Chereads / Pernikahan Darurat / Chapter 18 - 18. Hadiah

Chapter 18 - 18. Hadiah

Sang surya nampaknya tengah bergembira saat ini, ia memancarkan sinarnya dengan baik dan cerah padahal waktu masih sangat pagi. Seorang gadis yang semulanya tengah tertidur dengan tenang di balik gelungan selimut pun merasa terganggu karena pancaran dari sinar matahari tersebut. Kakinya langsung menendang selimut begitu saja lalu mengambil posisi duduk dengan segera. Nyawanya benar-benar belum terkumpul sempurna.

Matanya masih terpejam dengan tangan yang menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Perlahan namun pasti, mata sipit yang berwarna biru di sebelah kanannya serta hijau di sebelah kirinya itu terbuka membuat dirinya tersadar jika saat ini tengah menginap di kediaman orang tuanya. Semalam ia sedikit terlambat tidur karena memikirkan pertanyaan sialan yang dilontarkan oleh sang bunda kepadanya. Dan hari ini, ia hanya ingin bersantai ria karena hari ini adalah hari liburnya. Shareen sudah membuat temu janji bersama dengan Rara, jadi ia akan menghabiskan satu hari penuh bersama dengan gadis tersebut.

Tangannya yang malas langsung berusaha meraih gelas di nakas dan menegak air putih yang berada di gelas hingga tuntas hingga mengikis rasa dahaga dalam tenggorokannya. Gadis yang memakai piama bermotif hello kitty tersebut melirik matanya dengan anggun ke arah jam dinding, sudah pukul sembilan pagi rupanya, oleh karena itu matahari menyinari bumi dengan terik sekali.

"Huh, ayo semangat menjalani kehidupan yang penuh suka dan penuh dengan duka, Shareen!" ujarnya dengan penuh ketegasan dan semangat. Tangannya langsung menepuk dada berkali-kali, supaya ia memang bisa merealisasikan apa yang ia ucapkan — semangat menjalani kehidupan yang penuh suka dan duka.

***

"Pagi, Mommy! Pagi, Daddy!" sapa Shareen sembari mengecup pipi kedua orang tuanya. Ia langsung duduk di meja makan dengan pakaian yang rapi. Dress berwarna putih dengan sabuk berwarna silver yang ia kenakan membuatnya semakin terlihat sangat anggun. Rambutnya pun ia urai dengan rapi.

"Pagi, Kesayangan!" sapa balik kedua orang tuanya dengan berbarengan. Audrey yang tengah menyiapkan makanan untuk suaminya langsung duduk begitu saja di sebelah Shareen yang tengah menegak segelas air putih. Semenjak dini memang Shareen sering sekali meminum air putih karena itu ajaran yang selalu diajarkan oleh Audrey. Air putih sangat lah baik untuk kesehatan.

"Mah, Pah, Shareen hari ini mau pergi sama Rara, mau nemenin Rara belanja. Boleh, ya?" izin Shareen dengan memberikan puppy eyes-nya. Salah satu tips sedari dulu yang selalu gadis itu gunakan.

"Oke, jangan terlalu malam pulangnya, ya. Ada yang mau mamah sama papah bicarakan nanti."

***

Pusat perbelanjaan atau yang kerap kali disebut dengan mall merupakan tempat paling umum didatangi, terlebih oleh kedua sahabat untuk menghabiskan waktu luang mereka secara bersamaan. Hari ini sebenarnya rencana mereka berdua adalah membeli beberapa barang untuk pernikahan Rara, sebenarnya bukan barang formal yang memang harus ada di saat pernikahan, namun Rara hanya berinisiatif membeli beberapa barang untuk dirinya dan calon suami yang nampaknya berguna di kemudian hari.

Shareen hanya menemani Rara saja, pun ia juga berniat memberikan beberapa hadiah kepada gadis yang notabenenya adalah sahabatnya itu. Tangan gemulai Shareen memegang sebuah tas cantik yang sangat mewah sekali. Berwarna hitam dengan ornamen cantik membuat gadis tersebut tersenyum. Ia langsung berjalan mendekati sang sahabat yang sedang memilih-milih beberapa tas branded juga, tangannya menarik sang sahabat membuat sang empu langsung memekik kencang.

"Ish! Lo apa-apaan sih, Reen?" teriak gadis tersebut dengan tangan yang menepis genggaman Shareen, saat genggaman terlepas, ia langsung meniup pergelangan tangannya yang memerah.

"Nih, lo suka enggak? Menurut gue sih bagus. Kalau lo mau, lo bisa ambil, gue sebenernya ada niat untuk beliin lo hadiah, cuma bingung aja mau beliin apa. Nah, setelah gue menemukan tas ini, gue kepikiran buat beli dan kasih ke lo." Shareen memang tidak pernah ada kata manis-manisnya. Gadis berusia dua puluh empat tahun itu tidak pernah diajarkan untuk bersifat romantis kepada sahabat, bahkan memberikan hadiah harus berbicara sefrontal serta sesimpel ini.

Decakan sebal dari Rara langsung membuat Shareen merotasikan bola matanya, ia sudah mengetahui jika sebentar lagi Rara pasti akan mengomel penuh dengan kuliah tujuh menit yang selalu didengarkan Shareen saat sedang kuliah subuh di saat bulan puasa.

"Lo jadi sahabat enggak ada romantis-romantisnya ya emang! Kenapa gak lo beli sendiri coba? Terus dibungkus pakai bungkus kado mewah nan berkelas, dikasih beberapa tulisan yang membuat gue jadi semakin bahagia, terus lo kasih ke gue sambil pel—" Ucapan Rara tiba-tiba berhenti saat Shareen menutup mulut gadis tersebut dengan satu jemari telunjuknya.

"Berisik deh lo! Ribet tau enggak kayak gitu? Gue males!" timpal Shareen yang langsung mengambil tas incarannya kemudian memberikan kepada sang sahabat. "Sebentar lagi lo mau nikah, jadi enggak usah banyak omong ya, ntar suami lo kagak betah sama lo. Udah ayo buruan keluar! Gue laper!"

Lihat lah kelakuan Shareen itu, benar-benar tidak memperlihatkan jika ia adalah gadis anggun yang senang bersahabat dengan Rara. Bahkan memberikan hadiah dengan kata-kata cemoohan seperti ini, menyebalkan sekali, bukan? Entah mau bagaimana lagi Rara harus berkata-kata.

"Punya sahabat gini amat perasaan," cibir Rara dengan hati yang mencelos begitu saja.

***

Usai menemani Rara berbelanja, tentu saja Shareen meminta untuk segera makan siang. Ia bahkan tak segan-segan menggeret tubuh sahabatnya itu saat mulai berkeliaran melihat barang-barang apik yang tengah dipajang. Ia paham jika Rara bisa kapan saja tergiur oleh barang-barang yang dipajang tersebut dan memutuskan untuk mendatangi toko tersebut, yang nantinya akan membuat mereka berdua mulur makan siang.

"Ra, gue mau tanya, deh." Merasa cukup hening dengan keadaan makan siang ini, akhirnya Shareen memutuskan untuk membahas suatu topik yang menurutnya perlu dibicarakan. Semalaman Shareen memikirkan hal tersebut, pun Shareen menginginkan jawaban valid dari orang-orang yang lebih berpengalaman darinya.

Rara yang sedang memakan es krim hanya mengangkat kedua alisnya penuh tanya. Kedua bahunya diangkat lebar-lebar setelah itu disandarkan ke sandaran kursi. Hatinya mengatakan jika pembahasan ini akan sangat panjang dan lebar sehingga ia membutuhkan kenyamanan dalam duduk rapi. "Tanya aja, jangan sampai lo mati penasaran gegara gak tanya," ledeknya dengan juluran lidah beberapa detik kemudian.

"Kampret!" balas Shareen dengan tatapan nyalang. Ia menyeruput segelas es coklatnya sebelum bertanya. "Gimana rasanya tunangan?"

Gotcha! Tebakan Rara memang benar-benar sempurna, pembahasan yang akan dibahas memang pembahasan serius, pembahasan yang dibahas memang mengantarkan kedua gadis tersebut ke pembicaraan orang dewasa dan suka dukanya kehidupan sehingga membutuhkan waktu panjang untuk membicarakannya.

"Ya biasa aja sih sebenarnya. Cuma ngerasa kayak kita semakin dewasa aja, ngerasa juga kalau kita lebih mengerti gimana susah sama senengnya kehidupan. Tunangan juga enggak melibatkan satu kepala atau satu orang juga, kan? Jadi ya dengan bertunangan membuat kita lebih menghargai pendapat serta lebih terbuka aja sih. Masalahnya bertunangan pasti mengarah ke perbincangan lebih lanjut yakni pernikahan, menyangkut dua orang, dua keluarga, dua orang tua, dan lain sebagainya. Jadi enggak bisa ngambil keputusan sendiri, enggak boleh egois. Pokoknya harus belajar banyak lah," jawab Rara dengan jujur. Tidak ada satu pun yang ia tutupi. Ia tidak mau jika sahabatnya yang tengah kebingungan setengah mati semakin merasa kebingungan karena tidak mendapatkan jawaban yang tepat jua.

"Hm ... menarik!"