Bendera perang telah di kibarkan.
Ribuan Prajuritnya berdiri tegap menunggu Aba-aba.
Mamakai Jubah kebanggaan, pedang terikat di pinggang.
Melangkah menuju mimbar.
"BAKA!".-Teriaknya seraya menaikan Tinju kanannya.
"BAKA!".-Sahut prajurit dengan pan
"TAIPA MADIKA Baru saja membatalkan Kerja sama dengan kita cara Sepihak.
Bagiku itu adalah sebuah tindakan yang merendahkan!
Aku merasa nama baik kita BAKA telah mereka Coreng.
Sebagai Bangsa yang besar. Bangsa petarung yang tak terkalahkan, kita akan memberikan mereka peringatan!
Hari ini kita akan tunjukan pada mereka kekuatan kita yang sebenarnya.
Beri Mereka Luka yang mendalam layaknya BAKA.
Luka yang tak pernah mereka lupakan Seumur hidupnya".
Sorak-Sorai Menggema. Semua tak sabar menunggu perintah.
Jeprus. Bagaimana?
Apakah Dwi Murti sudah menetukan Sikapnya?".
"Belum. Hingga kini belum ada Surat balasan dari mereka!".
"Baiklah!
Kau pimpin Pasukan!"
Laos. Kau tetap di sampingku!.-Titah Babon.
"Baik!".
***
Di balkon istana, berdiri seraya Menatap Wilayah Kuasa.
Kalut, keraguan senada di antara pilihan yang akan di genggam.
"Ternyata kau disini!".
Kolo pun melangkah mendekatinya.
"Apa yang sedang kau pikirkan?".
Tak ada kata. Dwi Murti memejamkan kedua matanya.
"Hmmm. Apakah kau menerima tawaran Aliansi itu?".
"Tidak!".-Tandas Dwi Murti.
Dwi murti pun duduk di bangku tepat di sisi kanannya.
"Baguslah!".-Sahut Kolo.
Kolo pun tersenyum. Kemudian duduk di bangku tepat di hadapan Dwi murti.
"Hmm. Aku tahu Babon hanya memanfaatkan kita!
Semua itu terbaca lewat Arogansinya menyatakan perang.
Adalah Reaksi Dari keputusan Ratojeng yang membatalkan Bilateral itu kan!".-Terang Dwi Murti.
"Hmm. Benar!
Aku bersyukur atas kebijaksanaanmu!".
Saat ini BAKA menjadi ancaman pada semua Kerajaan!".-Tambahnya.
"Ya. Aku tak ingin memenangkan suatu Peperangan dengan Cara-cara pecundang Seperti itu.
Sama halnya menelanjangi diri sendiri!".
Tak terkata. Saat ini kelegaan di hatinya mulai Terjadi. Kolo pun tersenyum dan menatap Dwi Murti penuh makna.
Dwi murti pun bertanya.
"Mengapa kau menetapku seperti itu?
Hmm. Kebiasaan!
Cengar-Cengir tak jelas. Dasar tua menyebalkan!".-Gerutu Dwi murti.
"Hmm. Ketahuilah!
Aku sangat menyayangimu!".
"Hmm. Iya. Aku tahu itu!".
"Baguslah!
Oh iya. Bagaimana?
Apakah Sudah ada keputusanmu tentang Rencana lamaran Pangeran Iki?".
Seketika Dwi Murti menundukan kepalanya.
Hembus nafasnya terasa berat.
"Hmm. Entahlah!
Aku belum membalas Surat dari Mereka!".
"Mengapa?".
Menarik nafas dalam kemudian berkata.
"Saat ini aku sedang Gundah Gulana!".
"Hmm. Gunda Gulana?".-Batinnya
"Kolo. Saat ini aku tak punya siapa-siapa selain Dirimu!
Aku merasa tak pantas di dampingimu dalam Proses pernikah Nanti!".-Terang Dwi Murti.
"Hmm Andai Saja Ayah dan Ibu masih hidup!".
Seketika Kolo pun membisu mendengar ucapan itu.
Seketika Getir menyelimutinya.
Tanpa sadar air mata Dwi murti berderai.
Tanpa kata, Kolo pun mendekapnya penuh makna.
"Apanya yang tak pantas?
Dengarlah baik-baik!
Apapun yang terjadi padamu, kau akan tetap menjadi anakku!".
Kolo pun larut dalam tangisan itu.
Saat ini Ia berupaya menyingkap Getir yang sedang menyelimuti Dwi Murti.
"Tegarlah!
Cepat. Usap air matamu Dan jangan pernah lagi kau ucapkan kata itu padaku!".-Tandas Kolo.
Tak terbendung lagi.
Tangis Kolo pun pecah saat mencoba mengusap Air mata Dwi Murti.
Air mata yang mengingatkan tentang jalan hidup mereka.
Ingatan itu masih membekas meninggalkan luka.
Hatinya Luruh, berkeping-keping.
Saat ini Kolo benar-benar tak kuasa membendungnya, Ia pun berdiri seraya berteriak Sekuat-kuatnya.
Terlihat Urat-urat di lehernya seketika membesar, wajahnya memerah menyimpan Amarah.
Dwi Murti pun bangkit kemudian mendekapnya dengan sangat erat.
***
-Kerajaan BUNTO-
"Man!
Kemarilah!".-Titah Raja Danker.
Hmm. Apakah sudah ada surat balasan Dari Dwi Murti?".
"Belum!".
"Hmm. Baiklah! Jika sudah ada, segera kabari aku ya!".
"Siap!".
***
Semua emosi telah terkuras Runag kosong di hatinya kembali terisi.
Kini jiwa menjanya telah merasukinya.
Duduk seraya menyandarkan kepala di pundak Kolo.
"Hmm. Baiklah!
Tapi, tuliskan aku surat balasan untuk mereka ya!".
"Hmm. Emang aku yang ingin menikah?".-Sahut tandas Kolo.
"Tulisan Paman kan indah!
Hitung-hitung pahala. Menyenangkan hati orang lain itu kan sebuah kebaikan. Siapa tau hati Paman juga akan terbuka saat menuliskan surat balasan itu!".
Dwi Murti pun tertawa kemudian menyeringainya.
"Haha. Sialan!
Hmm. Pokoknya tidak!
Kamu harus menulisnya sendiri!
Ingat syarat menikah itu adalah mandiri!
Tak ada minta bantuan orang lain untuk menyelesaikan masalah. Apalagi jika sudah berumah tangga!".-Ketusnya.
"Huuuuu. Baiklah!".
"Hahaha, Gitu!
Jika sudah selesai kau tulis, nanti ku koreksi. Apakah benar, dirimu sudah pantas untuk menikah!".
"Hmmm. Apaan?
Memangnya Relevan?".
"Ya. Diksinya harus tapat!
Representatif caramu saat hidup nanti bersamanya!
Aku tak ingin baru sehari nanti kalian menikah, Iki Menalak mu karena akibat Sarkastis darimu".-Terang Kolo.
"Hmm bukankah Sarkastis dalam Hubungan adalah suatu petujuk positif?".
"Ya!
Untuk mereka yang berhati besar!".-Sahut Tandas Kolo
"Hmm. Prajudice!
Kau salah!
Iki tak seperti asumsimu!".-Sahut Dwi murti seraya melempar pandandangannya.
"Hmm. Subjektif sih!
Pangeran Iki itu hatinya sangat lembut!
Teoritis. Tipikal seperti itu rentan BAPER loh!
Dalam sejam saja saat bersamamu ia lebih banyak diam karena ketus mu!
Apalagi nanti dihadapkan denganmu "Seumur Hidupnya"
Tak bisa ku bayangkan dah!".
Kolo pun terkekeh seraya menyeringai nya.
"Haha Sialan!
Hmm. Iya deh!
Aku akui, selama ini aku salah!".
"Nah. Itu dia!
Hanya orang-orang yang berjiwa besar yang mampu mengakui kesalahannya!
Hmm. Tapi Semoga ini bukan penggalan Drama mu!".
Seketika Kolo menyeruak menatapnya.
Dwi Murti pun terkekeh.
"Beneran! Sumpah!".
Kolo pun ikut terkekeh.
"Hmmm. Baiklah!
Sekarang Tengkan dirimu! kemudian tulis surat balasanya dengan Caramu!".-Serunya.
Kolo pun bangkit kemudian melangkah.
"Dah!".-Tutup Dwi Murti.
***
-Istana Kerajaan-
Melangkah tergesa-gesa Jeko pun menemui Ratojeng yang sedang duduk di Takhtanya.
"Kakak!
Saat ini Babon dan Ribuan pasukannya telah memasuki Wilayah TODONJA.
Dari laporan Prajurit penjaga wilayah perbatasan, puluhan Prajurit dan masyarakat kita sudah menjadi Korban".-Tandas Jeko.
Berjubah api, Ratojeng pun bangkit seraya berkata.
"Bunyikan Bel perang!
Kau siapkan seluruh pasukan!".-Titahnya.
"Baik!".
---
Di halaman kerajaan, berdiri mengenakan baju Zirah kebanggaan adalah Ribuan Pasukan jagoan yang sudah Siaga.
"Babon!
Aku tak biarkan kau berlaku seenaknya!
Lihatlah. Aku akan menghancurkanmu!".-Batinnya.
Ratojeng pun melangkah ke mimbar.
"TOHEBA!".-Teriaknya dengan Lantang.
Seketika Suara prajurit menggema mengikuti Ucapan itu.
"Saat ini Kerajaan BAKA telah menginvasi Wilayah kita. Puluhan Saudara kita terbunuh disana.
Sepertinya mereka telah meremehkan kekuatan kita!
Ingatlah selalu. Kita adalah Kerajaan yang Tangguh!
Pendahulu kita telah membuktikannya. Sepanjang sejarah, tak ada satupun kerajaan yang bisa menaklukan kita!".
Lanjut Ratojeng berkata.
"Saat ini tak sedikit pun berubah! Jiwa kita masih tetap sama!
Tekad kita masih membara!
TAIPA MADIKA Yang tak terkalahkan!".
"TOHEBA!".
"TOHEBA!".
"TOHEBA!".
"TOHEBA!".
"TOHEBA!".
TOHEBA!
Teriak mereka dengan lantang.
"Nebot, Bute, Ebong. Apakah kalian siap?".
"Ya!".
"Nebot Kita berdua yang ada di Garis Depan!
"Ru'u, Bu'u kalian tetap berada disisiku!".
"Baik!".
"Bute. Kau yang pimpin Pasukan NAHEBA!".
"Baik. Serahkan padaku!".
"Baiklah. Kita berangkat!".-Titah Ratojeng.
***
-Markas BLACK TENDE-
Duduk seraya membaca sebuah Buku.
Sun terkejut dengan kehadiran Sampoana yang tiba-tiba membuka pintu.
Bercucur peluh, berdiri terengah-engah.
"Bibi!".
"Sun. Gawat!".
Sun pun bangkit kemudian memegang tangan Sampoana.
"Duduklah!
Tenangkan dirimu!".
Sun pun memberikan segelas Air pada Sampoana.
"Minumlah!".
"Apa yang terjadi?".
"Saat ini Babon dan Ribuan Prajuritnya telah Mengivasi Wilayah Todonja!
Mereka membabi buta, dan puluhan penduduk disana menjadi korban!".
"Kento!
Tolong kau panggilkan Paman Sando!".-Titah Sun.
"Baik!".
Setelah sedikit tenang, Sun memulai percakapan.
"Apa sebenarnya yang terjadi?".
"Terkait tentang kerjasama dengan BAKA.
Ternyata Ratojeng telah membatalkannya.
Aku yakin itulah alasanya!".
"Begitu ya?
Apa sikap Kakak Saat ini?".
"Bel Perang telah berbunyi!
Panji-panji telah ditegakan. Saat ini mereka sedang bersiap menuju medang pertempuran!".
"Hmm. Baiklah!
Bersiaplah!
Kita akan menjadi bagian dalam perang ini!".-Tegas Sun.