Di dalam sebuah rumah yang tampak sangat sederhana nan kecil. Terdapat keluarga besar yang sedang berkumpul di salah satu ruangan rumah tersebut. Satu keluarga besar yang hidup rukun.
Itulah keluarga besar Ava. Rumah yang Ava huni itu ialah rumah kakek Ava. Ava beserta orang tua dan saudara-saudaranya masih numpang di rumah tersebut. Karena orang tua Ava belum mempunyai rumah sendiri.
Kini mereka sedang sarapan bersama. Bisa Ava lihat semua anggota keluarganya sedang sarapan bersama setelah Ava dan Masayu yang tadi membantu sang nenek menyiapkan sarapan mereka.
"Aku mau nyendok sendiri aja, kak." Ujar Ava menolak Masayu yang akan menyendokkan nasi jagung ke piring Ava.
Sedangkan Masayu tanpa kata hanya memperhatikan Ava yang sedang menyendokkan nasi jagung ke piringnya. Lalu memasukan lauk pauknya juga.
Menu sarapan mereka pagi ini nasi jagung--favorit Ava banget-- dengan lauk pauk sayur urap dan ikan teri goreng tepung beserta sambal. Makanan tradisional khas Indonesia.
Kemudian Ava memulai acara makannya. Begitu juga dengan yang lainnya. Ava yang sedang makan sesekali melirik anggota keluarganya bergantian.
Ia dirumah itu tinggal bersama sang kakek, nenek, tante Yanti, tante Hana, om Irvan. Dan tentu saja ayah beserta Masayu dan Keysha si kecil yang sedang lahap memakan nasi jagungnya.
"Enak dek?" Tanya Ava menatap sang adik yang masih berusia 3 tahun itu.
Keysha sang adik hanya mengangguk sembari mengunyah makanannya.
Ava tersenyum. "Ya. Makan yang banyak biar cepat besar." Ujarnya polos.
"Kamu juga makan yang banyak, Va. Biar cepat besar." Sambar Masayu. Mulai nih.
"Aku kan udah besar."
"Kamu tuh masih kecil tau."
Ava menatap ke arah sang nenek berniat mencari pembelaan. "Nek, ak-"
"Udah kalian makan aja dulu. Habisin sarapannya. Jangan ngomong mulu." Ujar nenek memotong ucapan Ava dan melerai perdebatan antara adik-kakak itu. Sedangkan yang lain hanya diam memperhatikan sembari menikmati makanan masing-masing.
"Iya tuh. Anak kecil mah makan aja. Makan lagi." Tunjuk Masayu ke arah piring Ava. "Makan yang banyak ya."
"Ayu..." peringat sang nenek. Dan Masayu hanya balas nyengir. Kemudian mereka lanjut makan.
Ava yang menyelesaikan makannya lebih cepat dan berniat ingin menambah lagi. Tapi ketika ia ingin meraih centong nasi tak sengaja matanya bersitatap dengan tante Yanti yang menatapnya tajam.
Ava yang ditatap seperti itu bak seekor macan betina yang siap menerkam mangsanya pun segera menunduk takut. Ia tak jadi menambah sarapannya. Ava melirik sekitar. Tak ada yang memperhatikannya.
Ava kembali memberanikan diri melirik ke arah tante Yanti. Ava kembali buru-buru menunduk setelah mendapatkan pelototan dari tantenya itu.
Ava menghela nafas. Apa yang salah dengan dirinya? Ava hanya ingin menambah porsi sarapannya. Apa itu tidak boleh? Dan kenapa tantenya itu harus melototin Ava sebegitunya. Ava benar-benar tak habis pikir.
***
"Ngapain kamu diam aja? Cepat kerjakan itu semua!" Tunjuknya pada cucian piring yang menumpuk. "Cuci yang bersih!" Perintahnya.
"I..ya tan." Ava menurut saja diperintahkan oleh tantenya untuk mencuci semua piring kotor bekas makan keluarganya tadi.
Tadi sehabis sarapan. Setelah Ava beserta keluarganya selesai dengan acara sarapannya. Ava dan Masayu membantu tante Hana membereskan piring-piring dan gelas-gelas kotor dan menaruhnya di tempat pencucian piring.
Tadinya yang akan mengerjakan tugas cuci piring ialah tante Hana. Tapi karena tiba-tiba tante Hana ada acara mendesak, ia buru-buru pergi dan meninggalkan pekerjaan yang seharusnya ia kerjaan.
Masayu sendiri ia sedang membantu nenek mencuci pakaian di sungai terdekat yang tak jauh dari rumah. Selama Kakak dan nenek Ava mencuci pakaian di sungai. Ava menemani Keysha yang sedang menonton tv. Tapi tiba-tiba tante Yanti memerintahkan Ava yang harus mencuci semua piring kotor di dapur.
Dan disinilah Ava sekarang. Di dapur mencuci semua piring kotor sendirian. Ava lagi lagi tak habis pikir. Padahal tante Yanti sendiri ia tak ada pekerjaan. Apa susahnya ia yang mengerjakan tugas itu. Ya setidaknya menyuruh Ava untuk membantu ia mengerjakannya. Ava dengan senang hati pasti akan membantu. Tapi ini...
Ava benar-benar mengerjakannya sendiri. Tanpa dibantu. Sedangkan yang memerintah hanya berdiri memperhatikan Ava sembari bersidekap dada dan menginstruksi apa yang dilakukan oleh Ava.
Rasanya Ava ingin menangis. Tapi ia tahan.
"Itu masih ada lemak-lemaknya! Cuci lagi yang bersih!"
Ava hanya diam sembari menuruti perintah tante Yanti.
"Bilasnya yang bersih. Jangan sampai ada sisa-sisa sabunnya!"
"Baik tante." Ujar Ava pelan. Ava menghela nafas bersabar dengan segala perilaku tantenya yang masih terus mengawasi pekerjaan yang dilakukan Ava.
Setelah semua piring dan gelas bersih. Kini tinggal Ava menaruh dan merapikannya di tempat rak khusus piring dan gelas di salah satu sisi sudut ruangan area dapur.
"Kamu bisa cepat gak kerjanya? Dasar lelet!!" Ujarnya tidak sabaran mendorong bahu Ava.
Praaaaangggg!!!
Sehingga mengakibatkan gelas yang Ava pegang lepas dari tangannya. Dan sekarang gelas itu bernasib naas dengan serpihan-serpihan beling yang sudah berserakan dilantai.
Ava terkejut dengan wajah yang sudah pucat pasi. Ia tak sengaja melakukannya. Itu bukan salahnya. Lalu Ava mengalihkan perhatiannya ke arah tante Yanti yang menggeram marah menatap Ava dengan murka.
"Kamu...." Tante Yanti menggeram marah mencekal lengan Ava. Lalu mencubit pinggang Ava dengan kuat.
"Aakkhhh!!" Ava meringis kesakitan memegangi pinggangnya dan matanya pun sudah berkaca-kaca.
Rasanya Ava benar-benar ingin menangis karena pinggangnya beneran sakit. Ava berusaha keras menahan air mata dan menahan bibirnya yang berkedut supaya tangisnya tidak pecah pada saat itu juga.
"Bersihkan semua itu!" Tunjuknya ke lantai yang banyak terdapat pecahan gelas dan menghempaskan Ava begitu saja dengan kasar.
"Kamu memang ANAK TIDAK BERGUNA!! Kerja begitu aja gak becus!!" Sinisnya lalu melenggang pergi begitu saja.
Ava langsung luruh ke lantai. Ia menangis tersedu-sedu menumpahkan rasa sakit dengan air mata yang terus keluar dari matanya yang sedari tadi ia tahan.
Ava lagi lagi tak habis pikir. Padahal tadi itukan bukan salahnya. Jelas-jelas itu tadi karena tante Yanti yang mendorong bahu Ava sehingga gelasnya bisa pecah lolos dari tangan Ava.
Tapi kenapa mesti Ava yang disalahkan. Bukan hanya bentakan dan kata-kata kasar yang Ava terima. Lagi lagi kekerasan fisik yang ia terima diusianya yang masih kecil.
Sebenarnya apa yang salah dengan dirinya? Dimata tante Yanti ia selalu salah. Sehingga Ava kadang berpikir perlakuan tante Yanti terhadap Ava dan saudara Ava yang lainnya itu berbeda.
"Ibuu... hiks... hikss...." lirihnya terisak.
Disaat-saat seperti ini Ava benar-benar merindukan ibunya. Ava berharap sang ibu ada disisinya dan memeluknya.
"Ibu... hiks.. aku rindu ibu.... hikss.. hiks..."
"Aku butuh ibu...hiks...hikss..hikss...." Semakin terisak dengan sesegukan Ava terus menggumam dan memanggil-manggil ibunya.
Ava yang malang. Menangis dalam kesakitan sendirian tanpa ada orang lain yang tau. Bukan hanya sakit karena kekerasan fisik yang ia alami.
Tapi juga kesakitan karena ia tersiksa. Bukan hanya karena ia tersiksa oleh sikap tidak adil yang ia alami. Tapi juga tersiksa karena menahan rindu terhadap ibunya.
***