Hai, perkenalkan aku Inadita Adara Kimanuel. Panggil saja aku Nadita. Aku seorang gadis gendut. Resiko mempunyai badan seperti itu sangat melelahkan. Aku sudah terbiasa sejak kecil mendapatkan candaan, cacian, dan ucapan membandingkan aku dengan saudari ku yang sangat berbeda dengan ku.
Dia cantik, cerdas, mungil, percaya diri, dan selalu mendapat kasih sayang semua orang. Aku? Siapa aku? Aku hanya anak perempuan bodoh yang tak tahu malu. Aku tidak pandai seperti kakakku, aku tidak kecil seperti kakakku, aku tidak percaya diri seperti kakakku, dan aku tidak pandai berinteraksi seperti kakakku.
Mungkin, aku bisa menerima disaat orang-orang yang tak ku kenal memberikan aku perkataan menyakitkan tentang badanku—aku bisa memaafkan mereka dan melupakan semuanya. Tapi yang membuat ku takut dan stress adalah ejekan dan candaan dari keluarga ku. Kedua orang tua ku tanpa sadar dan sadar pun mereka selaku memberikan ku candaan tentang fisikku yang gendut ini, terkadang juga ada perkataan kasar yang membuat hati ku teriris.
Kakak ku juga, selalu memanggilku dengan panggilan 'gendut', aku tahu panggilan itu mungkin panggilan kasih sayang, namun sejak dulu aku benci mendengar itu. Bukankah aku sudah memiliki nama untuk mereka panggil? Lantas untuk apa nama yang orang tua ku beri?
Setiap kumpul keluarga tatapan semua orang membuat aku merasa terganggu. Rumah keluarga ku di pedesaan dan semua rumah terbuat dari kayu atau biasanya disebut rumah panggung. Rumah-rumah disana sudah tua, hampir roboh dan sudah tidak kuat. Setiap aku naik selalu saja ada suara lantai kayu yang ingin patah, tentu semuanya menertawakan ku—termasuk kedua orang tua ku dan kakak ku.
Selain itu, mereka selalu membanding-bandingkan aku dengan kakak ku. "Tasha begitu mungil, lalu mengapa kau gendut, Nadita?", "Nadita apa kelebihan mu? Tasha sudah banyak meraih prestasi, pintar menghitung, bercerita, debat, dan kau? Kau hanya tau makan saja? AHAHA!".
Ya. Seperti itu candaan atau bahkan ejekan dari mereka. Aku hanya bisa tersenyum menyembunyikan betapa hancurnya hati ku dan air mata yang minta langsung diturunkan—aku menahannya, harus.
Di sekolah, teman-teman laki-laki selalu menertawai ku apalagi di jam olahraga. Aku tidak mendapatkan baju sekolah sebab ukuran yang tersedia tidak cukup dengan besar badan ku. Aku marah, tentunya pihak sekolah harus memiliki pandangan bahwa murid tentunya memiliki besar badan yang lebih dari biasanya, setidaknya mereka ingin bertanggung jawab dan membuat kan ku baju secepatnya. Tapi mereka hanya bisa menertawai ku.
Dan untungnya aku tidak sendiri seperti yang kalian pikirkan, aku memiliki dua sahabat ... Aghina dan Linggara, hanya mereka teman yang selalu bersama ku, menerima kekurangan yang ada pada diriku.
Aku jarang keluar rumah sebab aku merasa semua orang siap untuk membunuhku dengan kata-kata yang akan mereka lontarkan seperti biasanya.
Aku menjadi depresi, keinginan untuk hidup semakin kecil. Tingkat religius ku semakin rendah, Tuhan ... aku sudah tidak percaya dengannya. Mimpi? Bahkan kehidupan ku saat ini telah hancur, dan bagaimana bisa impian ku akan terwujud? Hanya satu yang aku ingin; Seorang pangeran datang dan membawa ku pergi dari tempat yang terkutuk ini. Menjadikan aku seseorang yang paling berharga dalam hidupnya, membuat aku percaya bahwa didunia ini masih ada manusia yang baik terhadap ku, dan bisa mengembalikan diriku yang dulu.
Nadita yang penuh tawa kebahagiaan, Nadita yang menyukai pembicaraan, dan Nadita yang semangat disetiap hari nya.