Mayang sedang berusaha menyeimbangkan tubuhnya yang terasa lemas. Air mata sudah membasahi wajah cantiknya yang memucat. Perlahan, Mayang berjalan ke sofa di sampingnya, mencoba mencari tumpuan untuk tubuhnya yang bergetar hebat.
"Aku akan berbaik hati dengan membuka rahasia ini padamu sekarang," ucap Dewina sembari bersilang tangan di dadanya dan menatap jijik ke arah Mayang.
"Apa kamu masih ingat, waktu aku memberimu jus jeruk saat malam perpisahan sekolah kita?"
Pandangan Mayang beralih menatap Dewina. pikiranya otomatis memutar situasi pada malam itu lagi.
Saat itu, Mayang tengah menunggu kehadiran Alden, yang belum juga tiba di hotel tempat sekolah mereka mengadakan acara malam perpisahan bagi para siswa dan guru.
Mayang menunggu Alden di luar, tepatnya di depan pintu aula pertemuan yang tampak tertutup karena sudah tentu keberisikannya akan keluar bila pintu dibiarkan terbuka.
Karena Alden hanya alumni dari sekolah Dewina dan Mayang, jadi Alden tidak berkewajiban hadir tepat waktu seperti siswa lainnya. Kehadirannya hanya untuk menemani sang kekasih untuk menikmati malam keakraban dan perpisahan dengan teman seangkatannya.
Mayang dengan tenang menunggu sambil memainkan ponsel miliknya. Suara bising dari acara tersebut terdengar sejenak, saat seseorang membuka pintunya dan keluar dari aula.
Mayang menoleh dan melihat siapa yang masuk ataupun keluar dari pintu itu dan ternyata ada Dewina, saudara angkat yang tidak pernah menyukainya.
Nampak oleh Mayang, Dewina membawa dua gelas bening berisi cairan berwarna orange. Dan Mayang tahu kalau itu adalah jus jeruk, minuman yang disediakan panitia di acara tersebut.
"Kak Alden belum datang? Ini untukmu, minumlah!" tanya Dewina sembari menyerahkan satu gelas jus di tangannya untuk Mayang, sebelum Dewina meminum jus miliknya sendiri.
"Terima kasih! Mungkin jalanan sedang padat, jadi Kak Alden sedikit terlambat." Mayang tersenyum simpul, lalu meminum jus yang baru saja ia terima.
***
"Sudah ingat?" Dewina kembali mendekati Mayang dengan raut wajah puas saat melihat kepanikan saudaranya itu.
"Aku mencampurkan sesuatu yang akan membuat kamu senang dan melayang. Dan aku juga berbaik hati dengan mengirimkan pemuda gagah untuk memuaskan hasratmu malam itu," Dewina mengatakan siasatnya pada waktu itu, sambil menatap rendah pada Mayang.
"B-bukannya kamu bilang padaku, kalau Kak Alden yang menungguku di kamar hotel yang kamu sebutkan? Kamu menipuku?"
"Ya, memang aku mengatakan itu. Tapi, itu bohong, Mayang! Apa kamu tidak curiga, sewaktu kamu masuk ke kamar hotel dan Kak Alden malah tidak ada di sana?"
Perkataan Dewina barusan kembali mengantar memory otaknya untuk mengingat peristiwa itu. Saat itu Mayang tidak menemukan Alden di dalam kamar hotel.
Dan karena kepalanya yang sangat sakit, Mayang merebahkan tubuhnya di ranjang berukuran king size berbalut seprai putih bersih di sana.
Ia juga mengingat sedikit adegan panasnya dengan seorang pria yang ia yakini itu adalah kekasihnya, Alden.
"Saat aku yakin kamu sudah tidak sadarkan diri, aku menyewa dua orang pemuda jalanan untuk memuaskanmu malam itu. Aku baik, bukan? Siapa yang tahu, kalau kamu sungguh menikmatinya. Dan sampai menghasilkan anak haram di kandunganmu? Huh, menjijikkan!" ucap Dewina dan terus mengejek Mayang.
"Kau kejam Dewina! Apa maksudmu menjebakku seperti itu?" Mayang membentak Dewina yang terus tersenyum merendahkannya tanpa rasa bersalah sedikitpun.
"Tunggu! Kamu salah. Kak Aldenlah yang tidur bersamaku malam itu. Buktinya, dia mengakui kalau dialah ayah dari bayi di rahimku ini!" Mayang mencoba meyakinkan dirinya sendiri.
"Dasar gadis kampungan! Kenapa kamu menganggap tinggi pada dirimu sendiri? Tentu saja Kak Alden mengakui kalau dialah yang ada di kamar itu. Kak Alden melihat dirimu dengan keadaan tanpa busana. Kekasih mana yang tidak akan malu?" bentak Dewina.
"Diam! Tutup mulutmu, Dewina! Kamu pembohong! Kamu selalu tidak menyukaiku, bukan? Dan inilah alasanmu merancang kebohongan ini, bukan?" Mayang berteriak marah mendengar semua omong kosong Dewina yang sudah keterlaluan memfitnah dirinya dan anak di kandungannya.
Mayang berdiri dan menarik tangan Dewina dengan kasar dan mengguncangnya.
"Kenapa kamu melakukan semua ini, Dewina? Apa salahku padamu? Apa tidak cukup orang tua dan keluargaku yang kamu ambil dariku? Dan sekarang kamu mencoba mengusik hidupku lagi dengan semua kebohonganmu?!"
Dewina baru akan membalas dan menghempaskan tangannya dari genggaman Mayang, tapi sudut matanya melihat Alden yang baru saja masuk dari balik pintu dengan tenang dan belum menyadari kalau ada Mayang di sana.
"Mayang, kalau kamu ingin menyalahkan seseorang, salahkan aku saja jangan Kak Alden! Dia tidak tahu apapun tentang kejadian malam itu!"
Ekspresi Dewina berubah seketika. Hingga membuat Mayang terheran. Dan saat Mayang lengah, Dewina menjatuhkan tubuhnya sendiri ke sofa di belakang Mayang. Seakan-akan Mayang-lah yang mendorongnya.
"Mayang! Apa yang kamu lakukan?!" suara Alden terdengar membentak Mayang saat ia melihat tubuh Dewina terhentak keras ke sofa.
"Kamu baik-baik saja, Dewina?" tanya Alden pada Dewina yang sudah berbalik dengan cepat memeluk manja di dada bidang Alden.
"Aku tidak apa-apa. Terima kasih sudah bertanya. Dan maafkan aku karena sudah membuat Mayang marah. Aku hanya ingin mengatakan hal yang sebenarnya, kalau bayi di kandungan Mayang bukanlah milik Kak Alden," ucap Dewina penuh pengahayatan, sembari menangis haru di pelukan Alden.
"Sumpah demi apapun. Bukan aku yang mendorongnya, Dewina menjatuhkan tubuhnya sendiri ke sofa!" Mayang membela dirinya. Namun, Alden malah terdiam menatap Dewina yang terlihat sedih sekali.
"Tenanglah, kali ini biar aku yang menjelaskan pada Mayang," ucap Alden pada Dewina.
Alden menegakkan posisinya hingga berdiri dengan sempurna. Alden melangkah mendekati Mayang yang terdiam menatap wajah Alden.
Rindu yang teramat membuatnya menjadi wanita lemah. Tanpa sadar, Mayang merentangkan tangannya, dan hendak memeluk Alden kekasihnya.
"Tunggu, May! Tolong jagalah sikapmu!"
Dengan nada tegas, Alden menghentikan gerakan Mayang yang ingin memeluknya.
"Kak Alden, kenapa?"
Mayang terperangah memandang sosok kekasihnya yang terlihat berbeda. Air mata Mayang kembali mengalir.
"Mayang, maafkan aku," ucap Alden singkat, sebelum ia melanjutkan kalimatnya lagi.
"Kita memang menjalin hubungan sejak kita masih kecil. Sampai kita dipertemukan kembali di SMA yang sama. Aku sudah mengenal kamu dari dulu, sebelum kehidupan kamu berubah seperti sekarang,"
"Tapi aku tidak menyangka, sifat kamu berubah seiring hidup kamu yang semakin membaik. Kamu tidak seperti Mayang yang aku kenal dulu," ucap Alden yang berhasil membuat Mayang terperangah.
"Apa maksudmu, Kak? Aku tidak mengerti," Mayang mencoba mencari penjelasan.
"Maksudku, setelah identitasmu dan Dewina terungkap, sikap kamu berubah. Kamu lebih suka diam dan tidak ingin berbagi apa yang kamu fikiran denganku lagi. Tapi, kamu bisa dengan mudah berbaur dengan yang lain, dan kukira semua beban hidupmu sudah hilang,"
"Tapi pergaulan dan status ekonomi yang baru untukmu, berhasil merubah kamu menjadi perempuan yang baru juga. Kamu menjadi perempuaan liar, Mayang, hingga malam itu terjadi,"
"Aku dan Dewina mencari kamu. Dan kami menemukan kamu esok harinya di hotel dengan keadaan yang memalukan. Aku, rasanya ingin mati saja. Melihat kekasihku tidur tanpa busana di hotel yang sama tempat kalian mengadakan perpisahan sekolah,"
Alden menatap kecewa pada Mayang.
Wajah Mayang semakin pucat pasih, mendengar kenyataan dari mulut Alden sendiri.
"Bayangkan sendiri, May! Bagaimana rasa sakitku? Tapi aku tetap mencoba tegar, dengan masih menerima kamu dan mengakui kalau kamu berbuat hal menjijikkan itu denganku, karena aku mencintaimu!"
"Aku masih memikirkan masa depan kamu yang akan kembali terpuruk, bila orang tua kamu tahu kalau putri mereka telah mencoreng nama baik keluarga mereka dengan tidur dengan orang lain!"
"Dan ternyata benar. Setelah aku mengakui kalau akulah yang tidur denganmu dan sekaligus mengakui akulah ayah dari bayimu, keluargamu masih menerimamu dan merawatmu dengan baik hingga sekarang,"
"Tapi rasanya sungguh berat dan menyiksa, May. Aku tidak tahan lagi menanggung dosamu dan membohongi semua orang,"
"Kepulanganku kali ini, sebenarnya ingin mengutarakan perasaanku yang sebenarnya pada dirimu setelah semua yang telah terjadi di antara kita,"
"Mayang, aku…"
"Aku sudah tidak mencintaimu! Mari kita akhiri ikatan yang tanpa perasaan ini! Lepaskanlah aku dari belenggu kebohongan dalam hidup kita ini!"
Bersambung...