Tidak ada yang bisa menjelaskan dengan tepat apa yang terjadi kemarin. Bahkan dokter kerajaan kesulitan untuk memeriksa tubuh mayat karena apapun cara yang telah dikerahkan, mayat pelayan itu tidak bisa meleleh dan mempersulit pemeriksaan. Siapapun tidak memiliki jawaban, termasuk Athalliresia. Akhirnya Raja hanya bisa mengerahkan penjagaan yang lebih ketat apabila itu merupakan serangan dari penyusup. Ia bukan orang gila yang akan menyalahkan putrinya sendiri tanpa bukti apapun.
Beberapa hari berselang, korban masih sering ditemukan didalam kerajaan Helar. Bahkan aksi Athalliresia menimbulkan seorang saksi hidup yang sampai sekarang mengalami trauma dan kabur meninggalkan kerajaan.
"Anak itu monster! Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri! Percayalah! AHHHH!!"
Setelah itu, rumor mulai bermunculan.
Semua orang tidak ragu mengatakan bahwa putri sulung kerajaan Helar telah dikutuk, pembawa sial, monster es. Bakatnya yang selalu dibanggakan dianggap sebagai berkat dari iblis. Semua orang mulai meragukan keluarga kerajaan Helar. "Masa di keluarga kerajaan ada anak iblis? Bagaimana nasib kita? Bagaimana dengan penerus kerajaan? Bunuh anak itu! Kita tidak mau kena sial juga!" Teriakan itu semakin lama terdengar semakin keras.
Ditambah lagi, Elleansia tidak berhenti menangis selama berhari-hari karena takut dibunuh oleh kakaknya sendiri. Putri bungsu itu bertanya pada kedua orang tuanya, "Ayah... Ibu... apakah kalian tidak takut diubah menjadi patung es seperti para pelayan itu oleh kakak?"
Karena masih kecil, siapa yang bisa mengira bahwa sebenarnya pertanyaan itu merupakan pedang bermata dua bagi Athalliresia? Akhirnya Raja Helar dengan berat hati membuat keputusan untuk mengisolasi putrinya sendiri di sebuah menara tak terpakai yang berada di bagian pelosok istana. Menara itu dikelilingi oleh taman bunga yang cantik dan luas. Tidak ada seorangpun dari luar sana yang tahu tentang keberadaan menara ini karena tertutup oleh bangunan istana utama yang besar dan megah, dan juga adanya tebing menuju samudera yang begitu luas dibelakangnya semakin membatasi akses menuju menara ini. Walaupun terlihat terpencil, menara itu masih terus dirawat dan sesekali digunakan sebagai tempat meditasi bagi Raja ataupun Ratu ketika lelah dengan hari-hari mereka yang penuh dengan tanggung jawab. Kini, tempat itu menjadi tempat yang paling sempurna untuk menyembunyikan Athalliresia sampai situasi kembali tenang.
Raja Helar menurunkan titah pada seluruh penghuni kerajaan untuk menyebar luaskan sebuah berita, bahwa putri sulung kerajaan Helar sudah mati karena penyakit. Siapapun yang berani menyangkal atau mengungkit masa lalu akan segera dipenggal dipusat kota karena berani menyinggung seorang Raja. Sedangkan Ratu Helar membujuk Elleansia untuk tidak pernah sekalipun datang ke menara itu, Ratu mengatakan jasad Athalliresia dikunci didalam sana.
Demi kelangsungan hidup dan keamanan Athalliresia, raja tidak lupa mengutus pelayan pilihan untuk diam-diam mengantar segala kebutuhan Athalliresia, dan juga seorang ksatria muda terkuat untuk menjaga kawasan menara itu. Jika cara ini masih juga tidak berhasil mengendalikan kekuatan misterius gadis itu, maka mau tak mau, Raja Helar sendirilah yang akan membunuh putri sulungnya.
Ketika Athalliresia hendak melangkah kedalam menara putih, Ia membalikkan wajahnya dan tersenyum hangat, "Sampai jumpa lagi… Ayah... Ibu… Dan jaga dirimu baik-baik Eleansia."
Kalimat itu mampu menggores hati Raja dan Ratu. Tidak bisa membendung lagi, Ratu Helar akhirnya menangis sambil memandangi punggung Athalliresia yang masih begitu kecil dan rapuh.
Sedangkan Elleansia, Ia hanya diam seribu bahasa dengan alis berkerut melihat kearah kakaknya. Matanya terbelalak memperlihatkan emosi yang begitu besar.