"Baiklah, Dean silahkan duduk di bangku yang kosong"
Lagi-lagi Dean megambil alih perhatian seisi kelas, dia berjalan dengan sangat tenang sambil merapikan rambutnya. Dia duduk di pojok ruangan yang berjarak 2 bangku dari tempatku, setelah bel istirahat berbunyi murid-murid dikelasku bergantian menyapanya. Jangan tanya apa aku juga ikut menyapanya, karena kurasa aku tidak mungkin dekat denganya jadi kuurangkan niatku untuk berkenalan dengannya.
"Dean, kau diminta ke ruang administrasi, dan Jeanne kau dipanggil ke ruang guru"
Kenapa aku dipanggil ke ruang guru? Apa aku membuat masalah?
Segera aku menjelajahi kolidor untuk sampai ke ruang guru, saat sampai didepan pintu ruang guru jujur aku sedikit ragu dan takut tapi tiba-tiba muncul tangan yang dengan sigap membuka pintu. Yang tidak lain dan bukan adalah tangan Dean, bukannya dia seharusnya ke bagian administrasi? Kenapa dia ada di sini?
"Permisi Ma'am, apa benar kau mencari ku?"
"Oh.. Jeanne aku ingin bertanya mengenai Robin?"
"Ada apa Ma'am?"
"Seminggu ini dia tidak ada di kelas, apa dia sakit?"
"Tidak, semua baik-baik saja. Kami tidak berangkat ke sekolah bersama tapi dia selalu pulang sesaat setelah aku pulang"
"Baiklah, akan coba kutanyakan pada orang tua mu nanti, kembalilah ke kelasmu Jeanne"
"Baik, Ma'am"
Aku berjalan di kolidor sambil terus memikirkan pertanyaan Ma'am tentang Robin, hingga aku sadar mulai tadi Dean selalu membuntutiku.
"Bukannya kau di minta ke ruang administrasi?" Tanyaku sambil memutarkan badan.
"Aku tidak tau ada dimana ruang administrasi" Jawabnya sambil memalingkan pandangan ke sekitar. Kukira dia cukup kasar dan sombong aku tidak tau dia bisa sepolos ini.
"Ayo" ajakku, sekalian saja memberi tour berkeliling sekolah, siapa tau nanti dia bisa tersesat nanti.
Sesaat setelah memasuki ruang administrasi, Dean kembali keluar sambil membawa selembar kertas dan pulpen, dia menyodorkan kertasnya pada ku.
"Tuliskan kelas yang kau pilih!" Pintahnya.
"Kenapa?" Tanyaku lalu mengambil kertas dan pulpen yang dia berikan.
"Hanya ingin sekelas denganmu" jawabnya sambil memalingkan wajahnya. Apa dia memintaku untuk berteman dengannya? Benar-benar imut. Setelah mengisi semua jadwal kelas yang kuambil, dengan cepat dia menarik kertanya dan kembali masuk ke ruang administrasi.
"Jeanne... Aku mencarimu dimana-mana, apa yang kau lakukan di depan ruang administrasi?" Rose berjalan dari ujung kolidor sambil memaikan rambutnya.
"Jangan bilang kau mencoba kabur?" Celetuk Audy.
"Rose, apa hukuman bagi mereka yang mencoba kabur?" Sambung Joey.
"Cambuk" canda Rose yang diikuti suara tawa Joey, Audy, dan Stella, lalu ia merangkul bahuku dan berbisik "kau luang sore ini?". Dadaku terasa sesak, aku jadi teringat dimana hari mereka mengundangku untuk dijadikan pelajan di pesta akhir pekan di rumah Stella. Semua orang, mentertawakanku, mengejekku, melmpariku dengan sisa makanan, dan mendorongku sampai jatuh ke kolam renang. "Orang tua Stella pergi ke luar kota, kita bisa berpesta semalaman di rumahnya" dan tepat mengenai sasaran.
"Jeanne?" Panggil Dean. "Kalian, teman-teman Jeanne?"
"Kau pasti murid baru, kan?" Tanya Audy.
"Yeah, baru pindah hari ini"
"Kita akan mengadakan pesta, kau mau ikut?" Tawar Rose seakan memberiku kode 'Jangan lupa ajak dia'.
"Aku tidak bisa menolak pesta" Jawab Dean sambil tersenyum lebar.
"Okey, Jeanne kau datang dengannya ya!" Ucapnya sebelum pergi meninggalkan aku dan Dean. Dean membalasnya dengan senyum simpul, lalu memalingkan badan dan berjalan mendekatiku.
"Mereka tidak sekelas dengan kita kan?" Tanyanya.
"Hah? Ehmm, iya" setelah menayakan itu Dean tidak banyak bicara, memang sejak awal di tidak banyak bicara tapi rasanya sekarang jauh lebih canggung. Aku terus berpikir bagaimana caranya menghindar untuk datang ke pesta di rumah Stella, semakin sulit karena Rose juga mengajak Dean. Siapa yang mau teman barumu tau bahwa sebenarnya kau adalah korban bullying? Semua akan jadi kacau jika dia juga tau kenyataan yang sebenarnya terjadi sebelum dia datang. Memikirkan ekspresi apa yang akan di tunjukkan Dean saja membuatku takut, apa dia akan terkejut, jijik, malu, entahlah harusnya langsung kuajak Rose ke kantin saja tadi agar dia tidak bertemu Dean. Sekarang apa yang harus kulakukan?
"Jeanne?...Jeanne?" Panggil Dean membuyarkan lamunanku, "kenapa kita hanya berputar-putar di depan kelas?" Tanyanya.
"Ahh... Aku mau ke kamar mandi" Jawabku tanpa berpikir panjang langsung berjalan meninggalkan Dean.
Kututup bilik kloset, perutku mulas rasanya karena terus memikirkan cara untuk tidak menghadiri pesta di rumah Stella. Aku tidak bisa terus menghindari Dean, apa kuberitahu saja hubunganku yang sebenarnya dengan mereka. Yeah, mungkin itu satu-satunya cara yang masuk akal aku akan beritahu semuanya saat jam pulang nanti, kurasa itu lebih baik dari pada di permalukan di tengah pesta nanti.
Perkiraanku meleset, jika akhirnya aku tau Dean dan Rose akan cepat menjadi akrab, aku akan beritahu semua kebusukan Rose dari tadi daripada melarikan diri ke kamar mandi. Sekarang apa yang harus kulakukan? Mencegat mereka pulang bersama dan mengatakan yang sebenarnya di hadapan Rose langsung? Sudahlah, Kurasa sudah takdirku untuk selalu dipermalukan di depan umum.
~
Hari sudah beranjak sore saja, kurasa sudah saatnya menunjukkan jati diriku yang sebenarnya. Dan di sinilah aku, halaman belakan rumah Stella yang lengkap dengan kolam renang yang masih sama dengan waktu terakhir kali aku kemari. Rose, Audy, dan Joey mengundang teman-temannya datang ke halaman untuk bergabung dengan mereka, sambil tertawa dan bercanda, sedangkan Stella sibuk memarahi pembantunya karena melarangnya mengadakan pesta. Tunggu... Bukankah itu Robin? Kenapa dia ada disini, hari ini dia tidak datang ke sekolah tapi malah asik berpesta disini? Tunggu sampai ibu tau dia membolos dan malah bersenang-senang di pesta.
"Jeanne" Panggil seseorang dengan suara lembut, "kau sudah sampai?" Tanyanya.
"Ahh.. maaf Dean aku lupa jika akan datang denganmu"
"It's okay" balasnya.
Pesta berjalan seperti biasanya, masudku ini baru permulaannya. Saat semua sudah mulai mabuk mereka baru akan bertindak semena-mena. *Anak di bawah umur dilarang minum minuman keras*
"Jeanne...heyy bisa kau bawakan aku korek!" Pintah Joey sambil mencari rokoknya. *Anak di bawah umur dilarang merokok*
"Jalang sialan, cepat bawakan korek!!" Sahut Rose yang sepertinya kehilangan kesabaran saat menungguku mencari korek. Seberapa keras ku mencari, aku tidak sekalipun melihat keberadaan korek, jelas-jelas tadi Stella menyalakan lilin dan meletakkannya di meja.
"Dia bukannya, gadis panti tahun lalu? Ternyata dia masih berani datang kemari, woah... Benar-benar"
Samar-samar ingatan itu kembali muncul di pikiranku.
"Brengsek, Apa yang sebenarnya kamu lakukan? Memandangi lilin?" Bentak Audy. Tiba-tiba Rose berjalan menghampiriku, dia menyalakan rokoknya dari lilin di sampingku, "Kau tau, hari ini aku sudah banyak bersabar dan ku beritahu hari ini kau benar-benar sudah kelewat batas" bau asap rokok dan alkohol bercampur menjadi satu saat Rose bicara di hadapanku.
"Hey, Dean.. kau harus tau ini dia adalah pesuruhku, dan dia anak pungut. Akan ku tunjukan dimana tempatnya yang sebenarnya!" Sahut Audy menghampiriku lalu menjambak rambutku dan menyeretku ke meja tempat minuman.
"Buka bajunya!" Pintah Rose. Audy dengan sigap menahan badanku agar tidak kabur, disusul Stella dan Joey yang sudah setengah sadar menahan kedua tanganku.
"Kumohon, hentikan Rose!" Teriakku memelas yang sayangnya sama sekali tidak digubris sama sekali, Mereka sudah mulai melepas jaketku. Ku tatap Robin memberi isyarat untuk memberi bantuan, entahlah apa yang ada dipikiranya dia tidak beranjak dari tempat duduknya sepertinya dia sama sekali tidak berniat membantuku. Apa aku karus meminta bantuan Dean? Lupakan saja Aku bahkan tidak punya keberanian untuk menatapnya.