Seusai menyelesaikan makan malam, Shareen berbincang kecil dengan kedua orang tuanya yang sedang berada di ruang tamu. Mereka juga ditemani dengan satu toples kue kering dengan masing-masing meminum jus alpukat yang rasanya sangat lezat sekali. Pun, dari mereka tidak ada yang mendistraksikan diri dari banyak hal, tidak ada yang membuka ponsel, tidak ada yang melamun memikirkan hal yang lain, bahkan tidak ada yang menyalakan televisi.
Sudah menjadi tradisi dari keluarga ini sebenarnya jika di saat pertama kali bertemu untuk waktu yang lama sekali, mereka akan fokus berbicara dan fokus pada obrolan yang membuat mereka kembali rekat. Mereka juga sudah terbiasa mendisiplinkan diri untuk selalu menghormati semua orang yang berbicara, sehingga tidak ada lagi yang melakukan aktivitas lain selain mendengarkan. Pola pikir yang memang harus ditanamkan semenjak diri.
"Gimana perusahaan kamu, Shareen? Oke semuanya, kan?" tanya Aditya memastikan kepada putrinya. Sesungguhnya pria yang sudah menginjakkan usia di kepala lima itu sangat percaya dengan Shareen, ia tahu jika sang putri sangat lah berpotensi besar untuk sukses di jenjang karirnya yang sedang melonjak saat ini. Jadi, ia tidak perlu meragukan apapun lagi.
Shareen mengulas senyum tipis. Ia langsung mengangguk singkat sebelum akhirnya memegang kedua tangan orang tuanya dan diletakkan di pipi gadis tersebut. "Berkat mamah sama papah, Shareen jadi sukses kayak gini. Mamah sama papah selalu mengajarkan yang terbaik untuk Shareen. Jadi, kalian berdua enggak usah khawatir lagi sama Shareen, Shareen baik-baik aja. Makasih ya, Mah, Pah. Makasih untuk semua kepercayaan yang kalian berikan ke Shareen."
Aditya serta Audrey mengangguk bersamaan, kedua orang tua tersebut langsung memeluk putrinya dengan baik dan mengecup putrinya singkat. "My pleasure, Ma Princess. Papah akan selalu percaya kalau kamu adalah yang terbaik. Papah tau kalau kamu emang bisa melewati ini semua sampai akhirnya sukses."
Menjadi anak perempuan satu-satunya alias semata wayang memang membuat Shareen dilimpahkan begitu banyak kasih sayang, Shareen juga selalu diajarkan bagaimana hal yang baik serta hal yang buruk. Pola pikir serta mindset-nya selalu diajarkan oleh Audrey sedari kecil sehingga Shareen yang dewasa saat ini sudah bisa membuat berbagai macam bisnis berkat mindset serta pola pikirnya yang selalu maju.
Tatapan Shareen menuju ke setiap manik mata sang ayah serta sang ibu. Gadis tersebut adalah gadis yang sangat beruntung memiliki kedua orang tua yang selalu bisa memberikan support kepadanya di kala suka nan duka. "Thank you, Mom!" ujar Shareen sembari memeluk sang bunda juga.
"My pleasure, Sweetie. Ah iya, kamu ada niatan apa lagi setelah ini? Apa kamu mau bikin cabang baru? Atau kamu mau melakukan apa lagi selanjutnya?" Begitu yang selalu Audrey tanyakan kepada Shareen, ia akan selalu menanyakan hal yang membuat Shareen berpikir keras hingga yakin kemudian memutuskan yang menurutnya menjadi yang terbaik.
Gadis dengan dress tosca tersebut mengetukkan jemarinya di dagu, berpikir sejenak tentang pertanyaan yang sebenarnya belum memiliki jawaban di benak. Bahkan, Shareen belum memikirkan bagaimana selanjutnya. Saat ini Shareen hanya akan enjoy terhadap dunianya lalu akan mengupgrade diri menjadi lebih baik lagi saat ia sudah memiliki sebuah rencana.
"Iya, Sayang. Papah juga sebenarnya ingin tau bagaimana rencana kamu ke depannya. Kamu mau kuliah? Mau membuat bisnis baru? Atau bagaimana?" Aditya langsung memberikan pro kepada sang istri, ia sebenarnya sudah lama ingin bertanya hal tersebut kepada Shareen, namun selalu saja kelupaan.
"Sebenarnya Shareen belum memiliki rencana untuk ke depannya sih, Mah, Pah. Masih menikmati hari serta kehidupan layaknya air mengalir aja dulu. But, dalam hati Shareen pengen lanjutin kuliah sambil buka cabang, tapi belum tau juga ke depannya gimana. Apa bisa keduanya berjalan lancar, atau mungkin Shareen harus melakukan satu hal terlebih dahulu." Shareen menjawab dengan penuh kejujuran, sedikit membuat kedua orang tuanya tersentak.
Aditya dan Audrey sangat tahu jika Shareen sangat lah ambisius, apapun yang Shareen inginkan akan ia pikirkan dengan matang-matang, tidak seperti sekarang ini yang mendadak kebingungan dan nampak tidak yakin dengan keinginannya sendiri.
"Kok gitu sih, Sayang? Seharusnya kamu yakin dong sama keputusan kamu. Mamah enggak nyangka kalau kamu enggak punya rencana kayak gini. Sekarang pikirin ya. Hidup enggak bisa terus berjalan seperti ini terus, akan ada naik dan turunnya. Kamu harus yakin sama tujuan kamu." Audrey langsung menceramahi putrinya dengan sedikit tegas. Bukan, bukan maksud jika sang ibu tersebut memaksa, ia hanya menginginkan yang terbaik saja untuk putrinya. "Oh iya, kamu udah punya pacar belum, Shareen? Mamah enggak pernah liat kamu bawa sama kenalin pacar kamu ke sini."
Seketika tubuh Shareen langsung menegang mendengarkan perkataan dari sang bunda. Ia meremas jemarinya dan menggigit pipi bagian dalamnya sendiri. Tidak, Shareen tidak pernah menyukai pembahasan seperti ini. Shareen tidak pernah juga ada yang membahas hal seperti ini di hadapannya.
"Mah ... Shareen rasa enggak perlu pacaran atau semacam itu, deh. Shareen belum mau pacaran, Shareen juga masih mau meningkatkan karir Shareen dulu. Untuk saat ini, jujur Shareen belum memikirkan itu semua."
Helaan napas dari Audrey membuktikan jika wanita berusia lima puluh tahunan itu cukup kecewa dengan jawaban putri semata wayangnya. Ini yang ia tidak sukai dari Shareen, putrinya terlalu ambisius sampai tidak pernah menganggap bahwa berhubungan dengan lawan jenis juga sangat perlu di usianya.
"Shareen ... bukan kayak gini, Nak. Kamu sudah dewasa, di saat Mikael saja sudah memiliki calon, masa kamu belum? Kalau seperti ini terus, kapan kamu menikah?" Audrey memberikan jeda sejenak untuk anaknya berpikir secara realistis. Usianya sudah menginjak ke angka dua puluh empat tahun, paling tidak di usianya tersebut sudah seharusnya menggandeng pria yang akan menjadi jodoh seumur hidupnya. "Mamah juga denger kalau Rara sebentar lagi mau menikah, Shareen. Jadi, mamah mau secepatnya kamu menyusul mereka. Seenggaknya punya calon terlebih dahulu. Itu sudah membuat mamah jauh lebih senang."
Hening, tidak ada yang mau berbicara apapun juga. Evelyn tidak mau berbicara karena ia sendiri tidak tahu mau membalas apa perkataan sang bunda, sedangkan sang kepala rumah tangga hanya diam dan berusaha membiarkan kedua orang yang menjadi ibu serta anak tersebut berpikir masing-masing. Biarkan sang ibu menasihati putrinya dan biarkan sang putri memikirkan bagaimana kelanjutan dari hidupnya.
"Papah sebenarnya tidak terlalu memaksa kamu, Shareen. Kalau memang kamu belum ingin memiliki pasangan, tidak masalah. Hanya saja usia kamu ini sudah sewajarnya memiliki pasangan. Teman-teman kamu sudah banyak yang mau menikah, mereka bahagia dengan pasangan mereka. Begitu juga yang papah inginkan dari kamu. Papah ingin kamu bahagia dengan pasangan kamu. Jangan cuma diam di tempat ya, Nak. Usaha yang terbaik untuk menemukan sang tambatan hati. Papah yakin jika kamu pasti akan menemukannya segera." Setelah sekian lama hening tercipta, akhirnya Aditya memutuskan untuk angkat suara. Tidak mendukung sang istri, namun memberikan pengertian pada sang putri.