Chereads / Hal Yang Sulit Dilupakan / Chapter 29 - #28 KENAPA HARUS SEKARANG?

Chapter 29 - #28 KENAPA HARUS SEKARANG?

"Tenang Darsa, dia hanya butuh waktu saat ini. Karena jujur, kamu terlalu cepat menyatakan perasaan mu. Aku mengerti kamu ingin kembali ke korea, tapi sebelum itu kamu pasti ingin menyatakan perasaanmu pada Alisya. Tapi ini terlalu cepat untuknya, aku yakin Alisya secepatnya akan menyatakan perasaannya juga padamu," ucap Rendi dengan menepuk bahu Darsa.

"Yup kami sudah mengenal Alisya sejak lama, jadi jangan terlalu masukkan dalam hati bro," ucap David.

Semenjak sifatku seperti ini, aku selalu tidak enak kepada orang-orang yang pernah ingin mendekatiku. Rendi, Aqilla, dan David begitu mengerti sifatku yang sudah berubah seperti ini. Memang ketika aku sekali bicara, maka orang yang mendengarnya akan sakit hati.

"Tidak masalah, terima kasih," ujar Darsa.

Aku mendatangi ayah, ibu, dan kakakku karena katanya ada yang ingin dibicarakan padaku. Saat masuk ke dalam ruangan, mulai dengan membicarakan soal kejadian semalam.

"Nak. Ibu mengerti posisi Adek. Tapi saat nak Darsa menyatakan perasaanya tadi malam, dari wajahnya Ibu bisa lihat ketulusannya padamu," ucap Ibu sambil menyentuh tanganku.

Aku tahu ibu sedang membuatku untuk percaya kalau Darsa adalah orang yang tulus. Tapi bagaiamana mungkin aku bisa percaya. Bahkan ketika aku dengan Adrian dulu, aku begitu bodohnya mempercayai dia. Tapi ternyata, dia selingkuh dibelakangku. Itu sebabnya aku tidak ingin dulu jatuh cinta, karena aku takut salah memilih lagi. Aku takut kalau ternyata Darsa juga akan sama seperti Adrian.

Ayahku juga merasa sangat yakin, kalau Darsa adalah orang yang bisa membuatku seperti dulu lagi.

"Coba adek ingat kembali waktu kalian sedang mengobrol, tanpa sadar adek tertawa. Tertawa adek seperti dulu yang kami kenal, orang yang sangat ceria. Apakah adek tidak sadar akan semua itu?" tanya ayahku

Memang benar dikatakan oleh Ayah. Semenjak aku mengobrol dengan Darsa, aku merasa ingin terus mengobrol dengannya. Aku sama sekali tidak menyadari hal itu. Tapi setelah kejadian tadi malam hatiku mulai merasa gelisah.

Aku tidak bisa. Aku takut. Aku takut jika kejadian dulu terulang lagi, bagaimana jika dia kecewakan aku sama seperti Adrian dulu? Aku meminta maaf pada orang tuaku dan juga kakakku. Setelah kejadian tadi malam, aku begitu sangat marah. Tidak pernah aku semarah itu hanya karena hal sepele. Tapi malam itu memang aku tidak bisa sabar lagi, semua barang yang ada dihadapanku aku lempar semuanya.

Rendi juga mengatakan hal yang sama waktu itu. Tapi semua yang dikatakan mereka tidaklah mudah untuk aku lakukan. Itu sama halnya seperti aku membuka pintu rumah dan menyuruh orang asing untuk masuk kedalam seenaknya, tanpa melihat orang itu baik atau tidak. "Aku tidak mau hal itu terjadi." Aku berbicara hingga tanpa aku sadari, aku meneteskan air mata. Sulit rasanya mengungkapkan sebuah kekesalan seperti ini.

Ayahku meyakinkan kembali padaku, kalau Darsa tidak akan seperti itu. Karena memang selama Darsa berada disini, dia selalu ingin mengobrol denganku. Bahkan dia mengetahui masa laluku, hingga dia tahu kalau Adrian yang sudah menyakitiku.

"Jangan sedih ya nak. Ibu yakin, Adek bisa pelan-pelan untuk membuka hati dan memutuskan apa adek akan menerima cinta Darsa atau tidak," ucap Ibu.

Aku beranjak dari tempat duduk, dan ijin kepada mereka untuk keluar dari kamar. Karena aku butuh waktu, aku butuh istirahat. Cuma hanya masalah hatiku saja, aku bisa sampai capek.

Melakukan hal seperti ini saja sudah membuatku capek, apalagi saat aku berusaha untuk membuka hatiku kembali nanti.

Ketika aku berjalan ingin pergi ke kamar untuk istirahat, tiba-tiba Darsa menghampiriku. Aku berusaha mengalihkan pandanganku ke arah yang lain, tapi dia tidak menyerah dan justru Darsa berusaha ingin berbicara denganku.

Saat aku dan Darsa berjalan di arah yang sama aku berhenti, kemudian mengambil jalan yang lain. Tapi saat aku mau melanjutkan melangkah, tiba-tiba kaki ku menjadi hilang keseimbangan. Dengan cepat Darsa langsung meraih tubuhku dalam dekapan kedua tangannya yang dilingkarkan ke pinggangku.

Mengapa dia selalu ada dimana-mana. Aku begitu kesal sejak kehadiran dia sejak awal, kenapa dia harus muncul di kehidupanku. Mengapa dia harus menyukaiku. Aku sudah mencoba untuk menghindar darinya, tapi mengapa dia tidak menyerah saja, kenapa dia tetap mendekatiku. Aku langsung mendorong tubuhnya dengan kasar. Kali ini aku tidak bisa menahan amarahku.

"Jika kamu berani menyentuhku, aku tidak akan memaafkanmu. Minggir!" ucapku dengan membentaknya dengan suara keras.

"Kenapa kamu seperti ini? Aku minta maaf soal tadi malam karena menyatakan perasaanku padamu. Tapi aku-" ucapannya terpotong karena aku langsung berbalik ke arah Darsa dan membentak dia kembali.

"Diam! Kamu mau bilang apa? Mencintaiku? Suka padaku? Sayang padaku? Begitu?! Aku benci mendengarnya! Kamu tahu kenapa?! Semua karena Adrian! Kalau bukan karena dia mungkin aku bisa seperti dulu! Tapi karena dia, aku mulai kehilangan rasa percaya pada cinta! Aku tidak bisa lagi percaya pada itu semua! Kemudian semalam kamu mengatakan hal itu ketika aku baru mulai membuka hatiku kembali?! Mengapa Darsa?! Mengapa harus sekarang?!" tanyaku dengan meninggikan suaraku, sehingga membuat semua orang menghampiri kami. Air mata kembali menetes di pipiku, sehingga aku menangis didepan Darsa.

Wajah Darsa saat melihatku menangis, seperti ingin mengusap air mataku. Tapi aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Tubuhku gemetar, inilah yang akan terjadi jika aku terlalu menahan amarah.

"Alisya. Aku minta maaf. Aku tidak membutuhkan jawabanmu sekarang. Itu juga adalah kesalahan terbesarku, menyatakan perasaanku pada saat kamu baru ingin mulai membuka hatimu kembali. Aku minta maaf Alisya. Tolong jangan menangis," jawab Darsa dengan wajah khawatir.

Aku berlari untuk pergi ke kamar tanpa berbicara apapun. Darsa yang ingin mengejarku di hadang oleh Rendi, karena hanya dia yang tahu saat dalam keadaan seperti ini.

Jika aku sedang dalam suasana seperti ini, aku tidak ingin di ganggu dulu oleh siapapun. Karena aku ingin sendiri sekarang. Suasana hatiku sedang tidak baik. Rendi meminta Darsa untuk biarkan aku tenang terlebih dahulu.

"Aku berharap kamu memahami situasinya Darsa. Sekarang biarkan Alisya sendiri dulu saat ini. Kamu sudah lihat bagaimana kalau dia sedang marah. Tandanya dia tidak bisa di sakitin seperti dulu," ucap Rendi sambil menepuk bahu Darsa.

Semua orang yang berada didalam Vila tersebut hening, tidak ada suara. Mereka semua menungguku untuk keluar dari kamar. Aku masih menangis sendirian di kamar dalam keadaan gelap. Tiba-tiba saja, aku mendapat pesan WhatsApp dari kakakku yang ingin mengajakku minum coklat hangat bersamaku.

[Kakak Adya: Mau coklat hangat? Kalau mau kita buat sama-sama. Ayok.]

[Alisya: Baik kak, aku akan turun ke bawah.]

Aku mengusap air mataku kemudian menyalakan lampu dan melangkah untuk keluar dari kamar. Saat aku turun ke bawah, semua orang langsung berdiri termasuk Darsa. Aku menundukkan kepalaku dihadapan mereka semua. Aku ingin minta maaf atas kejadian hari ini. Justru ayah tidak marah padaku. Ayah dan ibu memaklumi sifatku arena mereka mengerti posisiku. Hingga ayah membuatku berjanji untuk menjadi wanita yang kuat, dan melawan masa lalu itu. Ayahku mengatakan kalau aku berhak untuk bahagia.

"Kami semua sayang sama Adek. Jadikanlah masa lalu itu sebuah pelajaran untuk adek kedepannya agar tidak seperti dulu lagi," ucap ayahku sambil mengusap air mataku.