Nino yang masih berusaha untuk menyakinkan. Merasakan anggukan kepala di dalam dadanya, beban berat dengan segala hambatan yang sempat di rasakan seketika saja musnah. Arka telah menjadi hak miliknya secara penuh.
Cukup dengan orang-orang terdekat yang menjadi saksi. Kebahagiaan sepasang kekasih resmi baru itu rasanya sudah begitu lengkap.
Hanya saja tak menyadari jika tatapan seseorang menjadi semakin benci mendarah daging. Buku jari lentiknya mencengkram makin erat, matanya memicing dengan rahang yang sampai berdenyut. Di balik tembok yang jauh dari intens objeknya, menjadi penguntit.
"Lagi-lagi, lo yang dapet semuanya kan, Ar? Jika usaha mempermainkan nyawa lo masih nggak mempan, jangan salahin gue kalo suatu hari nanti gue bertindak makin jauh."
Memposisikan diri sebagai musuh terbesar Arka, siapa lagi kalau bukan Melisa?