Chereads / Titik Serius / Chapter 2 - 2. Luka

Chapter 2 - 2. Luka

"Luka memang bisa di sembuhkan, tapi tidak selamanya jika kita terus di ingat."

Pada luka, terima kasih telah datang dalam hidupku. Terima kasih karena kamu, aku bisa belajar untuk menjadi manusia yang kuat. Manusia yang tak mudah menyerah dan lemah begitu saja.

***

Mengapa perpisahan kita begitu cepat?

Waktu ini sungguh tidak tepat

Disaat aku telah nyaman bersamamu

Aku berharap kamu masih mencintaiku

Begitupun denganku

Kenyataan ini begitu menyakitkan

Hati ini memilih bersanding dengamu

Aku tak tau begitu besar cinta ini

Aku belum siap terluka

Apakah aku harus pura-pura bahagia?

Sedangkan orang yang membuatku bahagia adalah kamu

Ternyata cinta sebodoh ini

Kamu adalah cinta pertamaku

Di mana aku menemukan kembali secercah cahaya kebahagian

Yang dulu pernah hilang

Kamu yang selalu ada disetiap hariku

Tak bosannya aku bersamamu

Rindu semua tentangmu

Hanya bisa lewat dalam mimpi

Rindu ini selalu datang tiba-tiba

Tidak mengenal keadaan

Selalu datang kapanpun dan di mana pun.

Tak usah membenci, jika akhirnya mencintai.

***

Sugara yang melewati lorongan kelas, masih dengan cengiran kudanya. Dikarenakan, mendapatkan cireng gratisan tanpa harus mengeluarkan biaya. Begitu bahagianya di dunia ini jika serba gratisan, meskipun hanya sebungkus cireng. Sugara menyukai cireng karena bentuknya seperti sesuatu. Cireng adalah makanan terfavorit nomor dua bagi dirinya setelah cilok.

"Senangnya dalam hati, punya istri dua, teretetew." Sugara menyanyi dengan riang dan gembira.

Dari arah berlawanan muncullah duo kadal. Dengan wajah nelangsanya. Siapa lagi kalau bukan Ongki dan Donni, manusia yang berasal dari kutub barat.

"Wadidaw, ada yang lagi bahagia nih," ujar Ongki dengan mencolek bungkusan cireng milik, Sugara.

"Jangan sentuh milik gua," ucap Sugara.

"Sejak kapan bos cireng pake cabe setan?" tanya Donni.

"Sejak gue beli," jawab Sugara.

"Dari zaman dulu, cireng mah pake saus, bukan pake cabe-cabean, apalagi cabenya pake metik depan rumah mantan," ujar Donni.

"Dari siapa bos? Banyak amat belinya, minta dikit lah. Itung-itu sodaqah," pinta Ongki.

"Lo mau pada beli cireng gue kagak? Satu cireng goceng kalau beli dua lima belas ribu," tawar Sugara.

"Dipilih cireng-cireng kecupan kakang Sugara yang paling tampan sejagat raya," teriak sugara dengan memamerkan cirengnya.

"Mendingan gue beli sama Ce Ida, palingan di Ce Ida mah seribu," ujar Ongki.

"Asal kalian harus tai, cireng ini sudah gue kasih kecupan manis. Hanya orang tertentu yang bisa mendapatkan kecupan dari gue melalu cireng ini."

"Amit-amit gue mah, sorry kagak minat sama sekali," ujar Donni.

"Gue heran sama gue sendiri, kenapa cewek kelas lain lebih menarik daripada cewek kelas kita," ujar Ongki dengan memesang muka bingung.

"Kita? Lo aja kali," tutur Sugara dan Donni berbarengan.

"Buktinya, di kelas kagak ada yang menarik, kebanyakan yang gesrek semua," ujar Ongki.

"Termasuk lo," tembal Donni.

"Don, apa jangan-jangan lo—" Ongki menggantungkan ucapannya.

"Kenapa sama gue?" tanya Donni.

"Kalian mau jadi beli cireng gue kagak?" tutur Sugara.

"Kagak mau," ujar Ongki.

"Kenapa kagak bilang dari tadi, gue udah pegel berdiri di sini selama puluhan abad. Dan, kalian mengabaikan gue begitu saja? Sungguh togenya kalian. Kita putus!" ujar Sugara, lalu pergi meninggalkan keduanya.

"Astagfiruallah, temana siapakah itu. Kenapa engkau mengirimkan hamba manusia semacam itu," ujar Ongki sambil mengusap dada dengan kelima jari kanannya.

"Tadi lo mau ngomong apa, Ki?" tanya Donni.

"Gue mau bilang apa, ya. Sorry gue kelupaan," jawab Ongki.

"Bodoamat."

"SAH," teriak Ongki

***

Mimpi itu seperti kenyataan, tetapi kenyataannya tidak seperti mimpi.

Awal melihatmu membuatku bahagia

Menatapmu, membuatku terpana

Senyummu yang manis, bagaikan gulali

Iya, itu ada padamu

Jika rindu adalah sebuah pekerjaan

Maka aku tidak akan menjadi pengagguran

Karena, setiap hari pasti kerjaanku adalah merindukan dirimu.

Jika membahas tentang kamu

maka tidak akan ada habis-habisnya

Karena, itu hal yang menyenangkan

Apalagi aku bisa memilikimu

Namun, kenyataannya jangankan memilikimu

Menyapamu saja aku tak berani

Biarkan aku pendam perasaan ini

Jika sudah waktunya, maka perasaan ini akan meledak dengan sendirinya

Cinta pertama itu lucu, di mana kita mengenal awalnya rasa cinta. Yang begitu berbunga-bunga ketika melihat sendalnya saja.

‌"Kamu punya cinta pertama tidak?"

‌"Ya, tentu aku memilikinya."

‌Jika berbicara mengenai cinta pertama, pasti semua orang memilikinya. Ntah, cintanya sad ataupun happy. Cinta itu datang tiba-tiba, tidak mengenal waktu dan suasana. Cinta datang dengan sesukanya. itulah yang sedang Gemilang rasakan.

Cinta itu bukan hanya diucapan saja, tetapi perlu bukti dan pengorbanan. Boleh mencintai, belum tentu memiliki. Jika kamu berani mencintai, maka kamu juga harus berani untuk kecewa. Tak selamanya cinta itu indah. Di mana ada kalanya untuk tersakiti.

Setelah pulang sekolah Lyodra menyempatkan untuk mendatangi Rumah Sakit Husada, Lyodra ingin memeriksakan kondisi tubuhnya yang sejak seminggu lalu, merasakan nyeri. Dan, tidak sembuh juga, padahal ia sudah meminum obat dan vitamin.

"Kanker otak?" tanya Lyodra heran.

"Kamu mengalami kanker otak stadium II, yang di mana tumor tersebut bertumbuh secara lambat, tetapi mungkin dapat menyebar ke jaringan di sekitarnya atau kembali setelah menjalani perawatan. Kanker otak sendiri adalah tumor ganas yang bersarang di dalam otak. Tumor sendiri bersifat slowly progressive, sehingga seiring berjalannya waktu, tumor akan menjadi semakin besar dan memberikan gejala yang semakin parah," jelas Dokter Mira.

"Apakah masih bisa disembuhkan?" tanya Lyodra kembali.

"Bisa, tetapi saat saya lihat tumor di otakmu tak bisa untuk dioprasi untuk mengangkatnya. Tapi tenang saja kamu masih bisa melakukan kemoterapi. Kemoterapi dilakukan dengan menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel kanker, dan umumnya diberikan setelah operasi. Tetapi, pengobatan ini juga bisa diberikan untuk meredakan gejala bila tumor tidak bisa diangkat. Jangan lupa kamu harus rutin meminum obat yang saya berikan. Berdoalah semoga ada keajaiban," tutur Dokter Mira.

"Apa masih ada harapan hidup?" tanya Lyodra.

"Harapan hidup setiap penderita kanker biasanya dinilai dengan sebuah skala, yaitu lima tahun. Five years survival rate ini adalah angka harapan hidup yang telah ditetapkan secara lazim untuk penderita kanker, termasuk kanker otak."

Lyodra terbongong untuk mencerna setiap perkataan Dokter Mira. Ternyata gejala yang selama ini Lyodra rasakan adalah penyakit yang sangat luar biasa yang sangat berbahaya. Lyodra keluar dari ruangan itu, begitu kacau pikirannya. Penyakit yang di deritanya bukan sembarang penyakit biasa melainkan penyakit ganas yang bisa membayatakan nyawanya.

Kenapa Tuhan menguji dirinya dengan cobaan yang begitu berat. Setelah kedua orang tuanya meninggalkan dirinya, kini ia harus menjalani hidup dengan penyakit yang membuat dirinya harus bisa tegar seakan baik-baik saja. Tak ada yang bisa tahu kita akan bagaimana, kita berencana ini dan yang Maha Kuasa berbeda. Kita hanya bisa berencana, tetapi Yang Maha Kuasa yang menentukan segalanya.

***

Sugara mempersembahkan cireng tersebut untuk dibawakan kepemakaman, Amira. Dulu semas hidupnya Amira sangat menyukai cireng cabe setan. Sugara sangat terpuruk atas kepergian Amira yang begitu cepat. Berencana ingin selalu tetap bersama dan di samping, tetapi takdir berkata lain.

"Hallo, Mir. Lo tau nggak? Gue bawaain cireng kesukaan, lo. Lagi apa lo disana, Mir? Nyenyak banget tidur, lo. Andaikan dulu yang mati adalah gue, pasti lo masih bisa melihat dunia ini yang begitu kejam. Percuman gue hidup, Mir. Gue nggak bahagia Mir, gue lelah ngehadepin hidup ini, Mir. Percuma juga gue bertahan," lirih Sugara.

Kepergian Amira sangat berakibat drastis pada, Sugara. Kebersamaan itu menjadi pertemuan yang terakhirnya.

"Mir, lo denger gue 'kan? Katanya lo cinta sama gue. Tapi, kenapa lo malah ninggalin gue," lirih Sugara kembali, dengan air mata yang tak tahan lagi. Sugara masih dengan perasaan yang sama.

***

"Bu, saya beli bunga dan air mawarnya," tutur Lyodra. Setelah kunjungannya ke rumah sakit, Lyodra berziarah kepemakamab kedua orang tuanya dan kakaknya yang terlebih dahulu meninggalkannya.

"Jadi lima belas ribu, Neng." Penjual tersebut menyodorkan bunganya. Lyodra pun menerima dan menyodorkan uang.

"Terima kasih, Bu."

Lyodra pun berjalan menuju pemakaman dengan ketegarannya, pemakaman kedua orang tuanya dan kakaknya berada di blok 3 Mawar. Ketika sampai di blok 3 Mawar, Lyodra melihat laki-laki yang mirip dengan seseorang yang sangat dikenal, begitu pun laki-laki tersebut menggunakan seragam yang sama dengan dirinya. Lelaki tersebut terlihat menangis tersendu-sendu.

"Kamu nggak kenapa-kenapa?" tanya Lyodra, tetapi lelaki tersebut masih dengan posisi sama, tak menoleh sedikit pun.

"Hey, are you okey?" tanya Lyodra kembal, dan seketika lelaki itu menoleh.

"Kamu?" Kaget Lyodra, ketika tau laki-laki dihadapannya adalah, Sugara. Lelaki yang selama ini selalu Lyodra hondari.  Tetapi, saat ni Sugara terlihat lesu dengan mata sembabnya. Tidak seperti biasanya, yang selalu ceria.

"Ngapain lo di sini?" tanya Sugara.

"Aku mau ziarah."

"Terus kalau lo mau ziarah, kenapa lo liatin gue?"

Lyodra pun langsung pergi ketika mendengar ucapan, Sugara. Dengan tatapannya, membuat Lyodra takut. Hanya perlu berjalan sedikit untuk sampai kepemakamannya. Setelah berucap Sugara kembali ke posisi awal. Sedangkan Lyodra langsung menaburkan bunga ke makam orang tuanya dan kakaknya.

"Pah, Mah, Kak. Maaf, Lily baru bisa ngunjungin lagi. Maafkan Lily belum bisa menemukan orang yang menabrak kita. Tapi, Lily janji akan segera menemukanya," lirih Lyodra.

"Lily di sini sendiri, tapi Lily sebisa mungkin harus tegar dan menerima semua takdirnya."

Lyodra dulu adalah perempuan periang dan selalu ceria, tetapi beda dengan sekarang. Lyodra memilih diam dan menyendiri mengubur semua luka dan kepahitan hidupnya.

"Lily, pulang dulu. Nanti Lily bakal sering ke sini." Ucapan Lyodra masih bisa di dengar oleh, Sugara.

***

Sugara beranjak dari nisan tersebut, percuma saja menangisi orang yang sudah tidak ada. Hanya doalah yabg mereka butuhkan. Sudahlah, tak perlu ada kesedihan dan kembali memulau lembaran baru. Ketika Sugara beranjak, perempuan yang selama ini ia bully sedang berada di dekatnya. Tetapi, Sugara merasakan jika dekat dengan Lyodra rasanya berbeda. Ntah, itu rasa apa, tanpa adanya paksaan dan dalam keadaan sadar.Sugara menghampiri, Lyodra.

"Lo ziarah ke makam siapa?" tanya Sugara to the point.

"Orang tua dan kakak," jawab Lyodra.

"Maaf gue nggal maksud bikin lo sedih," ucap Sugara.

"Setiap waktu juga kamu selalu bikin aku sedih."

"Maksud lo apa?"

"Kamu setiap waktu suka bikin aku sedih sama temen-temen kamu, setiap saat kamu selalu bikin aku sedih karena bullyan kamu. Apa kamu pernah berpikir itu? Satu kata yang keluar dari mulut kamu selalu aja ada yang membuat aku sedih. Apa kamu pernah berpikir? Kamu menghina aku, sama seperti kamu menghina ciptaan, Tuhan. Kamu sadar akan semua itu, sejak lama aku ingin berbica seperti ini. Mengelurkan semua rasa sakit dan unek-unek yang ada di benakku. Dulu aku masih bisa bersabar, tetapi aku ini manusia lemah. Kesabaranku tak bisa aku tahan," ujar Lyodra, membuat Sugara sadar. Bahwa selama ini memang dia selalu membully, Lyodra.

"Lo curhat sama gue?" tanya Sugara tanpa salah.

"Sejenak saja kamu berfikir, dan sadar atas apa yang kamu lakukan."

"Asal lo tau juga, betapa sakitnya hidup gue di sini. Lo nggak pernah ngerasaain, hanya dengan itu gue bisa merasa bahagia dan tenang. Lo nggak pernah ngerasaain gue selalu pura-pura dengan sandiwara," ujar Sugara.

"Maaf."

"Lo nggak salah, yang salah gue. Karena, gue selalu salah dan di salahkan," tutur Sugara lalu pergi meninggalkan, Lyodra.

***

"Si Gara kemana sih, dari tadi gue telepon, di chat kagak di bales," ujar Donni.

"Mungkin dia sibuk, maklumlah," jawab Devan.

"Lo, beneran putus sama, Hanin? Kok bisa? Ada masalah apa? Terus Hanin gimana? Pa-" ujar Ongki sang raja kepo kepada Devan.

"Lo, banyak tanya. Lo penasaran apa kepo?" tanya Devan kesal.

"Dua-duanyalah. Lagian hubungan lu itu bukan seminggu, sebulan. Tujuh tahun! Bayangkan udah berapa kenangan yang terukir? Pastinya lo belum bisa move on 'kan?" Ongki langsung meminum kopi yang ada di meja, Devan.

"Itu minuman gue Ongki Sarongki," tutur Devan.

"Bomat," jawab Ongki.

"Gue juga, nggak mau semua ini terjadi," ucap Devan.

"Sumpah, demi Upin Ipin yang kagak jadi rambutnya. Demi Izat yang suka pingsan, demi Mei-mei saya suka, saya suka. Lu itu kenapa putusin, Hanin begitu saja? Susah cari cewek yang sabar nungguin balasan chat dari kita. Sulit cari cewek yang sabar nungguin kabar dari kita, selaku cowok. Sulit cari cewek yang mau hidup sederhana, susah cari cewek yang selalu ngertiin kita. Sulit mendapatkan cewek yang sabar akan sikap kita. Sulit mendapatkan cewek yang selalu ada disisi kita. Pokoknya sulit, deh," ucap panjang lebar Ongki.

"Kagak sekalian aja lu, pidato di Istana Negara," ujar Devan.

"Gue juga maunya gitu, sekalian gue mau mengajukan bantuan para jomblo terhormat, kalau bisa gue ingin melepaskan masa bakti kejombloan gue. Tetapi, sayangnya Bapak Presiden kagak ngundang gue. Yang ada rakyat jomblo macam gue, di usir. Gue juga mau berniat menyalonkan menjadi Presiden Jomblo masa bakti tahun jomblo sedunia."

"Woy gue jadi kambing conge kalian," ujar Donni.

"Van-Van itu Hanin," teriak Ongki sambil menoel pundak, Devan.

"Tak akan pernah bisa terhitung untuk memandangi pujaan hati. Karena, setiap detik, jam, menit, hari, senin, selasa, rabu kamis, jum'at, sabtu minggu, itu nama-nama hari," ujar Donni.

***