Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

SHARMA1

Talitha_Safa
--
chs / week
--
NOT RATINGS
3.9k
Views
Synopsis
Chanita Felycia Sharma, ia menjalani misi pertama keluarga Sharma. Kata "Dia" untuk melanjutkan kisah keturunan keluarga Sharma selanjutnya. Saat sampai di Seoul, Chanita terkejut karena ia memiliki kekuatan, tapi awalnya sih ia memang memiliki kekuatan. Tapi kekuatan ini...sangat berbeda. Suatu ketika ia dipertemukan kembali dengan lelaki yang ia tak sengaja tabrak di hotel dekat sekolah SOPA. Pertemuan kedua terjadi ketika lelaki itu mengalami kecelakaan dan kondisinya semakin kritis. Sistem menyuruh Chanita agar menyembuhkannya dengan hawa murni. Chanita melakukannya. Siapa sangka, lelaki itu malah terpikat dengan Chanita yang bisa disebut bukan manusia biasa. Perjalanan bisnis yang dibatalkan lelaki itu malah membuat mereka semakin dekat. Tapi, apakah lelaki itu menerima kenyataan bahwa Chanita akan tiada sedangkan ia masih hidup? Apakah lelaki itu menerima semua kebencian yang dilontarkan oleh keturunannya? Apakah lelaki itu menerima kenyataan bahwa memasuki kisah ini ia harus merasakan semuanya?
VIEW MORE

Chapter 1 - SEOUL

Suara burung berkicau indah di kediaman SHARMA, sinar Matahari menembus celah-celah tirai rumput putih, tanah menjadi salju. Kediaman bernuansa putih salju itu merupakan tempat tinggal "Dewa" dan "Dewi". "Kailash yang indah". Keindahannya terbentuk dari gunung setinggi 6.638 m yang berada tepat dibelakang kediaman SHARMA. Kemana coba si Chanita itu? batin Dewi Parwati.

"Chanita! Ada yang liat Chanita gak?"

"Kami gak liat Putri Chanita, Dewi". Dewi Parvati/Parwati yang dikenal dengan sebutan Dewi Paru bertanya kepada dua Dewa yang lewat di depannya.

"Ok, baiklah". 'Dikamar nya kali ya?'

Sesampainya dikamar Chanita yang terlihat sepi, Parwati menjadi geram. 'Dimana coba anak itu!?'

"CHANITA!" suara teriakan Parwati bergema dikamar Chanita. Sambil melipat tangannya di depan dada dan menekuk kedua alisnya, Parwati masih menunggu tanda-tanda Chanita.

"Hah!" Chanita terkesiap mendengar suara keras yang menembus alam mimpinya itu. 'Eh buset dah! Tadi gua mimpi apaan njir. Kok mirip emak gua yang teriak-teriak ya'. Chanita membetulkan posisinya yang seperti sedang push up menjadi duduk termenung di atas kasur yang menggunakan seprai putih sutra. Beberapa detik mengumpulkan nyawanya, Chanita akhirnya tersadar bahwa ia ketiduran sambil mendengarkan musik dengan earphone yang masih menempel di telinganya. 'Kebiasaan...hm'.

Suara teriakan Parwati ternyata mengundang banyak para Dewa dan Dewi. Siapa sangka, Mahadewa pun ikut terbangun dari pertapaan nya. Dewi Parwati dikenal dengan kelembutannya, tapi saat ia marah itu sih beda lagi ceritanya.

"Parwati ada apa, mengapa kau teriak didepan kamar Chanita?" tanya Dewi Laksmi.

"Tidak Laksmi, aku hanya mencari Chanita".

Mahadewa yang berada diantara kerumunan itu pun bertanya. "Lalu mengapa harus berteriak?". Semua Dewa dan Dewi menoleh kearah Mahadewa.

"Maaf Mahadewa, aku hanya kesal". Mendengar jawaban Parwati, Mahadewa hanya tersenyum. "Cobalah sekali lagi. Panggil Chanita dengan nada lembut," Mahadewa menyarankan. "Baiklah..."

"Chanita...apa kau didalam?"

'Lah, kayak suara emak gua tuh, jangan-jangan teriakan tadi beneran emak gua yang teriak'. Dengan pelan-pelan Chanita mengintip dari balik batang pohon kayu yang terlapisi salju, ia melihat banyak Dewa dan Dewi yang sedang berkumpul. 'Njir! Lagi pada ngapain coba, kayak lagi reuni sekolah aja'.

Parwati menatap Mahadewa karena tidak ada hasil apapun. Mahadewa memberi isyarat mata agar Parwati memanggil Chanita sekali lagi. "Chanita, apa kau didalam?".

'Oh... ternyata pada nyariin gua toh'. "Bentar Mak!," teriakan Chanita membuat Parwati menjadi lega.

"Baguslah Chanita ada didalam," ucap Dewi Laksmi.

"Karena Chanita sudah ketemu, ayo semuanya bubar!" ujar Mahadewa.

Amarah Parwati tidak berhenti sampai disitu saja. Saat semuanya telah pergi, Parwati kembali mengomeli Chanita didalam kamar Chanita. "Ngapain aja kamu, kok di panggilin malah gak nyaut?!".

Cepat-cepat Chanita menjawab. "Tadi Chanita ketiduran, Mah." jawaban Chanita mendapatkan tatapan curiga dari Parwati.

"Besok kamu harus ke Seoul," pungkas Parwati.

Parwati langsung menuju tirai rumput putih yang dijadikan sebagai pintu keluar, tapi sayangnya Chanita langsung mencegah dengan jawabannya. "Kalau Chanita gak mau gimana?".

Sontak membuat Parwati menjawabnya dengan nada sinis. "Anak siapa sih lu!".

"Anak Papa," jawab Chanita merasa tak bersalah.

"Sudahlah Chanita...Mama lagi gak mau berdebat," Parwati menghela napas.

"Siapa juga yang mau berdebat," balas Chanita, membalas ucapan Mamanya.

Parwati memutuskan untuk keluar dari kamar Chanita, ia mondar-mandir di depan kamarnya sendiri sambil memikirkan bagaimana agar Chanita mau pergi ke Seoul. Kenapa anak tuh gak mau pergi ke Seoul coba? Bukannya baguslah ketemu oppa oppa ganteng. Macam mana pula lah anak ini....

"Parwati..."

Tangan Dewi Saraswati menyentuh pundak belakang Parwati. Sentuhan itu membuat Parwati terkejut dan langsung menengok kebelakang. "Astaga! Saraswati kau membuat ku terkejut".

Senyum kecil terbentuk di bibir Saraswati. "Maafkan aku, tapi sepertinya kau membutuhkan seseorang untuk membantu mu menjawab masalah mu?" tebakan Saraswati benar.

"Ya Saraswati, bagaimana cara membujuk Chanita agar ia mau pergi ke Seoul?" tanya Parwati.

"Siapa yang menyuruhmu melakukan itu?" perkataan Saraswati benar lagi.

"Ba-bagaimana kau tahu ada yang menyuruh ku?" Parwati terheran-heran. Tapi akhirnya ia menceritakan tentang "Dia" kepada Saraswati.

"Aku mengerti apa yang kau ceritakan Parwati, tapi sebaiknya ku sarankan padamu agar memberitahu yang sebenarnya. Jangan sampai ada salah paham," ujar Saraswati memberikan saran.

Saran itu diterima dengan cepat oleh Parwati, dan segera saja Parwati menghampiri Chanita yang masih bermalas-malasan di atas kasurnya. "Chanita...Mama mau to the point langsung ke kamu," ujar Parwati. "Pergilah ke Seoul, kau akan mendapatkan semua jawabannya, percayalah...ini bukan dari ku tapi dari "Dia""

Seoul: 9 A.M

"Ladies and Gentlemen, welcome to Incheon International Airport"

'Akhirnya sampai juga. Encok kali lah pinggang aku ini kebanyakan duduk di pesawat tadi', oceh Chanita, Chanita memegang pinggangnya yang terasa nyeri. 'Sepertinya aku harus cari tukang pijit ini, tapi di Korea memangnya ada tukang pijit kah?'

Kacamata bulat berwarna biru bertengger manis di depan matanya. Chanita menyeret koper hitam diantara kerumunan bandara. Ting... Sebuah pesan masuk dari nomor tak dikenal. Membuatnya berhenti ditempat. Kacamata bulat berwarna biru pun ia angkat. 'Siapa njir yang nge chat? Fans? Gue mana punya fans'. Pesan itu bertuliskan. "Selamat datang di Seoul Chan! Terimakasih telah memilih pilihan yang benar, itu menurut kami. Jika menurutmu tidak benar maka kau bisa mengetik 'pembatalan' terimakasih..."

Tatapan datar itu menatap ponsel yang ia pegang. Menandakan bahwa tidak pentingnya pesan itu. Segera ia masukkan ponselnya ke dalam saku. Tatapannya memandang pintu keluar bandara. Seketika banyak pertanyaan muncul di benaknya.

Chanita bergumam. "Seperti petualangan saja. Padahal udah bener bener tuh tadi gue ngenolep. Emak sih!" Langkah kakinya tiba-tiba bergerak. Seakan intuisi nya menunjukkan arah yang benar.

'Eh bentar bentar!' Chanita menatap orang-orang yang cepat-cepat masuk ke dalam kendaraan. 'Lah, terus gue naik apaan njir! Berasa anak ilang disini. Pesen taksi? Lah gua mana tahu gua mau kemana. Idihh berasa kek apaan tahu dah gua. Tanya orang? Gua mana ngerti bahasa Korea anjim!'

Setengah jam berlalu. Keadaannya sekarang masih celingak-celinguk. 'Anjir! Gue jomblo! Udah mana tuh orang udah mikirin masa depan lagi. Lah gua masih mikirin rebahan santuy'. 'Eh bentar-bentar. Gua ngerti bahasa Korea? Berarti tadi suara yang gua denger suara orang dong. Weladalah kenapa gak dari tadi gua nyadar nya'.

Ting... "Makanya jangan lemot! Seenggaknya belajar bahasa lain, jangan ngenolep mulu! Kan jadi ribet harus make sihir biar lu bisa komunikasi". Kata kamprett langsung saja terbenak dipikirannya.

Komok kesal langsung terbentuk di wajahnya. Tahu-tahu seorang pengemudi taksi melihatnya dengan tatapan aneh. Sontak saja ia langsung memanggilnya, tapi tak ada jawaban.

'Kezel sad! Bukannya dari tadi ngasih tahu nya. Kan waktu nolep gue jadi berkurang'.

"NOONA!" panggilan itu membuat Chanita tersadar. Chanita melihat seorang lelaki sedang kesal di balik kaca mobil. Orang-orang yang masih di bandara pun berhenti untuk melihat sebentar.

"Ah! Iya. Siapa? Kenapa? "

"Noona, aku hanya pengemudi taksi. Aku menawarkan mu untuk menaiki taksi ku. Bukannya siapa kenapa," ujar pengemudi taksi itu.

'Bayarnya gimana njir?! Mahal kagak? Kerjaan gua kan cuman ngenolep'. Pengemudi taksi itu memegang keningnya, seakan ia lelah dengan komok Chanita yang terlihat aneh.

"Noona! Sepertinya Noona bukan orang Korea ya? Kalau boleh tahu Noona berasal darimana?"

"Aku dari India, Delhi"

"Aku tidak pernah mendengarnya. Mungkin karena aku kurang membaca, tapi tak apa. Noona ingin kemana? Biar saya antar"

"Aku tidak tahu ingin ke mana. Aku juga tidak tahu aku dimana," jawaban Chanita membuat pengemudi taksi itu menjadi iba.

"Sekarang Noona berada di Seoul. Saya sarankan Noona mencari apartemen disekitar sini untuk berteduh"

Ting... "Bodoh! Lo bisa nanya gua njir kalau kagak tahu. Nanti tinggal langsung gua teleportin!"

Suara pesan masuk membuat Chanita dan pengemudi taksi itu diam. Sekali lagi pesan itu membuat Chanita kesal.

'Wajah Noona itu terlihat aneh. Apa Noona itu baik-baik saja?'.

Cepat-cepat Chanita membalas pesan itu. "Gak usah Paman. Aku sudah dijemput. Terimakasih Paman atas tawarannya"

+123xxxNomor tidak dikenal(3 pesan):

+123xxx: Pertama-tama, lo harus cari apartemen dekat sekolah SOPA.

+123xxx: Kedua, lo harus daftar dan jadi murid di SOPA.

+123xxx: Ketiga, lo harus jadi orang yang menonjol di Negeri Ginseng ini.

Chanita Sharma: Stop!.

+123xxx: Kenapa?.

Chanita Sharma: Yang pertama dan kedua sih gak masalah, tapi yang jadi masalah tuh yang ketiga.

+123xxx: Emang kenapa ama yang ketiga? Makanya jangan nolep mulu!.

Chanita Sharma: Lah, kok situ yang sewot?!.

+123xxx: Udah-udah. Lakuin satu-satu dulu aja. Udah sono cari apartemennya!.

Chanita Sharma: Gua kagak tahu jalan.

+123xxx: Gembel!.

Chanita Sharma: Tahan emosi! Kalem. Gua anak baek-baek.

Sring... Saat Chanita membuka matanya. Ia sudah berada di depan gedung yang terlihat sangat mewah. "Ini mah bukan apartemen anjay! Ini mah hotel. Udah mana gede banget. Pasti mahal."

Ting...

+123xxxNomor tidak dikenal(1pesan):

+123xxx: Masa keturunan Dewa gak punya duit sih.

Chanita Sharma: Au ya, gembel banget! Masa disuruh pergi tapi kagak dikasih ongkos.

+123xxx: Kaciannn.

Udah lah gua terobos aja. Saat bertanya harga 1 set kamar, Chanita tercengang. "Anjerr lah! Emang kata lo gue ini sultan?! Emang lo gak liat gue kayak gembel nih!"

"Maaf Eonni. Saya perhatikan baju yang Eonni kenakan itu baju edisi terbatas dari desainer Kanika Goyal."

'Njir! Ngeliat penampilan ternyata'. 'Emang bener sih, tapi kan nih baju dah berabad-abad gua simpen'.

"Yaudah deh 1 set kamar."

"Pakai kolam renang?"

"Kolam cogan aja ada gak?"

"Hah?"

"1 set kamar yang ada kolam renangnya," pungkas Chanita.