'Bagaimana aku tidak merindumu bila setiap aku menutup mata, maka hanya hadir bayangmu yang ada. Dan setiap kuterdiam, gerakan si mungil di rahimku selalu mengingatkanku, kalau kamu adalah pemiliknya, yang menghadirkannya di tubuhku,'
'Bayi kita adalah bukti, betapa aku dan kamu saling mencintai. Dan sebagai pengingat bagi diriku sendiri, di saat semua orang membenciku, kamu dan anak kita selalu bersamaku,'
Ucap Mayang dalam hati sembari tersenyum memandang sebuah foto tiga dimensi hasil USG kandungannya. Dan juga selembar kertas berisi hasil pemeriksaan kandungannya. Sementara tangan yang satunya, mengelus perut buncit yang terus saja bergerak aktif dari dalam.
Mayang Vianney Reksa, seorang gadis belia nan cantik berusia sembilan belas tahun, yang baru saja meluluskan Sekolah Menengah Akhirnya.
Mayang semakin manis terlihat dengan sweeter berlengan panjang berwarna merah maroon yang dibalut kimono cardigan bercorak senada sehingga mencetak bentuk perutnya yang besar menjadi lebih jelas.
Angannya melambung, menatap jauh ke depan. Namun, tatapannya kosong karena saat ini kembali terekam di benaknya, malam panas yang Mayang habiskan bersama pria yang ia yakini sebagai tunangannya.
***
Malam perpisahan sekolah yang harusnya gembira dan membekas indah, berubah menjadi malam yang panas yang tidak dapat ia bayangkan sebelumnya.
Saat tubuhnya terasa terbakar dan membuatnya sangat tidak nyaman. Dan entah mengapa terlintas keinginan bercinta dengan pria di dekatnya saat itu, yang dianggap Mayang dapat membebaskannya dari rasa sakit yang mengikat tubuhnya.
Mayang menempelkan tubuhnya yang sudah sangat meremang ke tubuh pria gagah di depannya. Pertahanan akal sehatnya sudah terbuang jauh saat naluri ingin tetap hidup menguasainya.
Rasa sakit bercampur dengan kenikmatan semakin terpacu sedikit demi sedikit. Gelora yang memuncak, membuatnya terlena dan lupa tentang batas dan aturan yang ada.
Mayang menikmati setiap gerakan dan aksi yang dilakukan pria yang dianggapnya kekasih sekaligus tunangannya itu.
Angannya terus saja menampilkan adegan demi adegan panas yang membuat wajahnya memerah. Dan Mayang baru sadar dan malu saat suara seorang wanita membuyarkan khayalan kotornya di sore itu.
"Maaf Nona, kliniknya sudah akan ditutup, Nona bisa menunggu di luar kalau mau, di sana juga ada tempat duduk yang nyaman. Lagipula ini sudah sangat sore, dan Nona sebaiknya pulang. Udara dingin tidak akan bagus untuk perkembangan bayimu!"
Perkataan lembut wanita berpakaian perawat itu membuat Mayang mengangguk dan beranjak dari tempat duduknya.
"Baik, terima kasih!" Mayang menjawab perawat tersebut tak kalah ramah.
"Biasanya Nona akan langsung pulang setelah selesai pemeriksaan, tapi kenapa sekarang masih duduk di sini?" sang perawat kembali bertanya.
"Saya menunggu tunangan saya di sini. Hari ini kami berjanji bertemu untuk pemeriksaan, tapi sepertinya dia terlambat. Mungkin penerbangannya tertunda atau dia kembali ke apartemennya lebih dulu," Mayang menjelaskan sambil tersenyum.
Suster ramah tersebut membantu Mayang bangkit dari tempat duduk dan menyerahkan sepotong kertas berwarna kuning pudar padanya.
"Ini resep vitaminnya. Dokter Roni berpesan agar kamu datang kembali lagi minggu depan!" ucap perawat itu lagi.
Mayang menerima resep yang diberikan, dan menyimpan dengan hati-hati ke dalam tas sandang kecilnya.
"Terima kasih, Suster. Saya pulang dulu, sampai jumpa!" Mayang memberi salam perpisahan pada perawat ramah tersebut.
Mayang meninggalkan klinik persalinan dan berjalan ke pinggir jalan untuk memberhentikan taksi. Dengan senyum merekah di sepanjang perjalanannya menuju apartemen sang kekasih.
Hari ini Mayang sangat bahagia karena Alden Rajasa, sang tunangan akan kembali ke ibu kota untuk melamarnya secara resmi. Dan mereka akan menikah setelah bayi mereka lahir. Begitulah yang Alden katakan pada Mayang seminggu yang lalu.
Alden masih melanjutkan pendidikannya di luar negeri. Karena Alden merupakan putra tunggal sekaligus pewaris keluarga Rajasa, maka ia harus benar-benar dididik menjadi pewaris yang matang untuk keluarganya.
Keluarga Rajasa adalah nama keluarga yang termasuk dalam deretan dua puluh keluarga terkaya di negeri Indonesia. Yang memiliki puluhan cabang perbelanjaan furniture dan kerajinan lokal yang tersebar di sepanjang nusantara.
Perusahan yang termasuk penyumbang devisa Negara terbesar dalam bidang pariwisata, karena produk yang dihasilkan selalu menarik minat wisatawan local maupun mancanegara, untuk terus datang membeli hasil produksi mereka.
Dan Alden harus bisa menjadi pewaris tunggal yang hebat untuk mengatur kestabilan bisnis keluarganya.
Kabar Mayang yang mengandung anak Alden di usia mereka yang masih sangat muda, membuat orang tua Alden malu dan lantas mengirim Alden jauh dari Mayang, agar Mayang tidak semakin merusak masa depan anak mereka.
Meski jauh, Alden tetap menghubungi Mayang walau hanya sebulan sekali. Dan Mayang sudah sangat bersyukur dengan itu.
Hari ini, Alden berjanji akan menemui Mayang saat ia sudah tiba di kota ini.
Hari sudah redup saat Mayang meninggalkan klinik. Tapi Alden belum juga menampakkan dirinya. Hingga membuat Mayang berpikiran untuk mendatangi Alden di apartemen milik Alden, karena mungkin saja, Alden akan mendatangi apartemennya lebih dulu sebelum menemui Mayang.
Mayang menempuh perjalanan selama setengah jam untuk tiba di depan apartemen mewah milik Alden. Sesampainya di sana, Mayang langsung meminta kunci kamar pada reseptionis yang biasa ia temui.
Seperti biasa, reseptionis tersebut begitu ramah bicara kepada Mayang, karena perangai Mayang yang baik dan juga ramah pada setiap orang.
Mayang sudah seperti pemilik asli kamar bernomor 035 tersebut, karena dalam satu minggu, Mayang selalu datang ke sana setelah Mayang pulang les. Tentu saja, Mayang menginap di apartemen milik Alden atas seizin Alden sendiri.
Dan kali ini saat Mayang kembali dengan senyum bahagia, dan masuk ke dalam kamar apartemen tersebut tanpa aba-aba, Mayang langsung terkesiap saat melihat beberapa potong pakaian wanita tercecer di lantai.
Tubuh Mayang menegang tidak percaya. Kakinya seakan bergetar untuk menahan tubuhnya yang lemas saat mendengar suara wanita muda bernyanyi di dalam kamar mandi di kamar tersebut.
'Apa aku salah memasuki kamar? Mengapa ada wanita lain di kamar ini?' tanya Mayang dalam hati.
'Tidak, aku tidak salah memasuki kamar. Ini kamar 035. Kamar milik Kak Alden. Tapi, siapa wanita yang ada di sini sekarang?' lanjut Mayang saat yakin kalau ia memang memasuki kamar yang benar.
Mayang berjalan pelan dan membungkuk dengan kesusahan untuk mengambil pakaian wanita yang ada di lantai. Dan saat gaun seksi berwarna merah tersebut diangkat, mata Mayang langsung tertuju pada celana dalam pria yang tertinggal di bawah.
Mayang langsung mengedarkan pandangannya ke segala arah di dalam ruangan. Air matanya langsung turun. Tangan Mayang dengan cepat menutup mulutnya yang terbuka untuk menahan suara tangis yang akan keluar.
Di sudut ruangan, Mayang melihat tiga koper besar milik Alden yang menandakan kalau sang kekasih sudah tiba di sana.
'Kak Alden sudah pulang? Tapi kenapa dia tidak menghampiriku di klinik? Dan apa yang dilakukan Kak Alden? Di mana dia sekarang?'
Mayang terus bertanya-tanya dalam hatinya sembari meremas erat pakaian merah di tangannya, tanpa mengalihkan pandangannya dari celana dalam pria di lantai.
Tak lama, seorang gadis muda nan cantik seusia Mayang, keluar dari kamar mandi dengan memakai handuk putih yang hanya menutupi setengah bagian tubuhnya. Dengan rambut panjangnya yang basah terurai membuat kesan seksi di tubuh wanita muda itu terlihat jelas.
Dewina Zalya Reksa, saudara angkat Mayang yang dibesarkan di keluarga Mayang dan dianggap sebagai anak emas di keluarga Reksa.
"De-Dewina?" Mayang berucap terbata sembari melebarkan matanya tidak percaya.
Sementara Dewina hanya tersenyum seakan menertawakan kekagetan Mayang saat melihatnya.
Dengan langkah bak model yang berjalan melenggak-lenggokkan tubuh seksinya, Dewina mendekati Mayang.
"Kenapa? Apa kau kaget melihatku ada di sini?" Dewina berdecih meremehkan Mayang. Dengan santainya, Dewina duduk di pinggiran ranjang Alden yang biasanya dipakai Mayang untuk beristirahat.
"Jangan melewati batasanmu, Dewina! Untuk apa kau di sini? Kamu tahu dengan jelas, ini adalah apartemen milik Kak Alden! Lalu apa yang kau lakukan di sini?" bentak Mayang pada Dewina.
"Aku sangat tahu kalau kamar ini milik Kak Alden. Lalu, apa yang kau lakukan di sini? Aku tidak ada bedanya denganmu, Mayang!" Dewina membalikkan pertanyaan Mayang.
"Kamu yang harus menjaga mulutmu dan tahu diri! Aku di sini karena aku memiliki hak. Aku tunangan Kak Alden, dan sebentar lagi kami akan menikah! Kau hanya pengganggu di hidupku, Dewina! Pergilah, dasar gadis murahan!" Mayang membentak Dewina lagi.
"Apa? Aku harus menjaga sikapku? Kau mengataiku dengan sebutan wanita murahan? Lalu kau sendiri wanita seperti apa? Apa kau tidak malu mengakui dirimu sebagai tunangan Kak Alden, hah?" Dewina berkata dengan lantang setelah merasa terhina dengan ucapan Mayang.
"Menikah katamu? Jangan bermimpi! Kau tidak akan menikah dengan Kak Alden. Jangan menganggap dirimu begitu tinggi setelah mengandung anak haram di rahimmu, Mayang! Anak itu bukan milik Kak Alden. Anak itu adalah anak haram pria lain yang menghabiskan malam denganmu!"
Dewina menyelesaikan kalimat yang membuat Mayang tercengang. Bak disambar petir di siang hari, jiwa Mayang terguncang kaget.
"Omong kosong! Anak ini milik Kak Alden! Meski aku tidak mengingat kejadian malam itu, tapi aku yakin aku bersama Kak Alden dan dia juga mengakuinya padaku! Kau jangan mencoba membohongiku, Dewina!" Mayang menyangkal ucapan Dewina yang terdengar membual.
"Omong kosong? Kamu dan bayi di kandunganmu itulah omong kosong yang sebenarnya! Kau boleh saja tidak mengingat kejadian malam itu, tapi kumohon jangan bodoh, Mayang! Bagaimana mungkin Kak Alden akan menerimamu yang sudah kotor dan ternodai pria lain? Dan lagi, kau membawa penghianatanmu padanya dengan memutuskan melahirkan anak haram itu!" Dewina mengungkapkan fakta yang sama sekali tidak diketahui Mayang sejak saat itu.
Membuat Mayang terdiam dengan air mata yang berlinang tanpa suara tangis.
Sementara itu, Dewina hanya tersenyum senang melihat wajah bodoh Mayang yang masih naïf itu.
"Sadarilah kebodohanmu, Mayang! Ingat kembali, apa kamu melihat wajah yang bersamamu malam itu? Apa kamu tahu pasti kalau itu memang Kak Alden?" Kali ini kalimat Dewina membuat wajah Mayang pucat hingga memaksanya mengingat apa yang terjadi pada malam itu.
Mayang berfikir tentang kebenaran yang dikatakan Dewina. Pria pada malam itu memang seperti bukan Alden.
Mayang sedikit mengingat postur tubuh pria pada malam itu terlihat lebih gagah dan sangat berbeda dari postur tubuh Alden yang masih remaja sepertinya.
Dan lagi, aroma parfume yang terendus di hidungnya berbeda dengan aroma parfume yang dipakai Alden biasanya.
Mayang membuka matanya lebar bersamaan dengan wajah pucat dan keringat dingin yang mulai mengalir dari dahinya saat mencocokkan ingatannya dengan apa yang baru saja Dewina katakan.
"Sudah ingat tentang pria liar mana yang tidur denganmu pada malam itu? Apa kamu yakin kamu sudah bermalam dengan Kak Alden?" Dewina mendekat dan berbisik di telinga Mayang.
Air mata Mayang berlinang dengan sendirinya. Ia menutup mulutnya yang terbuka seraya menahan tangis, saat pikirannya menerima semua kalimat yang dikatakan Dewina adalah kebenaran.
"J-Jadi, pria pada malam itu bukan Kak Alden? Dan aku melakukan hal itu bukan dengan Kak Alden? Lalu siapa ayah dari bayiku?"