Mega Jingga, namanya tidak begitu dikenal oleh warga sekolah, namun bukan berarti keberadaannya tidak diketahui. Gadis itu hanya seorang siswi biasa dan mimpi besar.
Mega pernah mendengar temannya berkata bahwa, "SMA itu cuma sekali, jadi nikmati saja, jangan terlalu kaku." Bagi Mega ucapan itu tidak semuanya betul. Masa SMA memang hanya terjadi sekali selama hidup, namun bukan poin seperti itu cara menikmatinya.
Mega sadar, setelah dia keluar SMA dia akan menemukan dunia yang baru dan lebih biasa. Masa akhir remaja ini adalah jembatan penghubung langkah selanjutnya. Mimpinya akan dimulai di sini.
"Hey dude tenang saja, nilai bukan segalanya. lo pandai matematika atau pun sejarah pada akhirnya mana yang berguna di masyarakat?"
"Hahaha ... buat apa sih belajar geometri, limit, para pahlawan, reaksi kimia, dan hal membingungkan seperti itu? Pada akhirnya itu tidak berguna. Memangnya siapa yang akan bertanya mengenai hal seperti itu?"
"Ah SMA lebih indah di isi dengan romansa, bisa dipamerkan entar ke anak cucu."
Kadang Mega juga akan mendengarkan apa yang mereka katakan sembari menganalisis dalam diam. Dia tak munafik bahwa belajar limit dan sejenisnya benar-benar tidak terpakai. Namun dia tetap tidak bisa mengatakan semua itu benar, dia percaya suatu hari nanti itu akan berguna, walau entah kapan.
Mega juga tidak percaya kalau masa SMA harus selalu di isi dengan romansa. Prinsipnya selalu berkata cinta hanya akan menjadi penghambat bagi mereka yang masih belia. Mega percaya itu karena realita.
Kasus-kasus yang ia lihat, gelapnya pergaulan remaja ia saksikan, teman-teman yang membuatnya dalam dilema, dan rasa yang datang tanpa mengetuk membuat Mega sadar bahwa dunia tak seindah pemikirannya. Namun, gadis itu masih terus mencoba merajut mimpi yang sempat terurai.