Rina memberontak kemudian dia menaikkan dengkulnya ke arah alat pribadi milik bos preman itu.
"A ...!" teriak bos sambil terus memegang alat pusakanya.
"Kamu berani ya!" teriak salah satu preman yang Rina dengan kekuatan penuh. Rina menahan tangisnya, sebisa mungkin dia bergerak, rasa memenuhi dirinya.
"Lepaskan aku kalian tidak punya hati! Kalian memang tidak punya hati! Apa kalian tega, jika anak atau Adik kalian dilakukan seperti ini! Hiks ... hiks."
Mulut Rina malah dibungkam dengan lakban. Air mata Rina berderai sangat deras.
Harapannya hanya Sang Kuasa, Allah yang akan menyelamatkannya. Bergetar hebat, Rina memejamkan mata ketika Bos itu mulai marah kepada Rina. Bos itu semakin menjadi, laksana binatang buas yang sudah menemukan mangsanya.
Dia dagu Rina, dan hendak mendekati wajah Rina. Rina segera menunduk. Dia sengaja menghempaskan tangan preman di sebelah kanannya, yang memegangnya sangat erat.
Rina mengarahkan tangan preman ke depan dengan sekuat tenaga, anak buah preman itu tidak sengaja menghantam perut bosnya.
"Ah ...." teriak bos itu.
"Ampun Bos ...." seru anak buah preman itu.
Refleks pria itu melepaskan Rina dengan mengangkat tangan. Rina segera menginjak kaki preman yang satu yang berada di sebelah kiri.
Namun semua itu percuma, karena ada anak buah preman yang berjaga. Bos itu menarik Rina, sehingga tertekan lehernya.
"Ekh ... ekh ...." Rina menggigit tangan yang berada di depan lehernya. Air matanya semakin deras. Dia merasa tidak ada jalan keluar.
Krekkk!
Robeklah lengan bajunya karena anak buah preman itu menarik tangannya.
Raut wajah brangasan tanpa cemas sama sekali.
"Hahaha, lihat ... putih mulus ...." Tertawa jahat dengan puas ketika melihat lengan Rina terbuka. Begitu menjijikkan raut wajah mereka.
Kaum pria yang tidak punya etika dan tidak menghargai wanita sama sekali.
Pada saat itu juga, Rina pasrah dengan keadaannya.
Dia tertunduk dan menangis pilu. Kembang kempis dadanya sangat menyesakkan.
Wajah penuh napsu mengusai para lelaki apa lagi sudah terlihat kulit lengan yang begitu mulus.
"Sudahlah jangan menangis nikmati saja ini sayangku ...." goda Bos preman itu. Hendak mengecup pipi Rina. Bibirnya sudah mulai mendekat ke wajah Rina. Rina pun tidak berdaya karena dipegangi sangat erat.
Rina memejamkan mata dengan menunduk tidak berdaya dan patah arah.
"Sungguh cantik gadis ini ...."
Jarak antara bibir Bos itu dan pipi Rina tidak ada sejengkal.
'Sekarang hanya engkau ya Allah ... harapanku pelindungku hanya engkau ... hanya engkau ya Allah ....'
Bibir itu mulai terasa di pipi Rina, Rina segera membuang wajahnya ke arah kiri. Tangan pria itu mulai mencengkram rahangnya, menghadapkan wajah cantik itu di depannya. Begitu menyakitkan pemaksaan itu. Rina terus menggeleng-gelengkan kepalanya. Dan terus berharap akan ada keajaiban datang.
"Setelah aku nikmati dia kalian boleh menikmatinya sampai puas ..." kata bos itu berbangga diri. Tangannya mulai bergerak ke bagian sensitif.
Juiih!
Rina kembali meludahi tangan yang mulai menyentuh kulitnya.
"Tolong ingat jika anakmu perempuan lepaskan aku ... Hiks hek hek hek. His est ... Hiks." Rina berharap dibelas kasihanni, semuanya sia-sia percuma.
Karena sudah jelas manusia tidak punya hati dan berperilaku seperti binatang.
"Sudahlah jangan kau menangis, Jangan melawan pasrah saja. Lagian pria tadi tidak akan bisa menyelamatkanmu. Dia sudah aku buang ke jurang."
Mendengar itu semua, Rina membulatkan mata dengan penuh kedendaman. Dia menatap tajam pria yang mulai menyentuhnya, itu membelai lengan Rina.
'Ya Allah jika aku, sampai ternoda. Aku tidak tahu lagi aku akan percaya kepada Engkau atau tidak. Saat ini hanya engkau harapan pasti ya Allah ... Engaulah Yang Maha segala-galanya. Tolong bantu hamba, lindungi hamba jauhkan hamba dari pria-pria jahanam ini.'
"Weleh ... meleleh, tatapanmu sangat tajam sangat menggoda," ujar bos itu yang hendak melepas jaket dan sudah berdiri melepas celananya.
Rina menunduk dengan rasa marah dan kacau. Tidak dapat digambarkan lagi rasa takutnya. Dia memejamkan mata.
Dorrr!
"Hentikan!"
Harapan itu kembali datang ketika Rina mendengar suara tembakan. Rina mengangkat kepalanya, terlihat bahagia ketika datang polisi.
Dorrr! Tembakan kembali diluncurkan Polisi ke langit.
Terlintas senyum di wajah Rina, dia bersujud. Ketika para pria jahanam mereka bertanda menyerah.
Polisi menurunkan mereka, mereka diringkus. Rina mengangkat wajah, baca baca ketika melihat, Eza yang terluka, di bagian kening dan lengan.
Rina segera turun, Eza mengulurkan tangan.
"Nggak usah nangis, Lagian kamu kan selamat," tegur Eza setelah melihat mata Rina. Rina pun terpaksa menahan sesak dadanya sendiri.
'Alhamdulillah aku masih selamat Walaupun dia tetap acuh ... sabar Rina ... kamu sudah terbiasa, kamu sudah terlatih dengan kedinginannya,' batin Rina.
"Mari dokter Eza kami antar," ujar salah satu polisi. Rina berusaha menutupi lengannya, ia terus menahan rasa perih hatinya.
'Aku mengkhuwatirkannya, sangat mengkhawatirkannya takut kehilangannya. Tapi dia ... dia memang sama sekali tidak pernah peduli kepadaku. Betapa aku peduli kepadanya. Bodohnya Aku ... aku pun tidak pernah menduga jika aku bisa mencintainya sedalam ini. Sangat menyakitkan memang, mencintai seseorang dan tidak bisa bangun dari cinta.' batin Rina yang terus menunduk.
"Tutupi lenganmu." Eza melemparkan jasnya. Rina pun terpaksa menerimanya.
Malam semakin dingin, mobil polisi. Di bak belakang, hanya berdua dengan bak terbuka.
'Aku tidak pernah menduga jika mengalami malam yang sangat mengerikan ... terima kasih ya Allah engkau masih melindungiku,' batin Rina menaikan kepala menahan air mata.
"Est ... Heh ...." Eza mendesis keperihan. Rina ingin bertanya namun dia memilih membungkam.
'Percuma saja jika aku tanya apa yang sebenarnya terjadi. Pasti dia hanya diam membisu dan acuh. Lebih baik kamu diam Rina, agar tidak berbuat malu,' batinnya.
Eza menyandarkan kepalanya lalu memejamkan mata. Rina pun menikmati angin malam yang semakin dingin.
'Rasanya aku tidak ingin mencintaimu karena mencintaimu dan menunggumu itulah hal yang paling menyakitkan. Nama aku tetap tidak bisa mengubur perasaanku. Aku ingin membunuh perasaanku ini,' batinnya.
Dreet!
Dreet!
[Assalamualaikum, kamu sudah tidur belum Rina?]
Rina mengetik dan hendak membalas chat Hafiz.
[Belum Mas, aku takut ...]
Belum selesai mengetik air mata Rina berlinang. Malam ini adalah kenangan paling pahit yang dialaminya. Hingga dia menangis sendu di hadapan malam.
"Please jangan berisik! Aku lelah. Badanku capek, sakit semua. Lagian kamu selamat kan? Tidak ternoda kan? Aku tepat waktukan datangnya. Jadi stop! Jangan menangis. Tolong ..." tegur Eza. Rina pun menahan Isak tangisnya. Dia memilih untuk tidak membalas chat dari kakak angkatnya.
"Terima kasih," ujar Rina dengan suara pecah lalu menelan ludah. Eza hanya meletakaan jari telunjukkannya di depqn bibirnya.
Pria berparas tampan itu memang sangat memikat. Alisnya yang hitam tatapannya tajam dan mata yang bersih. Dia mempesona karena pandangannya. Hidung mancung. Bibir yang pas tidak terlalu tebal dan gigi yang berjejer rapi serta putih menambah kesan manis saat dia berbicara.
Rina ingin memejamkan mata, namun dia terlihat takut. Dia masih terbayang-bayang kejadian mengerikan. Fia terus menahan agar tidak ada suara tangisan yang keluar darinya.
Bersambung.