Chereads / BlackLight / Chapter 1 - Gracia Jeanne

BlackLight

🇮🇩Adistyass
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 5.1k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Gracia Jeanne

"Jeanne... Sudah berapa banyak anggur yang kau petik?"

"Setengah keranjang lebih, mungkin" Jawabku sambil memeriksa keranjang berisi anggur di sebelahku.

"Masuklah matahari mulai terik" Pintahnya dari balik jendela dapur, Kubereskan semua pekerjaanku sebelum aku kembali ke rumah. Namaku Jeanne, Gracia Jeanne lengkapnya. Aku tinggal dengan keluarga angkatku, mereka mengolah kebun anggur, tidak cukup besar tapi setidaknya disini lebih baik dari pada di panti asuhan. Setiap minggu aku selalu membantu mereka merawat anggur-anggurnya dan kebetulan minggu ini saat panen. Ayah, Paman John dan kakakku Robin sedang memeriksa anggur yang mereka jadikan wine di basement, Sedangkan aku, Bibi Elly, Jessy, dan beberapa pekerja lainya bertugas memetik anggur di kebun.

"Jeanne jangan terlalu bersemangat, kau masih bisa melanjutkanya nanti sore" Sambut Bibi Elly saat aku berdiri di sampingnya dan berusaha menarik kursi meja makan.

"Minumlah ini, kau pasti haus" Kata Ibu sambil memberikan segelas penuh jus anggur hijau yang baru saja di buatnya.

"Bi, Dimana Jessy?" Tanyaku sambil memperhatikan sekitar.

"Kemana lagi perginya anak pemalas itu, tentu saja dia sedang tidur siang di kamar mu" Jawab Bibi Elly setengah kesal dengan sikap putrinya yang sangat manja itu.

"Pergilah dan tolong antarkan jus anggur ini untuknya" Pintah Ibu sambil menyodoraka segelas jus anggur untuk Jessy. Aku segera bangkit menuju kamarku sambil membawa jus anggur milik Jessy.

"Kuharap Jeanne mau membagikan sifatnya pada Jessy" Celetuk Bibi Elly sesaat setelah aku meninggalkan dapur, "Kau tau itu mustahilkan" Timpal Ibu yang di susul suara tawa mereka.

~

"Ini jus anggurmu nona" Sambil kuletakkan jus anggurnya di atas meja riasku, Kulihat Jessy sedang menjelajah meja belajarku.

"Kau akan datang dengan Robin saat ke Festival tahun ajaran baru nanti?" Tanya Jessy sambil berjalan menuju meja riasku.

"Entahlah, sepertinya aku tidak akan datang" Jawabku sambil berputar-putar di atas kursi belajar.

"Baguslah, aku yang akan datang dengan Robin nanti".

"Kau masih menyukai Robin?" Dan seketika ia memuncratkan jus anggurnya yang seketika meninggalkan noda di sepraiku. "Dasar jorok, aku baru mengganti sepraiku"

"Kau sudah gila kenapa aku bisa suka? Terutama dengan Robin? Hah...?kau bercanda?" Dengan kasar Jessy mengabil kotak tisu yang ku pegang.

"2 tahun lalu kau memberinya coklat saat valentine kan?" Yeah sebenarnya Robin juga tidak akan menyadarinya, karena semua coklat hadiah miliknya diberikan padaku.

"Bagaimana kau tau?". "Aku membaca notes mu di dalam kotak coklatnya"

"Tidak, itu bukan maksudku... Jadi kau memakan coklatnya?" Wajah Jessy berubah menjadi merah padam, sepertinya dia salah tingkah.

"Dia meninggalkan semua coklatnya dimeja makan, dan saat kutanya bolehku makan dia memberikan semua coklatnya padaku" Jelasku sambil mencari tisu basah di laci meja riasku, sebenarnya aku lumayan jengkel karena malam ini harus tidur dengan noda jus anggur yang menempel di seprai tapi setidaknya dengan tisu basah akan membantu menguragi aroma manis dan lengket agar semut tidak naik ke kasurku.

"Berapa banyak coklat yang diterimanya?" Tanya Jessy yang masih terus penasaran tentang coklatnya yang sudah kumakan dua tahun lalu sambil terus membuntutiku.

"Entahlah aku sudah lupa dan bisakah kau berhenti mengikutiku, aku harus membereskan kekacauan yang kau buat di kamarku sebelum koloni semut datang"

"Sudahlah kau memang tidak bisa di ajak bicara" Sahutnya sambil melenggang pergi meninggalkan kekacauan yang dia buat. Jujur hubunganku dengan Jessy sebenarnya tidak seberapa baik, kami bahkan tidak pernah saling menyapa saat berpapasan di kolidor sekolah. Mungkin tidak ada yang akan menyadari bahwa kami sepupu tidak resmi, dan itulah yang diinginkan Jessy. Secara siapa yang mau orang tau bahwa kau punya sepupu yang dulu berasal dari panti asuhan itu hanya akan merusak hubungan pertemananmu di sekolah. Aku pun juga tidak ingin memiliki hubungan yang lebih dekat dengan Jessy karena aku tahu itu pasti akan sangat melelahkan.

~

Malam festival ajaran baru tiba, seperti yang kukatakan sebelumnya aku sama sekali tidak tertarik untuk datang bahkan jika seseorang membayarku. Jessy menjalankan aksinya dengan sangat sempurna, dia datang ke rumahku 2 jam sebelum acara dan memainkan peran 'memohon agar aku menemaninya' dan saat ratusan kali ku tolak Ibu mengusulkan ide agar Robin yang menemaninya dan rencananya berjalan mulus walau sepertinya Robin akan pulang dan mengomel sepanjang malam padaku. Dan sekarang apa yang akan kulakuan? Tentu saja bersantai di atas kasur hingga akhirnya aku benar-benar tertidur. Mungkin kalian penasaran alasanku tidak ingin pergi ke Malam festival ajaran baru, Alasan yang membuat Ibu bahkan tidak berusaha membujukku untuk menemani Jessy adalah dimalam itu semua teman-temanku tau bahwa aku pernah tinggal di panti asuhan, dimalam itu teman terdekatku mulai menghianatiku, dan dimalam itu pembullyan yang saat ini menghantuiku dimulai, malam itu adalah malam dimulainya sejarah panjang yang akan kuingat seumur hidupku.

Kuharap tidak akan ada hari esok.

~

Plakk ... seseorang dengan sengaja memukulkan tasnya ke belakang kepalaku, "Lihat siapa yang datang?" Dan sepertinya hari ini sudah dimulai.

"Wah... Lihat Rose dia sudah berani menatap matamu" dengan cepat aku menundukkan kepalaku, setidaknya itu bisa menghindariku dari masalah baru.

"Bagaimana ini?" Tanyanya sambil menarik kerah seragamku yang membuatku bertatapan langsung dengan wajahnya hingga terdengar hembusan nafas beratnya. "Sayangnya suasaha hatiku sedang buruk" Jawabnya sambil memperlihatkan senyuman mengerikan itu.

"Bawa dia!" Pintahnya sambil mendorongku hingga jatuh terjungkal. Seseorang menahan badanku sambil terus mengarahkanku untuk terus berjalan mengikuti ketuanya, Rose. Dia benar-benar bawahan yang patuh yang bahkan rela menghianati temannya sendiri demi bergabung dengan kelompok yang lebih populer. Stella, entahlah aku harus menganggapnya apa mungkin musuh dalam selimut, sebuah kesalahan besar mempercayakan rahasia terbesarku padanya, dia adalah tipe orang yang rela melakukan apa saja demi diakui orang lain. Pasti sulit hidup sepertinya yang harus bertahan dengan sikap kasar dan angkuh Rose, Audy, dan Joey setiap saat.

Brakk... pintu kamar mandi terbanting dengan keras, semua siswi yang ada di kamar sudah paham dengan situasi ini dan segera meninggalkan kami. Disinilah biasanya kami menghabiskan waktu, lebih tepatnya disinilah tempat mereka selalu menghabisiku. Yang bisa kuharapkan adalah agar waktu cepatlah berlalu, tapi sepertinya hari ini akan lebih lama dari biasanya, harusnya aku tidak perlu datang terlalu pagi ke sekolah hari ini.

"Kalian ada ide untuk hari ini?" Tanya Rose pada ketiga rekannya itu.

"Entahlah, mungkin sebaiknya kita mulai dengan salon rambut" Celetuk Audy sambil mengambil cairan pembersih lantai dari kolong wastafel.

"Brialliant, Stella bawa dia ke bilik closet" Pintah Joey yang disambut dengan senyum simpul di wajah Rose. Stella menarik dengan sekuat tenaga hingga kancing lengan seragamku lepas. Stella menempatkanku berlutut di depan closet, di sambut dengan tangan Joey yang mendorong terus kepalaku menuju lubang closet, dan wangi cairan pembembersih lantai mulai tercium. Rose hanya duduk manis disisi wastafel sambil sesekali mengarahkan dari sana.

~

Ring ring ring... bel masuk berbunyi

Semua murid berhamburan menuju kelasnya masing-masing. Setidaknya penderitaanku hari ini telah berakhir, atau baru saja di mulai?.

"Kita lajutkan nanti, aku tidak mau terlambat di kelas matematika" Pintah Rose sambil membetulkan dasinya.

"Padahal sedang seru-serunya" Gerutu Audy sambil melemparkan kain lap ke wajahku.

"Sudahlah jangan buat Rose menunggu" bisik Joey.

Mereka pun pergi meninggalkanku setelah merapikan penampilanya, Aku segera membilas rambutku di wastafel, mengeringkan rambutku di hand dryer dan merapikan barang-barangku yang berserakan di lantai. Aku berjalan melewati lorong, kulihat dari balik jendela semua murid sudah duduk rapi sambil mendengarkan materi yang di jelaskan guru masing-masing di depan kelas. Kuharap aku juga bisa masuk kelas tepat waktu seperti murid-murid lainya. "Maaf karena terlambat ma'am" sambil kulihat suasana kelas, sepertinya aku mengacaukan fokus teman-teman sekelasku.

"Baiklah, mari kita lanjut ke materi"

Knock..knock... Pintu diketuk pelan.

"Maaf mengganggu Ma'am, aku kemari mengantarkan murid baru"

"Masuklah!"

Seisi kelas berdecak kagum meliahat penampilan siswa baru, badan jangkung yang membuat seragamnya terlihat kekecilan, rambut coklatnya yang terlihat keemasan saat terkena sinar matahari, pupil mata hazelnutnya yang menawan, dengan lekuk wajah yang simetris, dia bisa di bilang sempurna. "Hey, namaku Dean, kuharap kita tidak tidak menjadi musuh" sapanya cukup aneh, bukanya berkata 'menjadi akrab' tapi malah 'tidak menjadi musuh' biar kutebak pasti sebelumnya dia tidak punya teman. Senyumnya juga terlihat canggung, apa dia tidak tau cara tersenyum sebelumnya. Entahlah ini hanya perasaanku saja tapi aku merasa tidak tenang dengan tatapan matanya padaku, kuharap dia tidak merencanakan hal aneh.