah tau menu apa yang sering aku dan Widiah pesan, dia pun segera membuatkannya. "ongkey" kata Bi Anih.
Aku biasa memesan menu, tempe, sambal, kentang pedas dan telur mata sapi. Sedangkan Widiah tidak suka tempe dia ganti ke tahu. Padahal kan sama-sama dari kedelai. Kita pun sama tidak menyukai jengkol tapi menyukai pete!
"Bi, nanti anterin ke meja ya" ucapku.
"Eh bebek, eh bebek. Ih si teteh iyeu teh ngagetkeun wae. Udah tau bibi teh orangnya kagetan" ujar Bi Anih.
"Dorrr" kagetku lagi.
"Eh dorr, polisi tolong, eh polisi tolong. Ah si teteh ini teh ada-ada wae" ucapnya.
"Haha maaf atuh Bi, tong poho anterkeun" kataku sambil ketawa.
Widiah sedang menunggu sambil memainkan handphonenya. Aku pun duduk dan memanggilnya. "Wid aku mau cerita" kataku
"Cerita aja kali kaya orang baru aja" ujar Widiah.
"Sejak kapan kita berteman?" Balasku bercanda.
"Lah ia, sejak kapan kita ga kenal?" Balas Widiah.
"Haha kamu bisa aja" tawaku.
"Wid, serius ini mah. Aku semalem didatengin sama anak kecil kemaren" kataku.
"Hah? Kok bisa? Pertanda apa itu Sar! Jangan-jangan dia ikutin kamu? Hihihi" balas Widiah sembari mepraktekan gaya kuntilanak.
"Kunaon atuh hihi an si eneng iyeu teh. Siga jurig" kata Bi Anih yang menghantarkan makanan kami.
[ ] "Heeh Bi, iyeu teh keir latihan drama" kata Widiah berbohong.
"Ouh drama, drama teh meuni tentang jurig" kata Bi Anih.
"Iya dramanya kaya gini. Hihi hihi!" Ketawa keras Widiah ke Bi Anih.
"Astagfirullah si eneng iyeu teh, hihi hihi hihi. Tuhkan Bibi jadi ngiluan, geus ah" ujar Bi Anih pergi.
"Haha Bi Anih teh ada-ada aja" kata widiah dan akupun ikut tertawa.
"Kok bisa dia ada dimimpi kamu Sar?" Tanya Widiah sembari makan.
"Ga tau aku juga, tapi kata dia mah bakal dateng terus ke mimpi aku. Dia juga bilang ingin menunjukan sesuatu" ceritaku ke Widiah.
"Kamu mau aku bilang Bapa supaya bantu kamu?" Tanya Widiah.
"Untuk saat ini jangan dulu deh, aku pengen tau dia mau nunjukin apa ke aku" jawabku.
"Iya bener aku juga penasaran sama anak kecil tersebut" balas Widiah.
Aku pun sepenasaran itu, apa aku ajak Widiah untuk melihat boneka tersebut ya, untuk melihat ada apa dengan boneka tersebut. Boneka yang aku lihat kemaren hanya terlihat muka boneka saja.
Tetapi di dalam mimpiku boneka tersebut sangat cantik, boneka antik dengan kesan boneka koleksi bukan boneka yang banyak di pasaran.
"Wid, mau ikut aku ke pohon besar itu gak?
"Mau ngapain Sar?" Tanya Widiah.
"Aku mau ambil boneka yang di tunjukin anak kecil kemaren" kataku.
"Ngapain di ambil sih Sar serem tau" jawab Widiah.
"Aku pengen ambil aja, di mimpiku boneka tersebut sangat cantik, bukan boneka yang bisa di beli pasaran" kataku.
"Emm tapi aku takut kalau kamu simpen di kostan" kata Widiah.
"Emm iya sih lebih bagus aku taro mana ya?" Kataku.
"Taro di kampus aja deh mendingan di loker" kata Widiah.
"Iya sih, yaudah deh aku taro kampus" kataku.
Setelah sarapan aku mengajak Widiah untuk pergi kedepan rumah kosong itu. Tepatnya ke pohon besar yang ada di depan pohon besar itu.
Tidak terlalu jauh untuk mencapai tepat ini, karna kita sering lewat rumah ini. Aku langsung ajak Widiah ke pohon besar itu.
Pohon besar itu sangat suram, dengan akar pohon beringin menjuntai. Karena takut aku cepat-cepat mencari boneka tersebut, sumpah suasana di pohon ini membuat bulu kuduk merinding, ditambah dengan angin yang menambah kesuraman.
Aku dan Widiah mencari boneka tersebut.
"Bukannya kemarin boneka ini disini Sar?" Tanya Widiah.
"Iya nih, kok gak ada ya Wid. Kemarin itu kan tertutup daun-daun tapi sekarang aku bersihin malah ga ada" jawabku sama bingungnya.
"Pluk" suara benda jatuh dari atas, mengenai kepalaku.
Seketika suara hening, aku tidak mau bergerak, aku terlalu kaku untuk bergerak. Begitu pun dengan Widiah, ia sangat kaku dan terkejut.
Bagaimana tidak, boneka tersebut tiba-tiba jatuh dari atas dan mengenaiku. Saat ini boneka tersebut berada di depan kami.
Aku sangat merinding saat ini, aku lirik Widiah dia pun melirik aku. Kami berdua menengok ke atas, ternyata diatas kami ada sosok hantu perempuan mengenakan pakaian kebaya lama dan kusam. Rambut terurai tidak terurus. Yang paling kami tidak suka darinya yaitu muka dengan seyum lebar membelah pipi, mata putih berdarah melotot kearah kami.
Aku dan Widiah seketika berteriak. "Ahhh"
Hantu tersebut terseyum semakin lebar dan iya tertawa jahat. "Haha haha"
Aku dan Widiah sudah ketakutan, kita pun lari dengan terburu-buru. Aku tidak lupa membawa boneka tersebut. Aku berlari kencang begitu pun Widiah.
Kami tidak berani menengok kearah belakang, kami terlalu takut untuk melihat kembali kearah pohon itu.
Setelah berlari kami pun telah berada di kost kami, banyak orang melihat kami bingung. Aku tidak peduli, aku dan Widiah langsung pergi ke kamar kami.
"Brak" pintu tertutup dengan kencang.
"Huhhhuh" suara helaan kami berdua yang kecapean.
"Sari sudah aku kata buat apa kamu ambil boneka tersebut, tadi serem banget" kata Widiah.
"Huh aku ga tau bakal seseram itu, aku sampe tidak bisa bergerak karena terlalu takut" jawabku.
"Begitu pun aku Sar, tapi tadi memang hantu yang serem banget" kata Widiah.
"Dia tidak mengikuti kitakan?" Tanyaku.
"Engga tau, aku ga mau nengok kebelakang aku takut" jawab Widiah.
Kami memang terlihat sangat ketakutan, butuh beberapa saat kami untuk tenang. Aku yang tidak sadar memegang boneka langsung berteriak kembali.
"Ahhh kenapa aku ambil bonekanya!" Teriakku.
"Apa! Kenapa kamu ambil" ujar Widiah.
"Aku tanda sadar mengambilnya karena terlalu takut, aku tidak berpikir apa-apa jadi aku ambil saja" jawabku.
Sekarang aku merasa menyesal telah mengambil boneka ini, meskipun ini milik anak kecil itu, tetapi jika wanita tersebut mengikuti kita bagaimana.
"Kita harus balikin boneka ini!" Kata Widiah.
"Kamu mau melihat wanita itu lagi?" Jawabku.
"Kita berdoa saja" kata Widiah.
"Tetap saja aku tidak mau lagi jika melihat dia lagi, apalagi jika kita berdoa dengan panik itu tidak akan mempan" jawabku.
"Yaudah kamu urus boneka tersebut, aku sudah bilang di awal, jangan taruh boneka itu di kost" jawab Widiah.
"Iya iya aku taro Kampus. Tapi kamu mau ambil boneka itu gak, aku sedikit takut memegangnya" jawabku.
"Ga mau! Aku juga takut kamu aja yang urus" kata Widiah.
Karena tadi aku terkejut membawa boneka tersebut, aku melempar boneka tersebut ke lantai. Karena aku juga yang membawanya aku memang harus bertanggungjawab.