Pagi pun tiba, saat nya anak perempuan itu bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah nya. "Selamat pagi bumi, aku harap kau menurunkan hujan mu, kita bersama-sama untuk menangis dan meluapkan kesedihan, ya?"
Butuh waktu 45 menit untuknya bersiap-siap. Setelah itu ia berangkat bersama kakak dan ayah nya. Di mobil anak perempuan itu tidak banyak bicara seperti biasanya. Ayah nya pun tidak banyak menanyakan sesuatu tentang kehidupan nya, Taufi lebih menyukai menanyakan seseorang disampingnya, Talita kakak Nadita.
Kini Nadita berada didepan gerbang sekolah, ia menatap kedepan dengan takut. Ia ragu untuk melangkah masuk kedalam gedung yang bagaikan neraka—hanya bisa memberinya kesengsaraan.
"Nadita!" teriak seorang anak perempuan.
"Eh?! Aghinaa, kamu bikin kaget aja!" bentakan kecil Nadita yang berhasil dibuat kaget oleh sang sahabat.
"Kenapa ga masuk? Dari tadi aku lihat kamu diam aja, ayooo!" Aghina menarik tangan sahabatnya untuk masuk bersama.
Nadita tersenyum manis dan sedikit merintih kesakitan karena tarikan dari Aghina membuat tangannya sakit.
"Aduh Aghinnn, sakit tauu!" bentaknya kecil.
"Ya maaf. Oh iya, kamu ga dikasih tugas sama ibu lampir itu?" Nadita yang mendengar pertanyaan sahabatnya sedikit bingung, siapa ibu lampir yang dimaksud olehnya?
"Oh ituu, ibu Tatik, ahaha!" ucap Aghina yang mengerti ketidakpahaman Nadita dan langsung tertawa.
"Ada, halaman seratus delapan sembilan. Susah banget! Tapi untung ada gugel brenli!"
"Yaah, beda dong! Aku pr nya halaman seratus delapan tujuh. Niat hati ingin menyontek." ucap Aghina kecewa.
"Emang kapan dikumpul?"
"Hari ini, zheyeng."
Akhirnya mereka sudah berada dilantai 2. Nadita dan Aghina sangat berat untuk berpisah tapi bagaimana lagi? Kelas mereka berbeda.
"Dah, Aghin!"
"Daah!"
Dengan sedikit ragu Nadita masuk kedalam kelasnya. Ucapan yang ia takuti ternyata secepat itu ia dengar, "Gendut! Waaa raksasa udah datang nih!" ejek Febrian.
Nadita menunduk tetap berjalan menuju bangkunya. Air mata yang ingin jatuh ia tahan secepat mungkin. Senyuman palsunya tetap terukir di wajah manis yang ia miliki.
"Nadita gendut! Lo makan apa sih sampai gede banget?!"
"Woe! Dia makan nasi lah! Emang kayak lo?! Makan teman sendiri?! Dia gendut emang nya buat lo menderita?! Apa lo semua iri sama dia? Dia gendut aja lo pada udah iri, apalagi kalau dia udah kurus! Dia gendut buat lo semua masuk neraka?! Iya! Tapi bukan salah dia! Tapi akhlak lo semua yang kurang ajar! Dengan lo hina dia kayak gitu, secara ga sadar lo semua udah hina Tuhan! Dia, gue, dan lo semua karya Tuhan, tahu ga?! Dan semua karya-Nya ga ada yang jelek! Dia udah ciptain kita sesempurna mungkin! Malah, lo semua yang jelek! Jelek akhlak dan perilaku!" Aghina sudah tidak tahan melihat perlakuan mereka terhadap sahabatnya, apalagi Nadita hanya diam menerima semua nya dan duduk dengan wajah tersenyum? Tidak! Dia tidak akan tega melihat perlakuan setan seperti mereka.
Ia yang mendengarnya saja sudah sakit hati, bagaimana Nadita bisa menerima semuanya dengan senyum seperti itu?!
"Kalau sampai gue denger lo semua bully, Nadita! Gue lapor lo semua ke guru bahkan ga segan-segan nya gue bisa langsung ke KPAI buat lapor tindakan kejam kalian!"
Aghina menarik tangan Nadita keluar kelas dengan amarahnya yang menggebu.
Anak perempuan itu membawa sahabatnya kebelakang sekolah.
"Aghinn, kamu ga perlu b—"
"NGGAK perlu apanya?! Mereka sudah keterlaluan, Nadita! Udah berapa lama, hah?Jawab!"
"U-udah lama, but it's okay. Aku udah biasa,"
"Udah biasa? Lo sadar ga sih? Mungkin orang-orang ga tau kalau lo terluka, soalnya bukan fisik lo yang luka, Ta! Tapi mental lo!"
Nadita yang sudah tidak tahan dengan situasi itu pun memecahkan tangis nya, "Gua ga tau! Semuanya bakalan ga peduli, Aghina! Semuanya ngga sayang sama gue! Bagaimana bisa hah? Bagaimana bisa orang lain care ke gue sedangkan orang tua, kakak, keluarga gue ngga! Gue capek, Aghina! Gue capek! Gue juga ga mau simpan rasa sakit ini! Gue sadar lo juga pasti ada masalah! Gue ga mau tambah masalah lo! Sakit, Aghina! Sakit! Dihina keluarga sendiri lebih sakit dari apa yang mereka lakukan ke gue!"
Nadita langsung berlari menuju kamar mandi.
Isak tangis nya terdengar jelas hingga orang-orang disekitar kamar mandi dapat mengetahuinya.
°°°
Hujan turun deras membasahi lapangan sekolah dan jalanan sekitarnya.
Beberapa orang menyalahi hujan sebab akitivitas mereka harus tertunda, tapi tidak dengan anak itu, ia merasa semesta mengerti suasana hati nya saat ini.
Murid yang lain berusaha untuk tidak terkena rintikan hujan namun ia berjalan dengan santai seperti biasanya.
Satu hal yang ia sukai. Orang-orang akan tidak sadar bahwa dirinya saat itu juga meneteskan air mata nya bersamaan dengan bumi yang menurunkan hujannya. Nadita tidak akan takut jika orang-orang mengetahui jika hidupnya benar-benar hancur.
"Gua tau lo nangis," ucap seorang lelaki.
"Andrean?" tanya Nadita terkejut.
"Kenapa? Gue hebat ya?"
"Apasih? Lo ikutin gue ya?"
"Iya, soalnya lo nangis sih,"
"Ngga! Ga usah so'toy ya!"
"Kalau lo bohong, detik ini juga jadi pacar gue!"
"Lo gila?!"
"Iya gue gila suka sama cewe gendut kayak lo!"
Nadita benar-benar sakit hati mendengar ucapan Andrean. Jika ia masih berdiri disini bersama lelaki itu dirinya tidak akan bisa mengontrol emosi nya. Nadita dengan cepat berlari meninggalkan Andrean yang sedang heran melihat tingkah laku nya.
Saat duduk di taman Nadita menenangkan dirinya sendiri. Merilekskan pikiran nya yang sedari tadi dipenuhi dengan masalah-masalah yang datang. Udara dingin pun membuat nya semakin bisa melupakan kejadian tadi di sekolah. Tapi tiba-tiba ia teringat dengan ucapan Andrean.
"Apa dia beneran suka sama aku? Ngga mungkin, ih!"
Seseorang diam-diam mendekati anak perempuan itu dari belakang dan langsung mengagetkan nya, "Hah!"
"Aishh! Aghina?!"
"Iya, kenapa?"
"Kamu kok disini? Ngga pulang?"
"Gimana aku bisa pulang kalau sahabat aku juga ga bisa pulang?"
"Bisa kok, cuman mau disini dulu,"
"Yaudah aku juga mau disini dulu,"
"Ihhh,"
"Oh iya, kamu janji ya kalau ada apa-apa itu cerita ke aku, jangan dipendam sendiri. Aku juga sedih kalau kamu sembunyikan, ngerasa ga becus jadi sahabat,"
"Iya, aku udah gak apa-apa kok,"
"Maaf ya tadi aku udah bentak kamu,"
"Gapapa, aku juga minta maaf,"
Mereka berdua pun duduk sambil mendengarkan lagu Bangtan yang berjudul "Life Goes On".
"Eh, Nad!"
"Hm?"
Aghina berlari menuju ayunan indah yang ada di taman itu. "Sini! Main yuk!"
Nadita tersenyum dan langsung berlari menuju ketempat nya. Mereka bermain dengan tawa yang selalu terukir indah. Melihat pemandangan yang begitu menakjubkan setiap kali ayunan itu mendorong keduanya.
Perasaan Nadita sangat bahagia saat itu hingga ia berharap Tuhan menghentikan waktu sesaat agar kebahagiaan masih tetap ada dalam kehidupan nya.