Amel sangat marah sehingga ketika dia memikirkan kejadian barusan, dia menjadi sangat marah. Orang-orang kaya ini hanya mengandalkan uang mereka dan menganggap hidup orang lain sebagai rumput yang bisa dicabut kapanpun. Mereka juga harus merasakan rasanya digantung hidup-hidup.
Amel meninju dengan kecepatan seperti kilat, dan tubuhnya seperti terdorong angin kencang.
Keduanya bertarung dengan sengit.
"Ah, dari mana gadis ini berasal, dia begitu kuat."
"Lalu apa gunanya? Dia adalah anak dari kepala keluarga Syailendra. Bahkan jika gadis itu bisa menang, kurasa dia tidak akan bisa keluar dari arena bawah tanah ini."
Orang di sebelahnya membuat gerakan diam. "Kesialan bisa datang dari ucapan, lebih baik jangan banyak bicara tentang masalah Dimas."
Pria itu mendengus dingin. "Apa kamu sangat takut mati? Dimas sedang bermain dengan gembira di atas ring. Bagaimana dia akan bisa mendengar kita?"