Chereads / Terlahir Kembali: Dokter Genius Cantik / Chapter 3 - Perceraian dan Pernikahan

Chapter 3 - Perceraian dan Pernikahan

"Apa yang akan kamu masak? Telur di rumahku sudah habis. Kebetulan kamu memilikinya di sini. Setengah dari telur ini akan digunakan untuk menyegarkan otak Dewi yang mau ujian, setengahnya akan dikirim ke para tetangga. Juga, jangan biarkan Fariza menjadi anak kecil lagi. Pelacur itu tidak boleh memanggilku nenek. Aku tidak punya cucu yang tidak tahu malu seperti dia. Cukup Juna saja yang malu karenanya. Orang-orang yang tidak tahu malu harus pergi ke kota dan memperbaiki dirinya. Kenapa gadis ini malah makan telur? Biarkan dia mati kelaparan!" Yuli berkata dengan makian, tanpa meninggalkan jejak kasih sayang.

"Bu, Fariza sudah sangat sedih, kenapa ibu masih berbicara seperti itu?" Bu Widya jarang menolak, tapi dia terlalu kesal dengan ibu mertuanya saat ini.

Namun meski begitu, Yuli membantah. Dia selalu terbiasa menunjukkan taring dan cakarnya di depan Bu Widya. Dia mengulurkan tangannya dan menamparnya. Sambil memukul, dia mengutuk, "Berani sekali kamu membantahku. Kamu kira aku tidak bisa membunuhmu?"

Fariza dengan cepat menarik Bu Widya ke samping sebelum dia menerima tamparan dari Yuli. Karena kekuatan yang berlebihan, tubuh Yuli hampir jatuh ke depan. Kalau bukan karena Gunawan yang menahannya, dia pasti akan jatuh ke lantai.

Setelah berdiri diam, Yuli tiba-tiba menjadi marah dan memaki Bu Widya dengan sapu di tangannya, "Oke, kamu berani menghindar rupanya. Lihat saja, aku akan membunuhmu!"

Tepat ketika Yuli melihat ke atas, dia melihat tangan Fariza. Ada pisau dapur ekstra tajam di tangan Fariza. Matanya menatap Yuli dengan dingin. "Kamu… apa yang ingin kamu lakukan dengan pisau itu?" Yuli sangat takut sehingga dia tergagap dan bertanya.

"Menurutmu apa yang ingin aku lakukan dengan pisau ini?" Fariza membuat senyum di bibirnya, "Aku sudah hampir mati sekali, tetapi ayah dan nenek masih tidak menerima diriku. Tidak mungkin aku kembali seperti dulu. Mulai sekarang aku harus hidup dengan baik. Jika ada yang membuatku tidak bahagia, aku juga akan membuatnya tidak bahagia, seperti nenek saat ini."

Setelah berbicara, pisau di tangan Fariza menghantam meja dengan keras. Sebuah sayatan yang dalam tiba-tiba muncul di meja.

"Gila… Gila… Apa kamu sudah gila, hah?" Yuli merosot di bangku dengan ketakutan.

Gunawan melihat ini. Dia dengan cepat memberi nasihat pada Fariza, "Cepat letakkan pisaunya. Kita semua adalah satu keluarga. Kenapa kamu mengambil pisau untuk menakut-nakuti nenekmu sendiri?"

"Ibuku bekerja keras selama ini. Mengapa kamu tidak mengatakan kita adalah keluarga ketika Wulan menindas ibuku? Mengapa kamu tidak mengatakan kita adalah keluarga ketika Wulan memanfaatkan ibuku? Mengapa kamu tidak mengatakan kita adalah keluarga ketika nenek merebut telurku?" Fariza bertanya dengan nada mengejek.

"Aku…" Gunawan tidak bisa berkata-kata. Setelah linglung, dia berkata kepada Bu Widya yang juga terkejut dengan tindakan Fariza di sebelahnya, "Kakak ipar, tolong bujuk Fariza. Ibu sudah terlalu tua dan tidak tahan. Dia sangat takut."

Fariza mencibir, "Aku melihat keberaniannya yang luar biasa ketika dia memarahi ibu tadi. Kenapa sekarang dia takut?"

"Fariza, letakkan pisaunya dengan cepat. Jangan sakiti orang lain, mari kita bicarakan ini baik-baik!" Sampai sekarang Bu Widya baru bisa bereaksi dan berbicara dengan gugup.

"Jika nenek memang ingin aku meletakkan pisaunya, sebenarnya bukan tidak mungkin." Fariza memandang Yuli dan perlahan berkata, "Mulai sekarang, dua rumah di desa itu akan jadi milik ibuku. Kamu tidak diizinkan masuk ke sana tanpa izin ibuku."

"Apa yang kamu bicarakan? Rumah ini dan dua rumah lainnya adalah milik Juna. Kenapa aku tidak bisa masuk? Kamu saja yang pergi!" Mendengar ini, Yuli tiba-tiba berteriak seolah-olah ekornya telah diinjak. Dia langsung berdiri.

Namun, Gunawan sepertinya telah mendengar sesuatu dan bertanya dengan ragu-ragu, "Fariza, apa kamu ingin orangtuamu berpisah dan kamu menikahi Pak Dadung?"

"Ya, itu dia." Fariza mengangguk. Dia sebenarnya ingin Bu Widya menceraikan Pak Juna, tapi dia tidak menanyakan pendapat Bu Widya terlebih dahulu. Dia seharusnya tidak bisa membuat keputusan untuk ibunya seperti ini.

"Ibu, kurasa ibu harus setuju." Gunawan berpikir sejenak, lalu berbisik di telinga Yuli. Yuli terlalu bersemangat sekarang, dan setelah mendengar apa yang dikatakan Fariza, dia juga mulai merenungkannya. Yuli telah menerima uang hadiah dari Pak Dadung. Selama Fariza menikah dengan Pak Dadung, dia akan menjadi milik pria tua itu.

Pak Dadung berasal dari Keluarga Supardi yang pengaruhnya berkembang pesat di Desa Tutur, hampir tidak ada yang berani mengganggu keluarga itu. Pak Dadung juga kepala desa, dan tidak mudah untuk membujuknya agar batal menikahi Fariza. Bahkan jika Bu Widya berusaha, uang yang dihasilkan tidak akan cukup untuk membayar uang dari Pak Dadung. Dia juga harus mengobati Wildan yang mentalnya agak bermasalah itu.

Jika Yuli bisa menyingkirkan Bu Widya beserta dua anaknya yang tidak berguna ini, dia pasti akan bahagia. Ketika teringat bahwa Fariza membuatnya sangat ketakutan tadi, Yuli kehilangan seluruh harga dirinya. Dia tidak bisa berdamai begitu saja dengan keinginan Fariza, jadi dia tidak mengucapkan sepatah kata pun untuk waktu yang lama.

Gunawan mengetahui pikiran ibu mertuanya, dan menjelaskan kepada Fariza sambil tersenyum, "Fariza, perceraian dan pernikahanmu adalah hal yang besar. Mari membahasnya besok, oke?"

"Oke." Fariza berkata dengan singkat, lalu menyingkirkan pisau itu. Dia tidak takut lagi dengan neneknya karena dia punya cara untuk membuatnya setuju dengan permintaannya.

"Baiklah, ibu ayo pergi sekarang." Gunawan buru-buru membantu Yuli pergi.

Saat mereka tiba di balai desa, Yuli baru bisa berteriak, "Si gelandangan kecil itu sungguh terlihat angkuh seperti serigala. Berani-beraninya dia mencoba menikam diriku? Apa dia tidak ingat aku yang menjaganya sampai sebesar ini?"

"Ibu, jangan marah lagi. Dia hanya bisa menjadi seperti itu dalam waktu singkat. Setelah dia menikah dengan Pak Dadung…"

Gunawan tidak menyelesaikan kata-katanya, tetapi Yuli masih mengerti apa maksudnya. Dia pun tampak bahagia, "Ya. Pak Dadung telah menyiksa kedua istrinya hingga meninggal. Jika Fariza menikah dengan pria itu, Pak Dadung akan meninggalkannya sendirian. Dia akan disiksa dan mati. Dia pantas mati! Si gelandangan kecil kurang ajar itu, beraninya kamu tidak menghormati aku!"

Setelah Yuli pergi dengan Gunawan, Bu Widya dengan gemetar mengeluarkan tas kain sutra dari saku celana dan menyerahkannya kepada Fariza. Ada ekspresi khawatir di wajahnya, "Fariza, kamu tidak tahu seberapa buruknya Pak Dadung. Ibu tidak punya 500 ribu. Uang itu harus dibayarkan kembali kepada Keluarga Supardi. Kamu tidak akan pernah diizinkan untuk tidak menikahi Pak Dadung. Kamu telah menyinggung perasaan ayah dan nenekmu. Ibu takut mereka tidak akan membantumu. Uang ini semua adalah tabungan ibu. Pamanmu akan datang besok pagi. Kamu bisa mengikutinya."

Fariza memandang Bu Widya dengan tenang. Meskipun ibunya tampak pengecut dan penakut, itu adalah masalah umum bagi kebanyakan wanita di desa. Setidaknya, dia memperlakukan Fariza dengan baik. Sisi keibuannya sangat dalam.

Di kehidupan sebelumnya, Fariza tidak pernah dicintai oleh orangtua kandungnya. Dalam kehidupan ini, dia harus menghargai kasih sayang keluarga yang diperoleh dengan susah payah ini. Saat berpikir tentang hal ini, dia memegang tangan Bu Widya. Dia menggelengkan kepalanya dan tersenyum, "Bu, jangan khawatir, aku bisa melakukannya sendiri. Ibu tidak perlu mencemaskanku lagi."