Chereads / Penyihir Terhebat Bumi / Chapter 26 - Pilihan

Chapter 26 - Pilihan

Emery membuka matanya, hal pertama yang dilihatnya adalah langit-langit ruangan berwarna kelabu. Ia mencoba bangun, namun entah mengapa sekujur tubuhnya terasa sakit seperti ditusuk-tusuk jarum.

"Ah, akhirnya kau sadar." Terdengar suara manis seorang gadis di sampingnya.

Emery menoleh dan melihat Klea duduk di samping tempat tidurnya. Semangat dan tatapan berbinar gadis itu telah hilang, matanya seakan-akan menjadi cermin yang memantulkan hujan dari jendela di sisi lain tempat tidur.

Ketiga temannya juga sedang menunggu di sana. Julian duduk di samping Klea, Thrax duduk di lantai, dan Chumo bersandar di dekat pintu. Ruangan itu cukup terang, namun di luar gelap, menunjukkan bahwa ia tersadar saat malam.

Emery kembali mencoba duduk sembari mengusap kepalanya yang terasa seperti berdenyut. Ia mencoba mengingat apa yang terjadi kemarin. Hal terakhir yang diingatnya adalah mengalahkan boneka kayu dalam simulasi pertarungan, nyaris terjatuh saat kepalanya terkena hantaman kapak, dan berdiri di akhir tes rintangan. Selain itu, ingatannya terasa kabur, ia tidak bisa mengingat apa-apa.

Nyaris 12 jam telah berlalu. Emery menghela nafas, menyadari ia telah kehilangan waktu hampir satu hari yang bisa ia gunakan untuk berlatih. Besok adalah hari kelima mereka di sini, dan saat besok tiba, ia hanya akan punya waktu dua hari.

[Emery Ambrose, 15 tahun]

[Battle power: 11]

[Spirit power: 24]

Emery terbelalak karena terkejut. Ia tahu, battle power-nya memang sudah meningkat setelah melakukan tes waktu itu, namun mengapa spirit power-nya ikut meningkat? Ia memutuskan untuk bertanya kepada ketiga temannya, namun mereka bertiga juga menggeleng tanda tak tahu. Memang, ia merasa senang karena battle dan spirit power-nya meningkat, namun untuk diterima di institusi apapun dan tetap tinggal di sini bersama teman-temannya, ia membutuhkan setidaknya 30 poin spirit power. Ditambah lagi, ketiga temannya sudah menjadi acolyte tingkat 2 dan Klea sudah menjadi acolyte tingkat 3. Dialah satu-satunya yang masih acolyte tingkat 1 di antara teman-temannya, atau bahkan di seluruh akademi ini.

Julian, seakan membaca pikiran Emery, memutuskan untuk angkat bicara. "Kau benar-benar beruntung. Jika kau tidak beruntung, kau pasti sudah…"

Chumo menggerakkan tangannya seperti pisau yang membelah leher.

Julian mengangguk. "Benar, kau pasti sudah mati… Ah, saat kau tidak sadarkan diri, kita mendengar ada tiga orang yang mencoba melakukan tes rintangan itu dengan cara yang sama, dan mereka mati terbelah menjadi dua saat pelindung mereka habis. Apa yang kau pikirkan waktu itu? Untuk apa bermain dengan nyawamu seperti itu?"

Emery terdiam, tidak bisa menjawab pertanyaan itu.

Julian menghela nafas. "Yah, kata salah satu healer, kau terlalu memaksakan diri. Kami diminta untuk menyuruhmu istirahat malam ini."

"Baiklah… Terima kasih." Emery menjawab, suaranya serak.

"Kau pasti sangat lapar, makanlah buah ini. Ibu penjaga kantin memberikannya padaku." Klea mengupas satu buah oranye berbentuk aneh dan menawarkannya kepada Emery. Emery menghela nafas dan membuka mulut, membiarkan Klea menyuapinya.

Julian berdiri, berjalan mendekati jendela, dan berkata. "Terkadang, aku lupa kalau semua ini bukanlah mimpi belaka. Setiap bagian dunia ini sangatlah tidak bisa dipercaya. Satu-satunya penjelasan yang bisa kuberikan atas keberadaan tempat ini adalah Mars telah tersenyum kepada kita."

"Maksudmu Ares, sang Dewa Perang. Kalian dari dulu memang selalu saja suka mencuri dan mengubah-ubah budaya orang lain." Thrax menjawab dengan ketus.

Julian memutuskan untuk tidak mendengarkan Thrax dan memandang Emery. "Jadi, apa rencanamu sekarang? Apa kau sudah mendekati 30 poin spirit power?"

Chumo membuka mulutnya untuk menjawab, namun tidak terdengar suara darinya. Ia memutuskan untuk melambaikan tangan dan mengatakan sebuah isyarat, namun Emery tidak sadar.

Emery menatap telapak tangannya sebelum menjawab. "Aku tidak tahu. Waktu itu, aku merasa hampir berhasil, tapi…"

Suaranya semakin kecil dan menghilang.

Julian melipat tangannya dan berpikir keras.

Klea berkata. "Bagaimana kalau besok kau ikut denganku saja ke Institut Air? Magus pengajar di institut itu menyukaiku, dan menurutku dia akan mengajarimu jika aku meminta. Ayolah, ikutlah denganku kali ini, ya?"

"Lebih baik dia ikut denganku di Institut Bumi. Sebentar lagi dia akan berhasil memahami dasar elemen bumi, dan kau tidak mau Emery mulai dari awal, kan?" Julian bertanya.

"Tidak apa-apa, menurutku lebih baik dia ikut denganku." Klea berkata tanpa menoleh ke arah Julian. Ia sibuk menyuapi buah-buahan kepada Emery.

"Ah, kau hanya akan menghabiskan waktu Emery." Julian mengedikkan bahunya.

Chumo melambaikan tangan, berusaha menarik perhatian salah satu temannya, tetapi tidak ada yang menyadari usahanya itu. Sementara itu, Thrax hanya duduk di lantai dan menutup mata.

"Menghabiskan waktu? Dia sudah bersamamu selama lebih dari tiga hari, dan spirit power-nya belum sampai 30 poin. Kau akan ikut denganku kan Emery?" Klea bertanya dan memandang mata Emery dengan tatapan serius.

"Tidak, kau akan ikut denganku kan Emery?" Julian ikut bertanya.

"Menurutku… Sepertinya… Akan lebih baik jika aku ikut Klea saja kali ini. Mungkin mempelajari elemen-elemen lain bisa membantu perkembanganku." Emery menjawab.

Julian mendengus dan menggumam kepada dirinya sendiri. "Belum sampai 30, tapi pacaran saja."

Emery ingin menjelaskan, namun Julian sudah keluar dari ruangan. Sementara itu, Klea nyaris saja melompat karena senang. Tatapan matanya terlihat berbinar-binar.

Klea mulai menjelaskan dengan cepatnya, seakan lupa bahwa ia tidak menjelaskan semua ini untuk dirinya sendiri. "Oke, jadi besok kita akan mulai dengan…"

Baru beberapa menit berjalan, dan Emery sudah menyesali keputusannya. Beberapa bagian penjelasan Klea membuatnya gemetar Apakah Klea benar-benar ingin membantu, atau gadis itu punya tujuan lain? Bagaimanapun, ia tidak bisa menarik kata-katanya. Emery menggeleng, mengingat bagaimana ayahnya mengajarinya dulu. Peringatan ayahnya untuk menjadi pria kuat yang tidak menjilat ludahnya sendiri terngiang dalam benaknya.

Malam semakin larut, dan akhirnya Klea, Chumo, dan Thrax pergi meninggalkan Emery sendirian di kamar yang terasa asing itu. Emery menatap hujan yang turun membasahi jendelanya dan mengingat saat pertama kali tiba di Institut Bumi, batu origin pada institut itu telah memberinya satu poin spirit power. Kemungkinan besar ada benda serupa di Institut Air, dan Klea sudah berjanji akan membantunya. Ia memiliki empat bakat elemen, dan jika benar institut lainnya memiliki benda serupa, ia akan mendapatkan 3 poin dalam jangka waktu satu setengah hari. Tiga poin akan membantunya untuk mencapai 30 poin spirit power.

Emery berhenti menatap jendela dan memandang pintu kamar. Ia telah memutuskan untuk pergi ke Institut Air, Tanaman, dan Kegelapan besok.