Lagi-lagi suaraku terdengar kaku dan gemetar.
Dia mungkin terdengar baik, dan berusaha lembut dengan mengatakan semua itu.
Tetapi, apakah semua itu tadi memang tulus?
Perasaan ini memang telah tertutup sejak lama sekali, sehingga hatiku masih menolak memercayai semua kata-kata barusan.
"Setelah kesalahan lamaku dulu, aku tidak akan mengulanginya lagi. Bagaimanapun juga, adikmu bebas memilih masa depan yang mereka inginkan. Aku tidak akan memaksakan kehendakku lagi, seperti aku dulu pernah memperlakukanmu. Jadi—"
"Tolong hentikan ...!" Saat ia mulai membicarakanku, aku menyela dengan sedikit suaraku yang tertahan.
Hatiku merasakan gejolak marah bercampur sedih. Dia tidak seharusnya membahas hal ini di hadapanku.
Aku ... sudah tidak ingin mengingatnya lagi.
"Tolong dengarkan sekali saja. Aku sangat—"
"Hentikan!"
Dia masih mencoba berbicara meski suaraku semakin kukeraskan.
"Menyesal atas semuanya. Aku ingin—"
"Kubilang hentikan ocehanmu!"