Chereads / Andai Aku Bisa Memilih Takdirku Sendiri / Chapter 5 - Trauma? ______________________

Chapter 5 - Trauma? ______________________

Suasana menjadi hening dan tegang setelah seseorang melemparkan pertanyaan yang entah kepada siapa. Dan itupun menurut perasaan Ava. Atau hanya memang Ava yang merasa tegang sendiri.

Ava merasa dèjàvu hanya karena mendengar suara bariton itu. Dengan tangan terkepal kuat di kedua sisi tubuh. Tubuhnya bergetar ketakutan.

Ia sangat mengenali suara itu.

Nafasnya memburu dan ia berusaha untuk mengontrol emosi dirinya. Menghela nafas berkali-kali, Ia mencoba untuk menenangkan dirinya sendiri dari trauma yang pernah ia alami.

Trauma?

Entahlah perasaan ini bisa disebut trauma atau tidak, Ava tidak mengerti. Yang ia rasakan hanyalah perasaan cemas... dan ketakutan.

Seperti saat ini. Ava mengalami kecemasan yang berlebihan.

Menghela nafas kembali, Ava memejamkan matanya untuk meredam kecemasan hatinya supaya bisa lebih rileks.

Cetaaarrrr...!!!

"Aaakhhh..!!  Hiks.. hikss..."

Cetaaaaarrrr..!!!

"Ampunn.. sakit... Ampuunn... hiks..."

"Sini kamu ANAK BODOH!!"

"Tidaakk..." lirihnya sesegukan.

Bruuughhhh!!

"Aaaakkhhh..!!! Huwaaa..aaaa..."

"Hikss.. hikss.. saakiiittt... huaaa...."

"Kapok gak kamu ANAK BODOH?!!"

"Hiks.. hikss.... sakiittt..." Cicitnya.

Namun memori menyakitkan itulah yang muncul. Kilasan-kilasan memori yang membuat ia semakin cemas.

Dan seterusnya yang muncul di dalam benak Ava bayangan-bayangan anak kecil menangis dan merintih kesakitan.

Ava semakin bergetar ketakutan dan semakin memejamkan matanya erat. Ia seakan ditarik paksa oleh alam bawah sadarnya untuk kembali mengingat memori-memori yang tak ingin ia ingat sama sekali. Karena itu sangat membuatnya menderita.

"Keysha kenapa itu?" Tanya orang bersuara bariton itu lagi, padahal pertanyaan sebelumnya belum ada yang menjawab.

Kali ini Ava membuka matanya dengan terkejut. Suara itu menariknya kembali untuk sadar dari alam bawah sadarnya.

Kemudian Ava menunduk dalam-dalam. Jangankan untuk menjawab pertanyaan orang itu barusan. Bahkan untuk sekedar melirikpun Ava sudah takut.

Nenek menatap orang itu. "Ini... tadi pas naik ayunan Keysha gak sengaja terjatuh dari ayunan, kek. Makanya nangis." Dan akhirnya sang neneklah yang memecahkan keheningan yang sebelumnya terjadi diantara mereka.

Ya. Yang bertanya dengan suara datar nan tajam ialah sang kakek. Kakek yang pasti baru saja pulang dari berkeliling dengan peralatan bengkelnya yang sederhana. Pekerjaan kakek ialah sebagai tukang bengkel ban sepeda dan motor keliling.

"Kenapa bisa terjatuh? Emang gak ada yang ngejagain pas naik ayunan?" Suara itu terdengar menajam.

Deg.

Lagi-lagi Ava terhenyak. Ia semakin merasa bersalah karena lalai menjaga Keysha.

Kalau tadi Ava bisa bernafas lega karena neneknya tidak memarahinya karena masalah Keysha ini. Tetapi sekarang tidak. Karena Ava yakin, setelah ini akan terjadi sesuatu terhadap dirinya.

Ya Tuhan... Akankah Ava akan mengalami hal yang sama seperti waktu itu?

Rasanya jantung Ava berdegub semakin cepat. Ia tak mau merasakannya lagi. Itu sangat menyakitkan.

Nenek menatap ke arah Ava yang menunduk ketakutan, kemudian menatap kakek kembali. "Ya memang tadi main ayunan bareng Ava. Tapi itu juga bukan salah Ava kalau Keysha terjatuh. Nenek yakin kalau Ava sudah menjaga Keysha dengan baik kok. Udah.. tenang aja, kek. Insiden kecelakan kecil ini tidak di sengaja." Terang nenek membela Ava.

Nenek tahu Ava tidak bersalah. Melihat Ava yang menunduk ketakutan seperti itu, sang nenek tidak mau Ava disalahkan dan dimarahi oleh sang kakek.

Walaupun Ava mendengar pembelaan dari sang nenek, namun Ava masih ketar-ketir. Hatinya was-was karena Ava tak yakin kalau sang kakek akan luluh dengan perkataan nenek.

Kakek menatap tajam Ava. "Tapi kalau dia menjaga adiknya dengan baik, Keysha gak akan terjatuh."

"Udah gak apa-apa, kek. Jangan marah gitu." Ujar nenek memperingatkan kakek.

Hening sejenak.

Kakek menatap Keysha yang masih sesegukan dengan tatapan tak terbaca. Kemudian berujar "Kakek mau beresin peralatan bengkel dulu." Setelah mengucapkan kalimat itu, kakek langsung berlalu pergi.

"Ayu, pakaian yang tadi dicuci belum dijemur kan? Kamu sekarang jemur semua pakaiannya ya?" Ujar nenek menatap Masayu yang sedari tadi hanya diam memperhatikan interaksi antara nenek dan kakek.

Masayu menoleh ke arah Ava sekilas, sedetik kemudian ia menatap neneknya sembari mengangguk. "Baik nek." Ucapnya.

Masayu maraih sebelah tangan Ava lalu menggandengnya. "Yuk dek, bantuin kakak jemurin pakaian."

Seketika Ava mendongak menatap kakaknya dan langsung mengangguk.

"Oh ya, Ayu tolong simpan kembali kotak obatnya ya." Ujar nenek sebelum mereka bergegas pergi.

"Iya nek." Jawab Ayu. "Nenek mau kemana?" Tanya Masayu yang melihat neneknya berniat pergi menggendong Keysha yang masih terlihat sesekali sesegukan.

"Nenek mau ke warung beli susu buat Keysha. Soalnya stok susunya sudah habis." Masayu menjawab dengan ber-oh-ria.

Kemudian Masayu berniat ingin menyimpan kembali kotak obat, namun dicegah oleh Ava. Ava berkata bahwa ia saja yang menyimpannya kedalam rumah, dan Masayu disuruh ke tempat penjemuran baju lebih dulu, nanti Ava akan menyusulnya setelah menyimpan kotak obat. Masayu pun menyetujuinya.

***

"Berhenti!"

Ava yang sedang berjalan menuju pintu utama setelah menyimpan kotak obat ditempatnya semula pun tersentak kaget mendengar suara teguran itu. Refleks ia pun berhenti dan memandang ke arah orang tersebut, namun sedetik kemudian Ava langsung menunduk.

Ava pikir kakeknya itu masih di bengkelnya merapikan barangnya disana yang memang terletak di halaman depan rumah tepat dipinggir jalan.

Namun ternyata kakeknya sudah ada diruang keluarga duduk di singgasananya. Di kursi goyangnya.

Kenapa kakek menghentikanku? Apa aku akan dipukul dan dihajar lagi? Pikirnya dalam hati. Rasanya jantung Ava seperti bedug yang dipukul dengan cepat.

"Ambilkan minum!"

Ava tertegun sejenak. Ia memberanikan diri untuk mendongak. Ia menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri mencari seseorang yang mungkin diperintahkan kakeknya untuk mengambilkan minum untuknya.

Namun nihil. Ia tidak menemukannya. Ava pun memandangkan kakeknya dengan kening berkerut heran. Apakah dirinya yang disuruh? Batinnya.

"Kenapa kamu masih berdiri disitu? Kamu gak dengar apa yang kakek perintahkan?" Ucapnya tajam. "Cepat ambilkan kakek minum!"

Seketika Ava mengerti dan memang dirinyalah yang diperintah sang kakek. Ava langsung menuruti perintah kakeknya setelah mengangguk padanya.

Tak butuh waktu lama Ava sudah kembali ke hadapan sang kakek dengan sebotol minuman yang langsung diserahkannya pada sang kakek.

"I..ni minumnya kek." Ucap Ava pelan dengan gugup dan tangan bergetar ketakukan pada kakeknya yang sedang menutup mata sembari menikmati duduk di kursi goyangnya.

Selalu seperti ini setiap Ava berhadapan dengan sang kakek. Tubuhnya menunjukkan reaksi yang berlebihan.

Perlahan kakek membuka matanya. Dan langsung menatap Ava masih sama tajamnya. Sedangkan Ava yang melihatnya kembali menunduk takut.

Seakan kakeknya tidak mempedulikan Ava yang terlihat ketakutan karenanya, kakek hendak meraih botol minuman itu dari tangan Ava. Namun....

Braaakkk!!!

Ava malah menjatuhkan botol minuman itu karena saking groginya berhadapan dengan kakeknya.

Setelah kejadian waktu itu Ava memang lebih memilih untuk menghindari kakeknya. Ia berusaha untuk tidak melakukan kesalahan sekecil apapun.

Karena Ava tahu akibatnya jika ia melakukan kesalahan dihadapan sang kakek.

Dan kini Ava berhadapan langsung dengan kakeknya, membuat Ava gugup setengah mati. Rasanya Ava ingin lari dan menghilang saja.

***