-lagu Manusia biasa- Yovie and Nuno
Semenjak kejadian kemarin, Rendi dan Lizzy memutuskan untuk putus sekolah, dikarenakan penyakitnya yg tiba-tiba kambuh, hal tersebut membuat keduanya untuk selalu istirahat dan harus dirawat di rumah sakit dengan ruangan khusus. Kemarin, Arga, Arsen, Axel, Leva, dan Milka menjenguk sekaligus meminta maaf atas semua peristiwa kemarin.
Hari ini Arsen memutuskan untuk berangkat ke sekolah bersama Leva, lagipula seluruh warga sekolah sudah mengetahui, jika Leva dan Arsen merupakan saudara kandung.
"Kalau mau mati, jangan ajak-ajak" Ucap Leva dengan ketakutan.
Pasalnya, hari ini Leva satu mobil dengan Arsen untuk berangkat ke sekolah. Arsen menyetir mobil seperti orang kesetanan, jiwa pembalapnya mulai meronta-ronta. Sedari tadi Leva tak ada henti-hentinya untuk memarahi Arsen, namun tetap saja, Arsen malah terkekeh, ketawa, ketiwi seolah tak tau letak kesalahannya.
Sudahlah, kali ini Leva pasrah dengan takdir, jika takdir mencabut nyawanya hari ini, baiklah ia terima.
"Jangan kaku gitu dong mukanya" Ucap Arsen yg disusul dengan sebuah tawa yg menggelegar.
Arsen sebenarnya khawatir dengan kondisi Leva saat ini, kondisi Leva sangat memprihatinkan. Muka Leva sangat tegang ditambah lagi dengan keringat yg terus mengalir di dahinya, tangannya bergemetar dan bibir yg pucat pasi, rambutnya berantakan, mirip sekali dengan mayat hidup.
_&_
"Ga, Xel, Leva sudah berangkat belum?" Tanya Milka yg baru menginjakkan kaki di lingkup sekolah.
"Belom kayaknya, Arsen juga belum berangkat" Ucap Axel dengan menghampiri Milka.
"Nanti kalo kalian lihat Leva, tolong suruh ke ruang musik, gue tunggu" Ucap Milka.
"Hm" deheman dari Arga.
_&_
"Dek, lo beneran nggak papa?" Tanya Arsen dengan raut wajah khawatir.
Leva sedari tadi diam ketika ditanya oleh Arsen, mungkin Leva marah padanya karena membawa mobil secara kebut-kebutan di jalan.
Leva berjalan melenggang pergi begitu saja meninggalkan Arsen yg masih mempunyai pertanyaan di benaknya, tetapi belum Leva jawab.
"Ya elah ngambek" Ucap Arsen dengan menghela napas pasrah. Arsen juga berlari menyusul Leva.
"Tungguin napa" Ucap Arsen
Arsen menggandeng tangan Leva, namun Leva tepis. Tak biasanya Leva bersikap seperti itu pada kakaknya. Ada sebuah kejanggalan dalam diri Leva, entah itu memang Leva yg menyembunyikan sesuatu, ataukah Arsen yg terlalu posesif pada Leva??
"Lev, lo disuruh Milka ke ruang musik, udah ditunggu" Ucap Axel ketika melihat Leva berjalan menuju kelasnya.
Sikapnya sama seperti kepada Arsen, Leva melenggang pergi begitu saja tanpa menjawab obrolan Axel.
"Leva kenapa?" Tanya Axel ketika melihat sikap Leva yg agak aneh dari biasanya.
"Gak tau, dari tadi juga gitu" Ucap Arsen yg tiba-tiba muncul setelah Leva pergi.
_&_
Leva sedang menyusuri koridor sekolah, ia berjalan menuju ruang musik yg terletak di lantai 2. Tangga demi tangga telah ia lewati tanpa hambatan. Akhirnya ia telah sampai di depan pintu ber cat grey bertuliskan RUANG MUSIK.
Ia mulai melangkahkan kaki dan memasuki ruang musik, disana sudah terlihat Milka yg sudah bermain piano, alunan musik nya terdengar menyeruak ke dalam gendang telinga Leva. Ia terbawa suasana, melodi mengalun bersama nada-nada yg indah.
Masih ku ingat selalu,
Saat kau berjanji padaku,
Takkan pernah ada, cinta yg lainnya,
Terasa begitu indah.
Alunan suara mulai terdengar, suara Milka sangat lembut nan indah, sepertinya Milka tak menyadari keberadaan Leva sekarang.
Namun semua berbeda,
Saat kau kenali dirinya,
Sadarkah dirimu,
Diriku terluka,
Saat kau sebut namanya.
Milka menoleh, ternyata yg menyanyi adalah Leva, suara Leva sangat indah nan merdu. Leva sangat menyukai lagu itu.
Leva mulai menghampiri Milka, ia mengambil gitar kebanggaan nya, dan berakhir dengan dengan duduk di sebelah Milka yg jari jemarinya masih terpaut dengan keyboard.
"Lanjut" Ucap Leva.
Leva mulai memetik gitarnya dengan penuh senyuman yg terbit di celah-celah bibirnya.
Milka mulai menekan satu persatu keyboard menggunakan jari jemarinya.
Aku memang manusia biasa,
Yang tak sempurna,
Dan kadang salah,
Namun di hatiku hanya satu,
Cinta untukmu,
Luar biasaa.
Nyanyian dari mereka berdua dengan suara lembut, halus , nan indah jika didengar.
_&_
Kini Arga, Arsen, dan Axel sedang berada di rooftop sekolah. Arga dengan penampilan kemeja seragam dikeluarkan, rambut acak-acakan, terkesan seperti bukan berangkat ke sekolah.
Axel juga berpenampilan sama dengan Arga, tindik di bagian telinga, serta cat rambut yg bewarna warni, yg nampak seperti pelangi, seluruh kancing kemejanya ia buka, hingga menampakkan kaos dalamnya yg bewarna hitam, yg terkesan seperti preman pasar.
Arsen hanya tampil seperti Arga, tak terlalu berlebihan, karena Arsen tau dampak jika ia mengecat rambut serta memakai tindik, dampaknya adalah ia akan dimarahi habis-habisan oleh ibu negara, dan Leva.
"Lo emang beneran punya geng Sen?" Tanya Axel yg masih duduk di kursi yg telah disediakan sebelumnya.
"Lo mau gabung?" Tanya Arsen balik.
"Nama geng?" Tanya Arga yg duduk dengan salah satu kaki yg berada di lantai rooftop dan yg satu ia taruh di kursi.
"Geng Vanostra" ucap Arsen dengan menunjukkan sebuah jaket kulit kebanggaan yg berlogo sebuah singa menggaung.
"Keren tuh jaket, gue mau" Ucap Axel yg tiba-tiba merampas jaket milik Arsen.
"Gabung dulu, baru minta jaket" Dengus Arsen yg menghadapi pergerakan Axel secara tiba-tiba.
"Slogan?" Tanya Arga yg sudah terpaut rasa penasaran pada geng Vanostra.
"Jutaan langkah bermula dari satu langkah. Akan ada cerita di setiap kilometernya." Ucap Arsen dengan senyuman merekah.
"Jalanan adalah rumahku, motor adalah nyawaku" Ucap Arga dengan terkekeh.
"Bisa aja lo Ga" Ucap Arsen yg mengumpati tawanya.
"Gimana Ga?" Tanya Axel dengan maksud sekaligus niat untuk mengajak Arga.
"Gue ikut" Ucap Arga dengan menjabat tangan Arsen.
"Gue juga!" Ucap Axel yg mengambil alih jabatan tangan Arsen.
"Gue bangga sama kalian berdua" Ucap Arsen dengan menepuk bahu keduanya.
"Syarat?" Tanya Arga yg sedang tertarik untuk mengikuti geng.
"Khusus kalian berdua gak perlu syarat, cukup kalian berdua nanti datang ke markas jam 7 malam, nanti kita peresmian anggota" Ucap Arsen dengan bangganya sebagai seorang leader.
Arga dan Axel merasa sangat bahagia sekaligus bangga, karena mereka berdua akan menjadi anggota geng.
Lihat saja! Axel sudah senyum-senyum sendiri membayangkan betapa senangnya manjadi salah seorang anggota di geng Vanostra. Axel nampak seperti orang gila, Arga dan Arsen yg melihat saja sudah bergidik ngeri.
"Gila lo!" Ucap Arsen yg sedang menimpuk muka Axel dengan dasi abu-abu nya.
"Ganggu aja lo, gue tadi sedang berhayal jadi anggota geng Vanostra" Kesal Axel yg khayalan nya diganggu oleh Arsen.
"Gue gak jadiin lo sebagai anggota" Ucap Arsen dengan senyuman smirk nya.
"Nah terus, oh gue tau pasti lo jadiin gue sebagi wakil lo kan?" Ucap Axel sembari menaik turunkan sebelah alisnya.
"Gak!" Bantah Arsen.
"Terus?" Tanya Axel yg mulai merasa ada yg tidak beres dengan Arsen.
"BABU" Ucap Arsen dan Arga secara bersamaan.
Kemudian mereka bertiga tertawa lepas bersama, betapa indah nan manisnya persahabatan mereka. Percayalah, bukan pengkhianatan yang akan mengakhirkan mereka, namun pertemanan abadi yang akan menemani mereka hingga akhir hayat. Mereka memiliki pengertian terhadap setiap perbedaan.
Sebuah berkah bagi persahabatan yang bisa melakukan hal bodoh bersama.
-----------